Tangga Keabadian Skipper Lewis Cook

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Tangga Keabadian Skipper Lewis Cook

Oleh: Mukhammad Najmul Ula

Ramadan 2017 memberi setidakknya dua “berkah” tontonan level dunia bagi penggemar sepakbola. Piala Dunia U20 usai dengan laga semi-final dan final menemani masa “kritis” menjelang berbuka puasa. Ada juga Piala Konfederasi, Piala Dunia mini yang tampak siap menghiasi malam-malam sunyi bulan penuh rahmat ini. Dua gelaran itu merupakan garapan FIFA, di mana PD U20 mengambil tempat di Korea Selatan, serta Piala Konfederasi yang menjadi test event menghadapi Piala Dunia di Rusia.

Pada PD U20 ini pula kita menyaksikan peristiwa yang hanya terjadi dua kali dalam sejarah peradaban manusia, yaitu kesuksesan tim nasional Inggris merengkuh trofi juara. Betul, Inggris U20 2017 ialah timnas (Inggris) pertama sejak generasi Inggris senior 1966 yang mengangkat trofi Piala Dunia.

Bila nama Sir Alf Ramsey dan Bobby Moore —selaku pelatih dan kapten tim— telah mematri nama mereka dalam sejarah kejayaan Inggris yang membentang sejak era William The Conqueror itu, akankah Paul Simpson dan Lewis Cook —selaku pelatih dan kapten tim— mampu menaiki tangga keabadian? Juara dunia di level junior adalah prestasi hebat, tetapi itu saja tidak cukup.

Paul Simpson sendiri baru ditunjuk memimpin tim pada Februari 2017. Pengalamannya hanya menangani kesebelasan-kesebelasan divisi bawah semacam Stockport County, Shrewsbury Town, Preston North-End, Carlisle United, serta Rochdale. Belakangan Steve McClaren menjadikannya tangan kanan di dua kesebelasan terakhirnya, Derby County dan Newcastle United.

Medali emas Piala Dunia sudah pasti memberinya nilai jual lebih di mata kesebelasan-kesebelasan, ia bisa membuka kemungkinan menjadi asisten di Liga Primer atau pelatih utama di Divisi Championship. Prospek kepelatihan di level kesebelasan bukan pilihan yang buruk. Apalagi, Express melansir berita ia tidak akan menjabat pelatih timnas lagi mengingat kelompok umur 20 tahun sudah purnatugas.

Jangan lupakan pula, kelompok umur 21 tahun sudah dipegang Aidy Boothroyd. Jalan Simpson menuju kursi pelatih timnas Inggris yang sedang diduduki Gareth Southgate masih sangat jauh.

Bagaimana dengan skipper Lewis Cook? Ia pernah mendapatkan penghargaan prestisius yang pernah diraih Gareth Bale dan Dele Alli, yakni Football League Young Player of The Year. Gelar tersebut ia raih pada musim 2015/16 saat masih berbalut seragam Leeds United. Musim 2016/2017, Eddie Howe menawarkan kesempatan berlaga di kasta tertinggi bersama Bournemouth, yang ia terima dengan mahar 7 juta paun.

Pertandingan pembuka musim melawan Manchester United di Vitality Arena nampak menjadi awal meyakinkan bagi remaja 19 tahun (walau kesebelasannya kalah). Meski begitu, inkonsistensi khas anak muda serta cedera kaki membuatnya tersingkir dari persaingan. Ketika akhirnya kembali menembus starting line-up, ia langsung tancap gas dengan mengawali semua laga timnya sejak pekan 33 hingga 37. Menyadari pentingnya pengalaman internasional guna mengasah tingkat kompetitif pemainnya, Eddie Howe setuju melepas Cook terhitung setelah pekan 37.

Hal serupa dilakukan Mauricio Pochettino (pelatih Tottenham Hotspur) kepada Joshua Onomah dan Kyle Walker-Peters, Arsene Wenger (manajer Arsenal) untuk Ainsley Maitland-Niles, serta Ronald Koeman saat mengizinkan rombongan Dominic Calvert-Lewin, Jonjo Kenny, Callum Connolly, Ademola Lookman, dan Kieran Dowell.

