Beradaptasi atau Mati

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Beradaptasi atau Mati

Oleh: Reva Bagja Andriana

Oakland Athletics kehilangan Giambi, Damon dan Isringhausen. Tiga pemain tersebut merupakan pemain kunci bagi tim yang bermain di Major League Baseball atau kompetisi papan atas baseball di Amerika tersebut. Menjelang musim anyar, mereka harus menerima fakta bahwa pemain kunci mereka meninggalkan tim yang terbentuk di California tersebut. Diperparah dengan kondisi finansial yang buruk, tak ada banyak harapan untuk menyambut musim 2002.

Secercah harapan muncul. Billy Beane yang merupakan manajer umum tim tersebut muncul dengan gagasan yang nyeleneh. Ia merekrut pemain-pemain yang tidak diperhitungkan dan berharga murah dengan metode-metode statistika. Hasilnya? Oakland Athletics berhasil memecahkan rekor liga baseball Amerika dengan 20 kemenangan berturut-turut. Lalu apa yang ia pikirkan?

“Beradaptasi atau mati ……”

***

Sinopsis dari film Moneyball yang merupakan adaptasi dari buku yang berjudul Moneyball: The Art of Winning an Unfair Game yang bercerita tentang kisah nyata tersebut memberikan gambaran bagaimana pentingnya bagi setiap insan terutama dalam bidang olahraga; untuk selalu beradaptasi.

Jika menganalogikan dengan benang merah kisah tadi, ada yang bisa ditarik dari bagaimana Persib Bandung menjalani gelaran Indonesia Soccer Championship 2016 kemarin. Bukan dari cara Billy Beane merekrut pemain dan memenangi ke-20 pertandingan, tetapi adaptasi yang bekerja menunjukkan faedahnya.

Ditinggal para pemain yang menjadi bagian dari kesuksesan di ISL 2014 serta kedigdayaan pada Piala Presiden 2015 membuat susunan pemain jauh berbeda. Ditambah kepergian sang peracik strategi—Djajang Nurjaman—pada awal musim menambah berat untuk dipikul, tapi tak ringan untuk dijinjing. Kepergiannya untuk menimba ilmu ke klub La Beneamata menyisakan lubang keraguan, akankah ada yang mampu beradaptasi dan sukses di bawah bayang-bayang dirinya?

Kegagalan Dejan

Datang setelah sukses mengantarkan Pelita Bandung Raya ke babak semifinal ISL 2014 membuat nama Dejan Antonic sukses duduk di kursi panas. Memang harus diakui prestasinya kala itu sungguh luar biasa jika menilik kedalaman materi yang dimiliki oleh klub dengan julukan The Boys are Back tersebut. Mengandalkan pemain-pemain yang masih muda dan jarang didengar telinga, tuahnya sebagai salah satu pelatih dengan lisensi UEFA Pro bisa mengantarkan PBR sampai ke semifinal walau harus takluk di tangan Persipura Jayapura.

Kedatangannya ke klub Persib Bandung kali ini menyebabkan transmigrasi bedol desa. Perombakan yang cukup besar terjadi. Kali ini ia mendatangkan banyak alumnus dari klub sebelumnya macam David Laly, Hermawan, Dias Angga, Kim Jeffrey Kurniawan, serta Rachmat Hidayat untuk menambal beberapa pos yang ditinggalkan para pemain andalan. Tak lupa Juan Belencoso yang masuk untuk menambah daya gedor dari lini depan.

Dengan banyak pemain yang bermunculan, memunculkan sebuah masalah yang klise. Dejan dituntut untuk beradaptasi pada kultur sepakbola Persib dan membuat para pemain baru beradaptasi dengan skema yang ia terapkan.

Keraguan sudah muncul dari beberapa perhelatan uji tanding sebelum bergulirnya ISC 2016. Meski mampu mengantarkan tim sampai ke laga final Bali Island Cup dan Piala Bhayangkara—meski pada akhirnya kalah di final—permainan yang ditunjukkan jauh dari kata atraktif. Ia masih tetap mengadopsi permainan counter attack dengan umpan-umpan panjang ke arah kotak penalti yang sama sekali bukan Persib banget.

