(Hampir Jadi) Wartawan Sepakbola Terbaik

Backpass

by redaksi

(Hampir Jadi) Wartawan Sepakbola Terbaik

Kalimat "Kalau wartawannya baik, maka timnasnya juga baik" yang keluar dari mulut Edy Rahmayadi sudah terlalu mainstream dan tidak lucu lagi. Namun itu kan urusannya dengan timnas. Bagaimana kalau dengan FIFA? Apakah jika wartawannya baik, FIFA juga akan baik?

Lekat dengan berbagai macam kasus korupsi, mungkin jauh lebih mudah merenovasi 50 ribu stadion daripada mereformasi FIFA, apalagi pada rezim Sepp Blatter. Kekuasaan FIFA rezim tersebut (1998-2015) sangat superior. Mereka seperti memiliki kuasa atas suatu negara jauh lebih tinggi dari siapapun.

Blatter sudah bekerja di FIFA sejak 1975. Sejak Kongres FIFA ke-51 di Paris (1998) di mana Blatter mengalahkan João Havelange (yang punya banyak kasus) untuk menjadi Presiden FIFA, dia terus berhasil memenangi pemilihan Presiden FIFA pada tiga kongres berikutnya. Pada kongres ke-61 di Zürich (2011) bahkan dia menjadi kandidat tunggal setelah Mohammed Bin Hammam mengundurkan diri dari pencalonan.

Aroma serupa terulang kembali pada kongres ke-65 di Zürich (2015). Pada voting, Blatter sebenarnya unggul atas Pangeran Ali bin Hussein. Namun karena keunggulannya tak sampai dua per tiga suara, maka dilakukan pemilihan tahap kedua. Pada voting tahap kedua ini lah Pangeran Ali tiba-tiba mengundurkan diri, sehingga Blatter terpilih kembali menjadi presiden.

Meski kemudian Blatter menyatakan mengundurkan diri tidak lama setelah itu, tetap saja terlihat sangat sulit menyaingi Blatter dalam pemilihan Presiden FIFA. Memangnya sesulit itu mendapatkan suara lebih banyak daripada Blatter yang sudah terkenal memiliki banyak kasus? Setidaknya Issa Hayatou, Bin Hammam, Pangeran Ali, sampai Jérôme Champagne, kesulitan mendobrak dominasi Blatter.

Tidak sembarang orang memang bisa menjadi kandidat Presiden FIFA. Namun nyatanya pernah ada "sembarangan orang" yang pernah mencoba serius menjadi kandidat Presiden FIFA. Kebetulannya dia adalah seorang wartawan.

Kisah Wahl dan Nominasi Presiden FIFA

Ada kisah "lucu" dari wartawan/jurnalis sepakbola, Grant Wahl. Penulis Sports Illustrated tersebut mengumumkan pencalonan dirinya menjadi Presiden FIFA pada 17 Februari 2011. Dia menyatakan visinya untuk menjadikan FIFA transparan dengan merilis semua dokumen internal, serta memberlakukan goal-line technology.

Awalnya Wahl mencari tahu apa yang dibutuhkannya untuk bisa melenggang sebagai calon presiden FIFA. Sebagai awalan, dia melakukan survei kepada pembaca Sports Illustrated. Hasilnya mengejutkan karena dia mendapatkan 95% dukungan, sementara Sepp Blatter hanya 2% dan Mohammed Bin Hammam —Presiden AFC saat itu— 3%.

Survei tersebut sekaligus menunjukkan adanya ketidakpuasan atas kepemimpinan Blatter di FIFA. Pembaca lebih memilih orang-yang-tidak-tahu-siapa untuk menjadi presiden FIFA, ketimbang orang-orang di dalam FIFA itu sendiri.

Wahl lantas mencari tahu syarat apa saja yang diperlukan. Syaratnya terdengar mudah karena dia tinggal membutuhkan dukungan dari satu federasi negara untuk bisa melenggang sebagai calon presiden FIFA.

Dalam tulisannya di The Guardian, Wahl bercerita kalau dia mengontak 150 federasi negara, tapi tak ada satupun yang mendukungnya.

Dengan waktu yang kian mepet, Wahl pun menemui federasi negara yang tergabung di UEFA karena bertepatan dengan kongres UEFA di Paris. Dia kemudian bicara dengan salah seorang perwakilan.

