Agar "Dosa" Vidal di Jalanan Santiago Terlupakan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Agar

Dikirim oleh: Ahmad Ritauddin*

Di tengah perhelatan Copa America 2015, tuan rumah Chile justru dikejutkan dengan kejadian tak mengenakkan yang justru terjadi di luar lapangan. Bintang mereka, Arturo Vidal, mengalami kecelakaan mobil di jalanan Kota Santiago. Jika hanya itu kejadiaannya, berita itu terkesan biasa saja. Bahwa pemain Juventus itu menyetir di bawah pengaruh alkohol, itu baru berita menarik.

Vidal, yang oleh publik tuan rumah diharapkan bisa menghadirkan prestasi di Copa America pada edisi kali ini, malah melakukan tindakan indispliner di luar lapangan. Berdasarkan investigasi kepolisian Chile, kandungan alkohol di tubuh Vidal saat kejadian, melebihi ambang batas aturan yang diperbolehkan. Bahkan, kecelakaan itu nyaris menghabisi nyawa istrinya sendiri, Maria Teresa Matus.

Publik Chile meradang. Pada turnamen besar seperti Copa America, seluruh pemain diwajibkan fokus mengejar prestasi, terlebih Chile berperan sebagai tuan rumah. Namun, Vidal malah melakukan hal memalukan. Ia mabuk, tapi tetap memaksa menyetir, lalu kecelakaan; pulang dari kasino pula.

Kritik pun mengalir deras ke arah Vidal. Pelatih Chile, Jorge Sampaoli, pun tak lepas dari kritik. Sampaoli dianggap tak mampu mengendalikan perilaku para pemainnya di luar lapangan. Sampioli memang membebaskan anak asuhnya dari jam malam untuk turnamen ini—satu hal yang sulit terjadi jika Vidal bermain di klub di Eropa.

Vidal merupakan pemain penting bagi La Roja, julukan tim nasional Chile. Bersama Alexis Sanchez, ia begitu diandalkan untuk mengantarkan prestasi bagi Chile, apalagi pada musim lalu ia sukses membawa Juventus meraih scudetto dan melangkahkan kaki hingga partai final Liga Champions.

Juventini menjulukinya sebagai Il Guerriero, Sang Prajurit. Julukan ini tak lepas dari gaya bermainnya yang keras dan tekel-tekel yang mampu menciutkan nyali lawan, seperti yang ia tunjukan kepada fantasista-fantasista Barcelona pada partai final Liga Champions.

Masa Kecil Menyedihkan

Gaya bermain itu tak lepas dari masa kecilnya yang menyedihkan. Seperti kebanyakan pemain Amerika Latin, Vidal kecil dibelenggu kemiskinan. Keluarganya pun seringkali tak memiliki sepeser pun uang untuk membeli makanan. Di tengah itu semua, Vidal mengasah bakatnya bermain bola di jalanan berbatu; jatuh dan terluka adalah hal biasa.

Pemandu bakat dari Colo-colo, salah satu kesebelasan tersukses di Chile, menemukan bakatnya pada usia 18. Karir profesionalnya pun dimulai. Ia bermain konsisten selama tiga musim di Liga Chile yang membuat Bayer Leverkusen tertarik memboyongnya ke Jerman pada 2007.

Petualangannya di Benua Biru pun dimulai. Ini adalah petualangan yang diimpikan oleh hampir semua pesepakbola muda Amerika Latin. Ketatnya persaingan di Bundesliga serta apiknya tata kelola sepakbola Jerman, menempanya menjadi seorang gelandang brilian. Sebanyak 117 penampilan dikoleksinya selama empat musim membela kesebelasan yang dimiliki perusahaan obat-obatan ini.

Vidal pun tak kuasa menahan minat kesebelasan besar Eropa yang meminati permainan apiknya. Si Nyonya Tua-lah yang beruntung mendapatkannya pada musim panas 2011. Mahar senilai 10,5 juta euro yang dibayar Juventus terasa sangat murah jika melihat estimasi harganya saat ini yang mencapai 40 juta euro berdasarkan transfermarkt.

Sejak itulah Vidal menjadi poros utama di lini tengah Juventus. Ia mampu berkolaborasi dengan para maestro lapangan hijau seperti Andrea Pirlo dan Claudio Marchisio. Vidal pun menjelma menjadi gelandang box-to-box terbaik di dunia. Ia kuat dalam bertahan dan ganas dalam membantu serangan. Ia merupakan gelandang modern yang diinginkan semua pelatih untuk berada dalam tim.

Kesialan Vidal

Kisah karirnya yang gemilang itu seakan berbanding terbalik dengan kesialan yang menimpanya di pinggiran Santiago malam itu. Setelah kecelakaan itu, dia sempat menyerang polisi yang menangkapnya. Beruntung buatnya, hanya surat izin mengemudinya yang  dicabut dan bukan posisinya di tim nasional Chile.

Vidal memang tak jadi dicoret dari tim setelah kejadian itu—sebuah hal yang patut disyukurinya. Ini juga menjadi bukti bahwa La Roja amat membutuhkan pemain dengan sosok seperti Vidal. Faktanya, Vidal telah mencetak tiga gol dari tiga pertandingan penyisihan grup. Jika ia bukan pemain yang begitu penting, bukan cuma dicoret dari tim, ia pun bisa kehilangan karirnya di tim nasional.

Vidal menggelar jumpa pers keesokan harinya. Sambil menangis dia mengakui kesalahanya di depan publik Chile. Sementara itu, tersiar kabar dari Inggris, klub yang selama ini memburunya, Manchester United, telah mengurungkan niat untuk merekrutnya. Padahal setelah dua musim buruk yang dilalui United, mereka sangat membutuhkan pemain seperti Vidal untuk mengembalikan muruahnya di Liga Inggris dan Eropa.

Apa yang terjadi, terjadilah. Hanya satu yang bisa menjadi penebus dosanya saat ini: mengantar La Roja berjaya di tanah sendiri. Jika dia mampu melakukannya, publik Chile tak akan lagi mengingat dosanya. Chile kini hanya berjarak dua pertandingan dari gelar juara.

Seperti apa yang terjadi pada Vidal, setiap manusia memang seharusnya mengikuti perbuatan buruk dengan perbuatan baik sebagai penghapusan dosa.

Dan Vidal punya kesempatan menebus dosa itu dengan bermain sebaik-baiknya dan membawa Chile juara Copa America. Barusan saja Chile berhasil menghempaskan Uruguay di babak perempatfinal. Ada dua laga lagi, semifinal dan final (jika lolos), yang akan membuat kecelakaan dan mabuk-mabukan Vidal akan dilupakan atau jika pun dikenang tak lebih sebagai cerita sepele dan tidak penting.

Sumber gambar: https://thethaotructuyen.vn/


Penulis tinggal di Jember, aktif di media sosial dengan akun @NinoFortissimo

Komentar