Teknik Dasar Menulis Sepakbola

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Teknik Dasar Menulis Sepakbola

Sebelum 2009, penulis daring sepakbola baik blog atau esai di media di Indonesia masih sedikit. Jumlahnya mungkin tidak sampai 10 jari. Berkat era jejaring sosial, kini jumlahnya semakin banyak. Tak hanya soal jumlah, tapi genre tulisannya pun semakin beragam. Mulai dari sejarah sepakbola hingga analisa taktik yang njelimet. Namun di tengah kabar gembira itu, ada beberapa hal yang rasanya masih agak mengganjal.

Penulis sepakbola daring saat ini punya kemampuan berpendapat dan analisis yang komprehensif. Mengagumkan. Tapi hal itu tak dibarengi cara bertutur yang baik. Tidak disertai cara menulis yang sesuai kaidah. Ini bukan soal salah atau benar. Tak ada hukum itu dalam dunia menulis, kecuali Anda bekerja di sebuah media atau sedang menulis skripsi. Tapi tulisan yang baik akan membuat pembaca relatif nyaman.

Sejatinya, tulisan dibuat untuk segala kalangan pembaca. Dalam tulisan sepakbola, Anda harus menganggap semua pembaca belum tahu. Bila ada pembaca yang justru sudah tahu, itu perkara lain lagi. Itu sebabnya atribusi menjadi penting.

Coba simak pembuka dua tulisan yang belum lama saya temukan. Kira-kira begini pembukanya:

"Ronaldo akhirnya berhasil menyisihkan pesaing beratnya Messi, untuk meraih Ballon d`Or 2013."

"Seedorf kembali ke klub lamanya, AC Milan. Dia menggantikan Allegri yang sudah dipecat."


Dua contoh kalimat pembuka di atas itu bagus dan benar secara fakta. Tapi menjadi aneh bila pembacanya tak tahu nama-nama yang disebutkan di sana. Anda mungkin saja akan menjelaskan siapa Ronaldo dan siapa Messi di kalimat berikutnya. Tapi untuk pembaca yang belum tahu, ini akan mengganggu di awal. Atribusi singkat harus disertakan sejak penyebutan pertama.

Bila Anda mau menyebut Ronaldo, sertakan juga dari awal bahwa dia pemain dari Portugal dan berkarir di Real Madrid. Boleh juga dengan atribusi lainnya: seperti mantan pemain Manchester United, kapten timnas Portugal termuda sepanjang sejarah, dll. Demikian pula Messi yang dari Argentina dan bintang Barcelona. Jangan ditunda sampai paragraf kedua, ketiga, dan seterusnya.

Nama pelaku secara lengkap juga sebaiknya ditulis di awal atau pada penyebutan pertama kali dalam tulisan. Lengkap di sini maksudnya sesuai dengan kebiasaan tulisan di koran-koran atau media daring. Tapi cukup David Beckham, tak perlu selengkap David Joseph Beckham. Bila di awal sudah lengkap, selanjutnya cukup nama populernya, panggilannya, nick name, atau nama yang biasa dikenal saja atau bahkan variasi dari opsi-opsi nama itu tadi. Pertama Sir Alex Ferguson (SAF), berikutnya bisa Sir Alex, Ferguson, atau bahkan SAF.

Kekurangan yang sering terjadi berikutnya adalah penulisan nama yang mubazir dan kata berulang-ulang (redundant). Dari awal hingga akhir tulisan selalu ditulis Luis Suarez. Sebaiknya jangan ragu menggunakan atribusi dia sebagai pemain dari Uruguay, Kapten Liverpool, berusia 26 tahun, eks pemain Ajax, tingginya sekian, golnya yang sudah dicetaknya sekian, dan sebagainya. Menggunakan atribusi pengganti nama akan membuat tulisan Anda menjadi kaya -- setidaknya mengurangi pengulangan yang terus menerus dari awal sampai akhir. Selain itu Anda akan dinilai pembaca punya pengetahuan lengkap tentang pemain, fenomena, atau klub yang sedang dibahas.

Selanjutnya, hindari membuat kalimat retorika atau normatif. Pembaca, entah suka sepakbola atau tidak, pasti tahu bahwa setiap tim olahraga harus menang. Jadi jangan hanya menulis "AC Milan yang kini diwajibkan menang" tanpa menyebut alasannya. Jangan mau puas menjadi datar, amat disarankan juga untuk menanjak, menurun, atau bahkan menikung.

Praktik umum lainnya yang sebaiknya dihindari adalah menggambarkan sebuah keadaan tanpa menunjukkan bukti. Tulisan sebaiknya menunjukkan (show), bukan cuma memberi tahu (tell). Show them, do not tell them. Jadi, hindari menulis "Kita tahu Robin van Persie sudah menyumbang banyak gol untuk Manchester United" tanpa dijelaskan berapa golnya. Demikian pula kalau menulis "besar" ya mesti digambarkan berapa besarnya. Lebih bagus lagi beri perbandingan. Entah dengan pemain lain atau dengan catatannya di musim lalu atau bahkan di klub lama.

Kelemahan lain yang perlu dibenahi adalah menyambung alur dari satu paragraf ke paragraf berikutnya. Anda tak perlu memahami sintaksis untuk melakukannya. Tapi memberi pengait dan penekanan dalam pergantian paragraf menjadi penting. Jangan pernah ragu menggunakan kata-kata penghubung. Misalnya, "jadi", "namun/tapi", "meski begitu", dan sejenisnya. Ini juga akan membantu Anda memecah buah pikiran dan data dengan lebih cair dari satu paragraf ke paragraf berikutnya. Cobalah membuat alur dengan langkah seperti layaknya karya ilmiah. Pendahuluan, latar belakang, masalah, solusi, kesimpulan. Ambil filosofinya.

Tentu saja, saya tak berharap tips ini justru akan membuat tulisan Anda kaku. Ini hanya untuk memoles sedikit saja. Sekali lagi, menurut saya, tak ada istilah benar-salah dalam sebuah tulisan. Ini hanya masalah kemasan. Seperti juga perlunya ejaan, kosa kata, dan EYD yang benar. Menulislah terus, belajarlah selalu, rajin membaca, dan mengamati. Itulah kunci mencapai keahlian menulis.

Dikirim oleh: Hedi Novianto (@hedi)

Komentar