“Pertandingan pekan 38 memang penting, tetapi saya mengizinkan mereka pergi untuk timnas U20 karena bermain di kejuaraan level dunia sangat bagus bagi perkembangan mereka,” ujar Koeman.

Anak-anak di atas terbukti berandil besar dalam perjalanan The Three Lions ke singgasana juara. Bermodal pengalaman menjuarai Piala Eropa U17 pada 2014, Cook didapuk menjadi pemimpin tim. Kapten Cook melahap 540 menit dari enam laga dengan torehan satu gol. Ban kapten yang melingkar di lengannya membuatnya menjadi salah satu pemain yang disorot publik Inggris.

The Sun menyodorkan label “impressive showing” untuk penampilannya selama di Korea Selatan, begitu pula dengan Daily Mail yang menyebutnya sebagai “one of world cup winning heroes”. Chris Jones, pelatihnya semasa bocah, berkata untuk York Press seperti berikut.

“Dia terlihat sebagai kapten yang cocok untuk Inggris, dia akan memantapkan diri, lantas memberi pengaruh menenangkan. Di antara teman-temannya, dia dengan tenang mengerjakan tugasnya dalam mengontrol area tengah lapangan. Saya menonton pertandingannya (laga final PD) dan masih belum percaya kalau ia adalah kaptennya. Turut senang melihatnya mengangkat Piala Dunia [U20].”

Seperti halnya pemuda lain, Cook tentu amat bangga menjadi kapten tim yang akan dikenang selamanya. Euforia juara dunia masih menghinggapinya, tetapi ia segera menekankan pentingnya konsistensi bagi siapapun di dalam tim, ia menuntup tambahan jam terbang.

“Aku pikir jika seorang pemain berada dalam tim yang mencapai Piala Dunia (bahkan menjuarainya), itu menunjukkan kepada kesebelasan dan manajer bahwa pemain tersebut mempunyai kemampuan dan kehandalan untuk tampil. Apa yang kami lakukan bersama Inggris [seharusnya] menarik perhatian pelatih dan kesempatan [seharusnya] akan lebih terbuka,” tuturnya seperti dilansir The Telegraph.

Pendapat Cook diamini Calvert-Lewin, pencetak gol tunggal di partai final, “Aku yakin setiap pemain akan bekerja sekeras mungkin di sesi pramusim setelah menjalani kesuksesan ini (juara Piala Punia). Mereka akan berjuang memperebutkan tempat utama di masing-masing klub dan menjalankan apapun yang bisa membuat mereka berkembang.”

Tentu saja, Cook harus terlebih dahulu menarik hati Eddie Howe, manajernya di Bournemouth. Howe pun, sudah menyadari ada potensi dalam diri calon bintangnya, menyebut bahwa ia juga punya talenta untuk menjadi pemain besar.

“Ia mempunyai kemampuan mengontrol dan membawa bola dalam situasi sulit. Dia juga memiliki kecepatan akselerasi yang dapat membuat lawan tertinggal di belakang. Ia juga diberkahi kreativitas dan saya percaya dia akan mencetak banyak gol pada waktunya. Lewis adalah talenta spesial yang dapat bertahan lama di olahraga ini jika ia mempertahankan sikap diri (attitude) seperti yang musim lalu ia tunjukkan.”

Jika tidak ada halangan, Lewis Cook akan berduet bersama Harry Arter di lini tengah Bournemouth, mengolah dan mengalirkan bola dalam strategi Eddie Howe yang sangat tidak Inggris. Modal trofi Piala Dunia junior sudah di tangan, tinggal menunggu saat yang tepat untuk Cook dan generasinya mempersembahkan Piala Dunia senior suatu saat nanti. Hajatan di Rusia tahun depan bisa jadi pijakan awal, atau bahkan di sanalah puncak tangga keabadian bagi skipper Lewis Cook. Mampu tidak, Gareth Southgate?

foto: @PiazonPassion

Penulis adalah seorang mahasiswa yang menganggap dua hal paling menggairahkan di dunia adalah sepakbola dan ilmu politik. Bisa dihubungi lewat akun Twitter @najmul_ula


Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar