Kenangan Manis dan Pahit Timnas Indonesia di Negeri Ginseng

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kenangan Manis dan Pahit Timnas Indonesia di Negeri Ginseng

Setelah sekian lama absen akhirnya Indonesia kembali tampil di ajang Asian Games. Dan sore nanti timnas U-23 akan tampil melawan Timor Leste untuk mengawali laga perdana di ajang ini. Di ajang Asian Games sebenarnya ada sejumput prestasi yang bisa dijadikan motivasi untuk anak-anak garuda muda ini. Prestasi tersebut terjadi pada gelaran Asian Games 1986 yang juga dihelat di Korea Selatan tepatnya di kota Seoul.

Sebelumnya Indonesia terakhir kali mengikuti ajang sepakbola di Asian Games 1970 di Bangkok, Thailand. Pada saat itu, timnas menempati posisi ke 5. Timnas asuhan Endang Witarsa pada saat itu hanya meraih dua poin di fase grup pertama saat melawan Iran dan tuan rumah Korea Selatan.

Meski begitu timnas Indonesia yang dikomandoi oleh Soetjipto Soentoro dan kawan-kawan tetap lolos ke babak perempat final yang juga memakai sistem grup. Pada fase ini, Indonesia justru tidak memperoleh poin satupun. Mereka takluk dari India 3-0 dan Jepang 1-2. Satu-satunya gol pada saat itu diciptakan oleh Jacob sihasale. Menempati posisi juru kunci di Grup A, Indonesia harus berhadapan dengan Thailand yang menjad juru kunci di grup B dalam partai perebutan tempat ke 5.

Setelah vakum dalam tiga gelaran Asian Games, akhirnya timnas Indonesia kembali mengirimkan kontingen di cabang sepakbola pada tahun 1986.

Ditengah kevakuman tersebut Indonesia sebenarnya memiliki prestasi yang sangat membanggakan. Timnas Indonesia yang saat itu diwakili oleh PSSI A menjadi juara Piala Sukan di Singapura pada tahun 1973. Pada tahun 1976, Indonesia nyaris menuju Kanada dalam memperebutkan tiket Olimpiade 1976. Indonesia kalah dramatis adu penalti dari Korea Utara.

Prestasi lebih membanggakan diraih ketika pada tahun 1979 Indonesia mengikuti kejuaraan Piala dunia U-20 di Jepang meski pada saat itu Indonesia yang dimotori Bambang Nurdiansyah menjadi bulan-bulanan Argentina, Polandia, dan Yugoslavia. Selain turnamen turnamen tadi, Indonesia juga sempat beberapa kali tampil di ajang Anniversary Cup, King Fahd Cup, dan Merdeka Games.

Pada Asian Games 1986, kesebelasan Indonesia dipimpin oleh pelatih Bertje Matulapelwa. Sebelum berangkat ke Seoul, Bertje mengadakan pemusatan latihan selama satu bulan di Brazil. Selama pemusatan latihan itu timnas menghabiskan dana hampir kurang lebih 200 juta, angka yang cukup besar ini cukup dipegunjingkan oleh media.

Ada ketakutan berlebih kenapa Bertje mengajak anak asuhnya ke Brasil, pasalnya di Asian Games 1986 Indonesia berada dalam grup maut yang diisi oleh Qatar, Arab Saudi, dan Malaysia. Qatar disebut-sebut sebagai tim yang paling kuat karena pada saat itu mereka diasuh oleh duo Brazil Dino Sani dan Julio Espinoza

Tak hanya dari sisi eksternal. Dari sisi internal, Berteje dipusingkan dengan dua kelompok pemain asal Perserikatan dan Galatama yang belum akur.  Sulit untuk memutuskan memilih dua pemain berkualitas lini depan dan belakang yakni Ricky Yacobi atau Adolf Kabo. Robby Darwis atau Jaya Hartono.

Pada lini depan misalnya Bertje merasa sistemnya tidak berjalan dengan baik apabila Ricky dan Adolf  diduetkan secara bersamaan. Pada akhirnya Bertje memilih untuk memainkan Adolf Kabo pada duel pertama melawan Qatar. Perjudian Bertje bisa dibilang berhasil ketika Kabo mencetak gol pada menit ke 68. Namun sayangnya gol tersebut hanya menjadi gol penyeimbang karena pada menit ke 29 Indonesia sudah kebobolan lewat gol dari Khalid Salman.

Pada pertandingan kedua timnas takluk dari raksasa asia barat lain yaitu Arab Saudi. Dua gol dari Majed Abdullah di lima menit terakhir pertandingan membuat Indonesia mau tidak mau harus menang di pertandingan terakhir melawan Malaysia. Selain harus menang, timnas juga ditakutkan oleh adanya indikasi main mata yang dilakukan Qatar dan Arab Saudi di partai terakhir. Arab Saudi yang sudah mengantongi empat poin (kemenangan pada saat itu dinilai dua poin) sudah memastikan diri lolos ke babak perempat final.

Sayangnya tuduhan main mata tersebut tidak terbukti karena gol yang dibuat oleh Mohaisen Al jam’an ke gawang Qatar menghidupkan kembali peluang anak-anak garuda. Timnas akhirnya melaju ke babak perempat final setelah mengalahkan Malaysia 1-0 lewat gol Jonas Sawor. Timnas dengan tiga poinnya berhasil mengungguli Qatar yang hanya memperoleh dua poin.

Tim jazirah Arab nampaknya berjodoh dengan timnas. Pada babak perempat final, Indonesia melaju dengan dramatis ketika berhasil menyingkirkan Uni Emirat Arab dalam babak adu penalti. Sempat tertinggal dua kali, Ricky Yacoub dan Jaya Hartono menjadi penyelamat timnas Indonesia lewat gol-golnya.

Dewi fortuna menaungi timnas dalam babak adu penalti. Indonesia menang 6-5 dan bersiap menghadapi tuan rumah Korea Selatan pada babak semifinal. Sayangnya tuan rumah masih terlalu kuat bagi timnas Indonesia. Robby Maruanaya dan kawan-kawan diluluh lantakan dengan skor 4-0. Mental Indonesia sulit untuk bangkit hingga pada perebutan medali perunggu, timnas kembali takluk dengan skor telak 0-5 dari Kuwait.

Ditengah kesuksesan dan hancur leburnya timnas di Korea Selatan, lolosnya Indonesia ke semifinal adalah prestasi tersendiri, mengingat semifinal adalah capaian paling jauh dari timnas  negeri ini.

Karena itu menarik untuk menantikan kiprah garuda muda di Asian games Incheon mendatang. Semoga Rizky pellu dan kawan-kawan bisa memberikan hasil yang baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga.

Tulisan dikirim oleh M Ajie Rahmansyah berakun twitter @ajielito

Komentar