Hal tersebut membuat peran dari sayap-sayap menjadi patah. Kecepatan dari para winger tak dapat dimaksimalkan. Mereka bermain kaku, terpaku pada taktik yang diberikan. Meski hal tersebut berhasil di PBR, hal tersebut tak berlaku serupa di tim ini. Pemain tak mampu beradaptasi dengan permainan macam itu, bahkan Dejan sendiri pun tak mampu beradaptasi dengan taktik yang ia sendiri terapkan.

ISC 2016 pun bergulir, dan akhirnya pelatih berkebangsaan Serbia tersebut harus rela dipecat pada pekan ke-6 setelah hanya meraih satu kemenangan, empat hasil imbang serta kekalahan memalukan empat satu atas Bhayangkara FC. Tak ada progres maupun proses dari pertandingan pertama sampai hari ketika ia dipecat.

Bahkan di kandang sendiri pun meski berhasil memetik kemenangan atas Bali United, dua pertandingan kandang lainnya hanya berakhir satu poin. Satu poin di kandang klub sebesar Persib Bandung adalah hal yang tak bisa dimaafkan. Pembelaan “Of course anak-anak bermain bagus” tak bisa dijadikan acuan setiap kali tim gagal meraih poin penuh. Mungkin ia lupa bahwa klub yang dilatih adalah klub dengan target juara setiap musimnya, bukan hanya sekedar menghindari jurang degradasi.

Adaptasi lagi coach, adaptasi.

Sekembalinya Djanur

Setelah ditukangi oleh Herrie Setiawan pada pekan ke-7 dan 8, akhirnya kepastian tentang siapa yang menukangi tim sudah diputuskan. Tak ayal dan tak bukan adalah Djajang Nurjaman alias Djanur membatalkan keberangkatannya ke klub DC United dan akan meneruskan perjuangannya pada perhelatan ISC 2016.

Tak mudah memang menyelesaikan banyak pekerjaan rumah yang ditinggalkan oleh pelatih sebelumnya. Pelatih sekelas Djanur pun butuh beradaptasi lagi dengan tim yang jelas jauh berbeda dengan tim yang ia tukangi sebelumnya.

Langkah awal yang dilakukan oleh pelatih kelahiran Majalengka tersebut adalah mengembalikan permainan Persib Bandung kepada permainan yang selayaknya ditampilkan. Permainan umpan-umpan pendek menjadi kodrat hakiki yang dijunjung oleh para pemain. Statistik akhir menurut lansiran halaman ISC menunjukan bahwa Persib Bandung berada pada peringkat dua dengan operan terbanyak dengan jumlah 11050 operan.

Pada daftar pemain, Hariono menjelma menjadi dewa umpan dengan bercokol pada urutan kedua pemain dengan umpan terbanyak. 1306 umpan telah ia lontarkan demi menjaga keberlangsungan permainan antara lini belakang, tengah dan lini depan. Tony Sucipto pun tak ingin kalah dengan memeriahkan di posisi keempat dengan jumlah operan 1125.

Lini serang yang tumpul pun menjadi tugas selanjutnya yang segera diselesaikan. Belencoso yang masuk sebagai pemain kesayangan Dejan harus terbuang karena ia bukan tipikal striker murni yang bisa turun ke tengah lapangan ataupun menjemput bola macam Sergio Van Dijk. Mantan pemain Kitchee SC tersebut sebenarnya memiliki kualitas yang baik. Tapi apa daya, tak cocok dengan permainan serta kultur dari persepakbolaan Indonesia membuat namanya tersisih.

Sederhananya ia tak bisa beradaptasi pada gaya permainan Persib Bandung yang diusung oleh Djanur saat ini. Striker berkebangsaan Spanyol tersebut menjadi satu dari sekian banyak kegagalan manajemen dalam merekrut pemain khususnya untuk lini serang.