Percakapan kami berlangsung seperti ini. "Mengapa federasi Amerika tidak mendukung Anda?" tanya pria tersebut. "Mereka seperti yang lainnya," kataku. "Mereka takut mendapatkan reaksi yang buruk dari Blatter dan FIFA". Lalu pria itu menerangkan posisi federasinya sendiri, satu hal yang berpengaruh bukan cuma Blatter tapi juga presiden UEFA, Michel Platini.

"Besok, di kongres UEFA, Blatter akan mengumumkan bahwa dia tak akan maju pada 2015," katanya. "Platini ingin maju pada 2015, jadi Platini meminta semua negara besar di Eropa untuk mendukung Blatter pada tahun ini. Kami tak menyukai Blatter, tapi sekarang kami menerima Platini dengan baik."

Masalahnya, dia menerangkan, menominasikan seorang kandidat untuk presiden FIFA akan menjadi deklarasi publik, "sesuatu hal yang akan mendapatkan hukuman dari Blatter dan Platini", sementara pemilih sebenarnya akan tetap rahasia. "Kami lebih mungkin memilih Anda di pemilihan ketimbang menominasikan Anda," katanya. "Menominasikan Anda adalah hal yang tak mungkin."

Percakapan tersebut menjelaskan jika lebih mudah memilih Wahl daripada menominasikan atau mendukung nominasinya. Itu karena voting bersifat rahasia, sedangkan penominasian bersifat terbuka, sehingga banyak pihak bisa mengetahui siapa mendukung siapa. Hal itu tentu akan merugikan.

Akhirnya Wahl kehilangan semangat. Pada April 2011, beberapa saat sebelum tenggat waktu nominasi, Wahl akhirnya mengurungkan niatnya.

Perubahan Aturan Gara-gara Grant Wahl

Pada pertengahan 2014, telepon genggam Wahl berbunyi. Rupanya seorang informannya di FIFA memberinya pesan singkat. Pesan tersebut bertuliskan: Gara-gara Anda kami mengubah aturan.

Wahl pun balik menelepon informan tersebut. FIFA menyatakan mengubah aturan untuk pemilihan presiden pada 2015 dan seterusnya. Aturan tersebut menyatakan bahwa kandidat mesti dinominasikan oleh lima negara federasi, dan harus bekerja di federasi selama lima tahun. Terjadi rewahlution pada syarat pencalonan Presiden FIFA.

Aturan tersebut kemudian membuat Wahl berpikir akan semakin sulit untuk mereformasi FIFA. Mendapatkan dukungan dari lima negara tidaklah mudah, kecuali Anda adalah raja minyak yang berperan penting bagi negara-negara tersebut.

Permasalahannya bukan pada pemilihan, tapi pada nominasinya. Dalam tulisannya, Wahl meyakinkan bahwa mungkin saja negara-negara lain memilih kandidat di luar Blatter karena pemilihan dilakukan secara rahasia. Artinya, FIFA sudah "menyeleksi" calon kandidat bahwa mereka tidak akan lebih besar dari Blatter itu sendiri.

Pada Kongres Luar Biasa FIFA pada 2016 —setelah Blatter mengundurkan diri— Gianni Infantino memenangi pemilihan Presiden FIFA mengalahkan Salman Bin Ibrahim Al-Khalifa, Pangeran Ali, Champagne, dan Tokyo Sexwale.

Entah pemilihan Infantino itu hasil "janjian" terlebih dahulu atau tidak; yang jelas nominasi pada KLB itu berlangsung lebih meriah dengan bahkan jauh sebelum KLB. Nama-nama beken seperti Michel Platini, Jérôme Valcke, Luís Figo, Zico, Diego Maradona, David Gill, David Ginola, dan Michael van Praag sempat menyatakan tertarik dinominasikan.

Meski nama-nama di atas sempat membuat penominasian calon presiden FIFA menjadi ramai, tapi belum ada pencalonan yang lebih absurd daripada Grant Wahl: seorang wartawan yang hampir menjadi nominasi calon presiden FIFA, tapi berhasil merevolusi (aturan pencalonan Presiden) FIFA.


Mayoritas tulisan dalam artikel ini pernah terbit sebelumnya dalam editorial berjudul "Hil yang Mustahal Mereformasi FIFA dan Mengalahkan Blatter?"

Komentar