Singa Birmingham yang Kembali Marah Kepada Tuannya

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Singa Birmingham yang Kembali Marah Kepada Tuannya

Oleh: Muhammad Annaqib*

Akhir abad ke-19 adalah fase awal bagi Aston Villa untuk menancapkan fondasi yang kuat dalam sejarah sepak bola Inggris. Di bawah kapten Archie Hunter pada 1887, The Villans sukses menjuarai Piala FA untuk pertama kalinya. Stadion Kennington Oval menjadi saksi bagi Archie dkk., saat mereka mematahkan harapan para pemain West Bromwich dengan skor 2-0.

Trofi tersebut menjadi kebanggaan tersendiri. The Lions mampu mematahkan dominasi Blackburn Rovers yang telah menjuarai FA Cup empat tahun berturut-turut. Fondasi sejarah Aston Villa di ranah sepak bola Inggris juga ditorehkan lewat sosok William McGregor.

Tanggal 2 Maret 1888, McGregor sebagai orang yang sangat jatuh cinta kepada sepak bola,  mengirim surat ke beberapa klub seperti Bolton Wanderers, Preston North End, Blackburn Rovers untuk membuat liga sendiri.

Nama Aston Villa di akhir abad ke-19 sudah sangat mentereng. The Lions menjadi salah satu klub yang sudah menerapkan sistem gaji bagi para pemainnya. Surat edaran William McGregor yang saat itu berdiri selaku Direktur Aston Villa, menjadi cikal bakal lahirnya The Football League, liga bagi klub profesional Inggris & Wales.

Tujuh tahun kemudian, hegemoni Aston Villa benar-benar menggurita. Lima tahun bertur-turut, The Lions selalu membawa pulang trofi. Tahun 1894, singa dari Birmingham ini sukses meraih gelar Liga Inggris untuk kali pertama, trofi FA Cup tahun 1895 & 1897 dan juara Liga Inggris lagi pada tahun 1896 hingga 1900.

Era rise to prominence masih berlanjut di awal-awal abad ke-20. Meski Liga Inggris semakin kompetitif, namun singa Birmingham masih bisa menunjukkan gaungnya. Tahun 1910, mereka mengalahkan juara bertahan Manchester United dengan skor 7-1. Villa mengakhiri musim tersebut dengan trofi Liga Inggris yang membanggakan. Sayangnya, trofi tersebut sekaligus menjadi cerita manis yang butuh waktu lama untuk terulang kembali.

Setelah Perang Dunia I, perjuangan The Lions hanya sampai pada trofi FA Cup. Lebih parah lagi, di tahun itu salah seorang pemainnya, Tommy Ball menjadi korban pembunuhan. Alih-alih ingin memberi kado baik buat eks pemainnya tersebut, Villa justru kalah di final FA Cup dari Newcastle United pada 1923/1924.

Mimpi buruk The Lions berlanjut pada masa Perang Dunia II. Mereka mengalami degradasi kali pertama pada 1936. Perang Dunia memang membawa luka bagi semua klub. Tak terkecuali si singa salah satu pendiri Liga Inggris ini.

Datangnya Tuan Doug Ellis

Singa yang kehilangan aumnya berusaha mengembalikan jati diri. Doug Ellis, pengusaha berusia 44 tahun menjadi pemegang saham subtansial sejak tahun 1968-1975. Fans mendesak agar klub berbenah dan segera mengangkat Blue Army dari Divisi II. Tahun 1972, Aston Villa menjuarai Divisi II Liga Inggris, dan menjadi runner up Divisi I pada tahun 1975.

Rentetan prestasi tersebut menjadi angin segar akan kembalinya Aston Villa ke jalur juara. Tuan baru The Lions ini mengembalikan jati diri singa Birmingham. Tahun 1981 mereka sukses menjuarai Liga Inggris, disusul juara Piala Champions 1982 & Piala Super Eropa musim 1982/1983.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, The Villans & tuan barunya seperti daun yang diterbangkan angin sore hari. Tidak ada konsistensi pada setiap musimnya. Sempat meraih kabar baik di musim perdana Premier League (1992) dengan merebut posisi runner up di bawah Manchester United, Aston Villa mangkir di posisi kesepuluh di musim berikutnya. Bukannya membaik, musim 1994/1995 mereka hanya terpaut tiga angka dari zona degradasi.

