Sepak Bola Melalui Kacamata Ilmu Komunikasi

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Sepak Bola Melalui Kacamata Ilmu Komunikasi

Oleh: Satrio Bagus Prabowo


“one cannot not communicate”  - Paul Watzlawick

Kutipan di atas adalah prinsip komunikasi. Prinsip ini memiliki arti tentang segala sesuatu pasti berhubungan dengan komunikasi. Mulai dari bentuk verbal yang berupa kata-kata, bahasa, ucapan, dll hingga non Verbal yang teraplikasi dalam gerakan, emosi, ekspresi, dan sebagainya.

Entah apa yang terjadi, sepak bola tiba-tiba datang dan mengganggu pembelajaran saya tentang prinsip komunikasi. Kalau dipikir, permainan mengolah bola dengan kaki ini juga dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi. Dimulai dari tindakan para pemain, pelatih, wasit, sampai mereka yang berteriak menyerukan nama tim yang didukung.

Sebut saja berbagai selebrasi yang dilakukan para pemain sesaat setelah mencetak gol. Diving Luis Suarez di hadapan David Moyes, saat Liverpool kontra Everton tahun 2012 lalu. Sepintas terlihat aneh bagaimana striker Liverpool ini menjatuhkan dirinya dihadapan bench pemain Everton.

Namun, jika ditelusuri lebih lanjut Suarez melakukan hal ini bukan tanpa maksud. David Moyes yang kala itu masih melatih Everton – memberikan opini yang sedikit menyakiti Suarez dalam wawancara sebelum pertandingan digelar. “I think it is a discussion to be had. I don't think supporters like the idea of players going down easily.” Kata Moyes saat ditanya wartawan tentang Luis Suarez.

Bisa disimpulkan dari ucapan tersebut bahwa ”pemain yang terlalu gampang jatuh (diving) tidak disukai oleh penonton”. Dengan selebrasi diving yang dia lakukan, mungkin mencoba berucap bahwa dia masih mampu membuat kagum penonton sepak bola dengan golnya, walaupun sering jatuh. Lucunya setelah melihat aksi striker berkebangsaan Uruguay melakukan selebrasi konyol itu, usai pertandingan Moyes berucap “I thought it was great,I absolutely quite like that….”

Contoh komunikasi dari selebrasi gol tak hanya terhenti disitu. Giorgos Katidis, pemain yang merumput bersama klub AEK Athens ini dinilai sangat tidak pantas melakukan selebrasi “salam nazi”. Katidis mencetak gol kemenangan dan dengan sangat antusias ia melepas seragam timnya dan berlari lalu mengangkat tangan kanannya, persis seperti Hitler saat mengakhiri pidato pada era otoriter Nazi di Jerman dahulu.

Hasilnya, karir pemain tengah bersama Timnas Yunani harus berakhir lantaran hukuman larangan bermain seumur hidup yang dijatuhkan federasi sepak bola Yunani kepada dirinya. Ironisnya, Katidis beranggapan bahwa dia tidak bermaksud melakukan gerakan tersebut, ia juga menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui arti dibalik gerakan tersebut. Namun apadaya, Komunikasi adalah soal persepsi yang diterima komunikan (penerima komunikasi).

Masih banyak contoh lainnya dari selebrasi pemain setelah mencetak gol. Mirko Vucinic yang melepas celananya juga bisa dikatakan tindakan komunikasi, walaupun dia mengklaim itu terjadi secara spontan. Namun kembali ke prinsip komunikasi, suatu tindakan tidak terlepas dari komunikasi. Menurut saya, Mirko Vucinic mungkin ingin melakukan tindakan berbeda dari kebanyakan pemain yang melepas baju setelah mencetak gol.

