#SIV88ACK adalah Bambu Runcing Kami

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

#SIV88ACK adalah Bambu Runcing Kami

Dikirim oleh Ahmad Arif Chusnuddin

18 Juni 2015 kali ini bertepatan dengan 1 Ramadan 1436 H. Dan 18 Juni yang bertepatan dengan awal Ramadan menjadi momen yang sangat bermakna bermakna bagi para pendukung Persebaya. Bagaimana tidak? Hari di kala Persebaya merayakan ulang tahunnya yang ke-88 justru berbarengan dengan dimulainya bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam.

Sejarah mencatat bahwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 juga berlangsung di tengah suasana khusuk bulan Ramadan. Tentu, banyak doa dan harapan yang terbersit di benak para pendukung Persebaya. Salah satunya mereka berharap agar Persebaya bisa segera siuman dari pingsannya selama kurang lebih 2 tahun karena “pembiusan” oleh PSSI.

Bisa kita lihat di media sosial, khususnya twitter, mulai banyak kicauan dengan tagar #SIV88ACK.

Saya percaya, ditindas oleh PSSI justru tidak akan mematikan Persebaya. Alih-alih mati, Persebaya justru semakin membesar. PSSI rupanya lupa mereka sedang menghadapi arek-arek Suroboyo yang api perjuangannya tidak akan pernah padam kala ditindas. PSSI kiranya juga lupa membuka lembaran sejarah. Ada fakta sejarah di Indonesia ketika satu komunitas direpresi, maka komunitas itu bukannya akan mati, namun justru semakin berapi dan mengundang simpati.

Bonek yang memang militan justru sekarang semakin loyal kepada Persebaya. Bonek semakin royal mengeluarkan sumber dayanya untuk membela kehormatan Persebaya. Yang simpati pada Persebaya bukan hanya Bonek, tapi siapapun yang hatinya bergetar melihat penindasan.

Apa yang diucapkan Che Guevara, “Jika hatimu bergetar melihat penindasan, maka engkau adalah kawanku!”, benar-benar menjadi kenyataan di Surabaya.

Lantas apa makna dari #SIV88ACK? Ide tagar tersebut muncul saat saya dan teman-teman sedang cangkrukan di Warkop Pitulikur bersama Cak Tulus  Budi (sesepuh Bonek Jogja). Diawali oleh Cak Tulus yang bertanya kepada kawan-kawan, “Kira-kira tagar apa yang akan kita gunakan saat Persebaya ultah?”

Kemudian kami mulai berpikir dan mencari. Ada #Perse8aya8angkit, ada #Perse88aya #Persebaya88 dan akhirnya muncul #SIV88ACK. #SIV88ACK adalah bambu runcing para Bonek yang sanggup menggelorakan etos dan semangat juang demi kedaulatan Persebaya.

Awalnya saya tak begitu memikirkan makna lebih dalam dari #SIV88ACK dan hanya berpikir bahwa selama ini mayoritas Bonek melakukan klaim pembenaran untuk pembeda antara Persebaya (1927) dengan Persebaya bentukan PSSI dengan mengangkat opini tentang “Sejarah”. Berkaca dari hal tersebut, saya sepakat dengan usulan menggunakan #SIV88ACK. Karena SIVB adalah cikal bakal Persebaya. Historia magistra vitae, sejarah adalah guru terbaik, begitu kata bijak yang bisa kita pegang.

Awal bulan Juni, #SIV88ACK mulai digunakan oleh kawan-kawan, baik sebagai nickname akun twitter maupun status di media sosial lainnya. Lalu, saya mencoba mengintepretasikan #SIV88ACK dengan menengok sejarah perjuangan awal terbentuknya Persebaya.

Dengan segala keterbatasan dan hanya bermodalkan semangat, berdirilah sebuah bond (klub) sepakbola di Surabaya. Bisa dikatakan, terbentuknya bond yang kemudian diberi nama Soerabaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) merupakan bagian dari alat perjuangan kaum bumiputera dalam berkontestasi dengan alat-alat politik dan ideologis dari kolonialisme. Para pemainnya pun berlatih dan bertanding di Lapangan Pasar Turi dengan “cekeran”.

Ya, setidaknya ada kesamaan nasib para pendahulu SIVB dengan keadaan Persebaya kita saat ini. Bedanya hanya terletak pada siapa lawan yang dihadapi. Dulu lawannya berkulit putih, kini sama-sama berkulit coklat dan sawo matang.

Seperti yang pernah diucapkan Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, sedangkan perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.

Dulu, lawan yang dihadapi oleh pendahulu kita adalah para penjajah asing sedangkan lawan yang kita dihadapi saat ini adalah PSSI, induk sepakbola Indonesia, yang justru ironisnya ikut didirikan oleh SIVB itu sendiri. Jika membuka salah satu edisi majalah Pandji Poestaka terbitan tahun 1927, bisa ditemukan hasil kongres IVB (Indonesische Voetbal Bond) yang berlangsung pada 1-2 Oktober 1927 di gedung Studie Club. Di sana disebutkan SIVB merupakan salah satu bond yang hadir. Bahkan ketika PSSI resmi dibentuk pada 1930, SIVB juga berada di momen kelahiran PSSI sendiri.

Menyedihkan sekali jika SIVB alias Persebaya justru harus berhadapan dengan anak yang dulu ikut dilahirkannya: PSSI.

Apa boleh bikin. Sekali lagi, jika berkaca pada sejarah, kita akan mendapatkan keyakinan bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. Hal itulah yang lantas saya gunakan untuk memaknai #SIV88ACK. Singkatnya, saat ini, kami sedang mengemban amanat api semangat para pendahulu untuk mengembalikan Persebaya.

Terakhir, para pendahulu sudah melakukan tugasnya membentuk SIVB (Persebaya), maka sekarang adalah tugas kita untuk menjaga apa yang sudah diwariskan oleh mereka. Para pendahulu yang melahirkan, maka kamilah kini yang harus merawatnya. Jika para pendahulu mengorbankan dan mengambil risiko dengan mendirikan SIVB, maka kini kamilah yang harus mengorbankan diri dan mengambil risiko untuk merawat dan membangkitkan kembali Persebaya.

Seperti salah satu pesan mural dari CAP 12: “Persebaya Warisan Sing Kudu Dijogo”.

Selamat ulang tahun PERSEBAYA ke-88. Cepatlah kembali, kami rindu padamu.

Penulis: Ahmad Arif Chusnuddin, mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga yang sangat mencintai Persebaya. Bisa dihubungi melalui akun twitter: @Chusnuddin99

Komentar