Alhasil Sergio pada kesempatan keduanya berseragam Persib Bandung mulai menunjukkan tajinya. Tumpul pada paruh pertama dengan hanya mencetak tiga gol, ia mulai produktif ketika memasuki paruh kedua dengan mengemas sembilan gol. Ia lebih tajam, efektif, dan yang pasti lebih cocok dengan gaya permainan saat ini.

Lini sayap yang lebih aktif dalam membantu serangan membuat tugasnya lebih mudah. Jika saja bermain seperti ini dari awal musim, posisi di akhir musim Persib Bandung bisa saja lebih dari pencapaian sekarang.

Hasil dari Sebuah Adaptasi

Semua berjalan baik ketika Djanur membuat semua pemain beradaptasi kembali dengan seperti apa yang ia inginkan. Tuah positifnya muncul pada diri anak muda yang bernama Febri Haryadi. Cut inside, step-over, run wide with the ball, dan seabreg kemampuannya bisa diekplorasi dalam pola permainan.

Optimalisasi sisi sayap kembali menjadi salah satu kunci kebangkitan Persib Bandung setelah ditinggalkan Dejan Antonic. Kehilangan Zulham Zamrun untuk membela timnas tampaknya dapat diatasi dengan penampilan yang menawan untuk pemain seusia Febri.

Masih perlu bukti? Kim Kurniawan pada era Djanur merupakan gelandang yang memiliki mobilitas tinggi, determinasi yang tak kenal lelah serta tekel-tekel dalam memotong serangan lawan. 73 tekel telah ia kumpulkan dan menjadikannya pemain keempat dengan tekel terbanyak di ISC 2016. Berduet dengan Hariono, keduanya menunjukkan duet yang luar biasa sebagai double-pivot. Yang satu potong serangan, yang satu alirkan serangan.

Penampilan tersebut seolah menjawab kritikan pedas yang meluncur pada awal kedatangannya pada era kepemimpinan Dejan. Julukan “Anak Emas” berhasil ditanggalkan dan pada akhirnya ia telah mampu beradaptasi dengan baik pada peran yang diberikan oleh Djanur.

Kepercayaan yang diberikan kepadanya membuat pujian yang ia dapatkan setimpal dengan penampilan yang telah ia tunjukkan di lapangan. Lagi, adaptasi menunjukkan betapa pentingnya hal tersebut bagi pemain untuk bisa mememunculkan segenap kemampuannya di lapangan.

Pemain-pemain yang lain macam Diogo Ferreira, Marcos Flores dan Robertino Pugliara juga mulai menunjukkan sinarnya justru ketika liga akan berakhir. Permainannya terlihat padu dan kompak dengan tim. Waktu yang menunjukkan bahwa adaptasi mereka mulai berhasil dan berjalan dengan strategi yang dijalankan. Melihat 5-6 pertandingan terakhir menunjukkan bahwa mereka layak untuk bertahan di klub ini.

Adaptasi, adaptasi, dan adaptasi. Proses, proses, dan proses.

Seluruh hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya adaptasi bagi keberlangsungan tim. Waktu yang menunjukkan bagaimana keberhasilan dari adaptasi tersebut. Tanpa mengecilkan sosok dari Dejan Antonic, ia telah gagal untuk memasukkan faktor x tersebut dalam perhitungan keberhasilan taktik yang ia terapkan. Djanur telah menunjukkan bahwa proses adaptasi akan berjalan dengan baik jika kita sendiri telah mengetahui bagaimana filosofi bermain dari klub yang akan ditukangi.

Musim kali ini bisa dijadikan pelajaran agar tim maupun manajemen tidak melakukan perombakan secara masif. Agar di musim depan tak mengalami hal yang serupa, ada baiknya mempertimbangkan adaptasi dalam pemilihan pemain. Semua butuh proses, dan proses tersebut bernama adaptasi.

Penulis merupakan mahasiswa Ekonomi di salah satu universitas di Bandung. Mencintai Persib apa adanya dan biasa berkicau di @RevaCore. Segala opini dan isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis, di luar redaksi panditfootball.

.

Komentar