Singa Birmingham kembali disibukkan dengan maung protes dari para fans. Gelombang protes berbunyi “Ellis Out” mengaung begitu kuat. Setelah mengenalkan Martin O’Neill, Agustus 2006, Ellis mundur sebagai pemegang saham mayoritas. Nasib The Lions kemudian ada di tangan tuan baru mereka, Randy Lerner.

Kampanye “Proud History-Bright Future” dimunculkan oleh tim sebagai bukti rebranding Aston Villa. Teks “Proud History-Broght Future” muncul dalam laga terakhir Premier League musim 2006/2007 dalam rangka perayaan 25 tahun Aston Villa menjuarai Liga Champions.

Kenyataannya, Lerner memang membawa angin surga di awal-awal kedatangannya. Aston Villa finis di urutan ke-11 di tahun perdananya menjadi pemilik klub. Tiga tahun berikutnya, The Lions konsisten mengakhiri musim di peringkat kelima. Tapi lima tahun terakhir, perjuangan Aston Villa sebatas lari dari zona degradasi.

Singa Birmingham mengalami nasib yang ironis musim ini. Sudah memasuki pekan ke-32, The Lions hanya mengumpulkan 16 poin. Butuh 15 poin lagi untuk membuat mereka sedikit bergeser dari zona merah. Fans di ambang kekhawatiran, akankah klub yang tidak pernah terdegradasi sejak berdirinya Premier League ini akan hilang dari kelas utama? Tinggal tujuh pekan tersisa. Kalau Singa Birmingham ingin lepas dari zona degradasi, tujuh partai harus diakhiri dengan kemenangan—sambil berharap Norwich City tidak banyak meraih kemenangan.

Sorotan kembali diarahkan kepada pemilik klub, bukan sosok yang menukangi klub tersebut.

"Mengapa simpati kami beralih pada seorang manajer yang sudah terbukti gagal?” ucap salah seorang fans seperti dikutip The Guardian (30/03/16). Kebijakan Lerner dianggap tidak mendukung prestasi klub. “Jendela Januari berakhir pada 2 Februari dengan nol investasi, tidak satu pun pemain bergabung dengan skuad,” lanjutnya.

Saat masih ditangani Tim Sherwood, ketidaksinkronan terjadi antara kebijakan pelatih dan pemilik klub.

“Klub ini memiliki sebuah komite transfer, di mana aku termasuk di dalamnya. Aku menyodorkan nama-nama yang kuinginkan,” ucap Sherwood setelah pemecatan.

“Akan tetapi manajemen membawa pemain-pemain yang tidak begitu paham dengan sepak bola Inggris,” lanjutnya.

Kali ini, singa Birmingham sangat marah kepada tuannya. Dalam laga melawan Chelsea akhir pekan kemarin, kampanye “Out The Door On 74” digalakkan oleh para fans. Mereka keluar stadion saat peertandingan memasukin menit ke-74, menyesuaikan dua angka terakhir tahun kelahiran The Lions.

Sangat ironis menjadi Aston Villa musim ini. Ironi karena Aston Villa adalah klub yang mempunyai fondasi kuat di jagat sepak bola Inggris. Ironi karena mereka kurang jodoh dengan trofi di era sepak bola modern—trofi Piala FA tahun lalu (ralat: runner up) kurang bisa mengobati kekecewaan fans terhadap kebijakan klub.

Kalau pun harus terdegradasi, musim depan akan menjadi reuni yang pahit dengan tim-tim pendiri Football League. Mereka akan bertemu rival abadi, Birmingham City, yang hingga hari ini masih berada di urutan kesembilan Divisi Championship. Mereka juga akan bertemu dengan Blackburn Rovers, Bolton Wanderers, dan Preston North End, kesebelasan-kesebealsan yang di dulu menjadi raja di Piala FA dan awal bermulanya Liga Inggris. Sebuah reuni yang tidak diinginkan, bukan?

Sampai di sni, wajar jika fans mengangkat satu pertanyaan dalam laga akhir pekan kemarin, “Proud History What Future?” Mereka bangga dengan sejarah klub, tapi entah-bagaimana dengan masa depan klub kesayangan mereka.

foto: bbc.co.uk

*Penulis adalah writer & blogger. Saat ini bekerja sebagai Content Developer di salah satu digital agency di Jakarta Selatan. Berakun twitter @naqib_najah

ed: fva

Komentar