Beralih dari selebrasi menuju tindakan wasit. Pernakah anda mendengar atau bahkan merasakan wasit yang berat sebelah? Sejatinya wasit merupakan pengatur lapangan yang adil. Namun pada beberapa pertandingan bisa saja “dianggap” oleh penonton atau pemain memihak kepada salah satu tim. Anggapan inilah yang disebut pemberian makna dari komunikan

Gol “tangan tuhan” Maradona ke gawang Inggris di piala dunia 1986 contohnya. Berapa banyak warga Inggris yang mengecam tindakan wasit saat itu? Caci maki mungkin tertuju pada hakim yang saat itu menggunakan baju berwarna hitam, namun gol tetaplah gol dan tidak dapat diganggu gugat. Hal inilah menjadi salah satu faktor kekalahan Inggris saat itu.

Hal lainnya justru terjadi di dataran Inggris sendiri akhir akhir ini. FA selaku federasi sepak bola Inggris kerap kali mendapat pertanyaan besar tentang kredibilitas Howard Webb dalam memimpin pertandingan, terlebih saat memimpin pertandingan Manchester United.

Dalam statistik dari transfermarkt.co.uk. Selama Howard Webb memimpin pertandingan Man United, dimulai dari tahun 2005 sampai 2014, wasit berkepala plontos ini sudah memberikan 10 penalti, jumlah yang masih dibilang rata-rata memang, namun hal unik lainnya adalah saat Howard Webb memberikan penalti untuk MU tersebut, rata-rata skor akhir pertandingan berbuah kemenangan tipis untuk MU, atau berakhir seri.

Pertanyaannya adalah, apakah Howard Webb melakukan hal tersebut dengan sengaja ataukah kebetulan belaka? Seperti kejadian Katidis tadi, publik sebagai komunikan telah memberi makna atas perilaku yang terjadi.

Di Indonesia sudah dianggap biasa kejadian pengeroyokan wasit. Maka dari itu, semoga tulisan ini mampu menyadarkan kita semua, termasuk penulis, untuk tidak menyalahkan wasit begitu saja, tanpa ada pertimbangan yang jelas.

Dari wasit beranjak ke supporter. Ribuan orang rela berteriak, bahkan sampai rela mati demi tim yang didukungnya. Dukungan berupa nyanyian, gerakan, banner/spanduk, bendera, bahkan hal-hal kecil seperti asesoris pun mampu dikategorikan menjadi komunikasi.

Lagu-lagu yang dilantunkan dari tribun penonton dengan maksud menyemangati para pemain sudah menjadi hal yang biasa didengar saat anda menonton langsung pertandingan sepak bola di stadion-stadion. “Garuda di Dadaku” misalnya yang sudah seperti lagu wajib saat Timnas Indonesia bertanding.

Kalimat-kalimatnya yang menggugah semangat, sangat cocok dinyanyikan dari “pemain Ke-12” ini. Bukan hanya soal semangat, Garuda di dadaku juga mempunyai lirik berisi secercah doa dan keyakinan bahwa hari ini (saat Timnas bertanding), seluruh pendukung meyakini akan kemenangan yang diraih.

Warna-warni Tim juga melekat pada supporter yang seolah mewakili kata-kata “ini lho tim ku”. Persebaya dengan warna hijaunya, Persija dengan warna oranye, Persib dengan warna biru, dan lain sebagainya mampu membuat sebuah pemandangan menakjubkan saat mereka berdiri berdampingan mendukung tim kesayangannya.

Spanduk dengan kata-kata serta gambar indah nan menarik untuk memberikan pesan-pesan tersirat dibentangkan. Bukan hanya spanduk, tambahan lain kerap hadir pada saat pertandingan sepak bola, sebut saja boneka singa yang diletakan di samping lapangan oleh Supporter Arema Malang.

Hal diatas merupakan sedikit dari berbagai hal yang menyangkut ilmu komunikasi di dunia sepak bola. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua termasuk penulis untuk tidak seenaknya dalam mengambil makna. Juga sebagai langkah menuju sepak bola yang lebih indah, dan lebih baik.

*Penulis bernama Satrio Bagus Prabowo, Mahasiswa aktif S-1 Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga, Surabaya. Penggemar sepak bola yang mulai memperhatikan sepak bola bukan hanya dari segi banyaknya gol yang diciptakan. Berakun twitter @SsatrioO

Tulisan kiriman pembaca lainnya dapat dilihat di sini

Komentar