Sepakbola dalam Bahana Radio

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sepakbola dalam Bahana Radio

Pesatnya perkembangan teknologi informasi sangat memengaruhi perilaku masyarakat dalam mengakses informasi dan hiburan. Dengan menjamurnya live streaming, kini untuk bisa menyaksikan pertandingan sepakbola kita tak perlu lagi bergantung pada siaran eksklusif yang disajikan saluran televisi tertentu atau bahkan lewat siaran radio yang khas dan pada masanya sempat menemani para orang tua kita.

Di tengah bergegasnya peradaban teknologi, kita digiring pada sebuah pertanyaan, masihkah relevan menyimak pertandingan sepakbola lewat radio?

Berbicara relevansi, siaran radio memang masih eksis hingga sekarang (2018). Namun kadang masyarakat hanya menjadikan media yang satu ini sebagai pilihan paling urgen di antara televisi atau live streaming, apalagi untuk skala sepakbola. Artinya, memilih menyaksikan pertandingan sepakbola lewat radio hanya dilakukan di saat-saat paling darurat. Salah satunya saat terjebak macet di dalam mobil, yang mana seringnya juga "kalah" tak praktisnya dibandingkan menyimak lewat media sosial.

Secara tak langsung, bisa saja radio lekang oleh zaman, sebab generasi hari ini kurang berminat mengakses siaran suara. Oleh sebab itu, khusus setiap 13 Februari, sejak 2013, kita diingatkan kembali tentang betapa pentingnya peranan radio di kehidupan masyarakat melalui World Radio Day. Alat komunikasi yang sebelumnya dikenal dengan nama telegraf nirkabel ini dikembangkan menjadi teknologi radio sejak 1890-an.

Giglielmo Marconi didaulat sebagai penemu radio. Pria asal Bologna itu menciptakan sebuah alat yang dinamakan sebagai transmitter dan receiver, yang merupakan dasar dari radio. Tanpa temuan Marconi, kita mungkin tak dapat menyimpan kenangan mendengarkan laporan pandangan mata khas Didi Maniaki atau Pujo Hastowo. Buat generasi yang lebih lama, suara Sambas tentu familier di telinga pecinta sepakbola nasional.

Belum diketahui secara pasti pertandingan dalam negeri mana yang pertama disiarkan lewat corong radio. Namun lembar sejarah menyimpan dua catatan penting siaran radio yang memperdengarkan laporan pandangan mata pertandingan Timnas Indonesia. Pertama dari majalah olahraga tertanggal 15 Mei 1954.

Seperti dinukil dari Indosport, di majalah tersebut terdapat sebuah caption foto yang bertuliskan, “Mahargono tampak sedang melakukan siaran pandangan – mata pertandingan Indonesia lawan Djepang pada malam pertama. Disebelahnya kelihatan Mintorogo jang lebih mendalami hal ichwal atletik, tapi suka djuga pada sepak bola. Kedua saudara inilah jang bersedia menulis djuga untuk madjalah kita ini,”

Konon, itu merupakan live report pertandingan Timnas Indonesia kala bertemu Jepang di ajang Asian Games II yang berlangsung Manila, Filipina, pada 1954. Kala itu Indonesia dilatih oleh pelatih legendaris, Toni Pogacnik. Catatan sejarah kedua ialah live report pertandingan antara Indonesia melawan Uni Soviet pada ajang Olimpiade Melbourne 1956.

Baca juga: Tikaman di Punggung Antun Pogacnik

Koran Kedaulatan Rakjat saat itu menuliskan bahwa wartawan RRI Jakarta membuat laporan pandangan mata. "Wartawan RRI Djakarta jang membuat siaran pandangan mata kemarin telah mentjutjutkan air mata, karena terharu menjaksikan banteng2 Indonesia mati-matian mempertahankan bentengnjya terhadap serangan2 seru dari pihak raksasa Rusia, 120 menit lamanja pemain2 Indonesia bekerdja mati2an untuk membendung serangan pemain2 Rusia jang keras dan bertubi2 itu. Sympati publik tertudju kepada pemain2 kita, jang selama pertandingan menundjukkan sportiviteit jang tinggi. Wasit (Orang Djepang) berkali-kali melewatkan free kick dan hands!"

Sedangkan untuk laga internasional, BBC jadi yang pertama melaporkan pertandingan antara Arsenal melawan Sheffield United pada 22 Januari 1927.

Theatre of Mind Media

Sering ditemui penyiar radio yang menggunakan kosakata hiperbolis, gaduh sendiri. Hal tersebut memang lumrah sebab radio memiliki sifat auditif, berbeda dengan media televisi atau internet yang memiliki sifat auditif dan visualis.

Konon, para penyiar wajib memahami konsep Theater of Mind yang diartikan sebagai panggung pikiran atau keunikan penyiar radio dalam menyampaikan materi siaran sehingga pendengar bisa membayangkan setiap kata demi kata yang keluar dari mulut para penyiar.

Theater of mind dalam radio bisa menampilkan imajinasi yang berbeda dari setiap pendengar. Kita ambil contoh ucapan yang dilontarkan penyiar radio yang tengah memandu jalannya pertandingan final ISL 2014. “Kembali anak-anak Persipura menguasai bola, Boaz Solossa masih utak-atik di luar kotak 16. Umpan kepada Ferinando Pahabol. Berbahaya pemirsa, ada celah di lini pertahanan Persib. Apa yang terjadi,” pekik penyiar salah satu radio terkemuka di Bandung.

Pemirsa yang mendengar bisa menginterpretasikan informasi tersebut dengan berbagai sudut pandang. Pendeknya, para pendengar mengawang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Padahal bisa saja bola masih berkutat di lapangan tengah dan jauh dari area berbahaya.

"Radio is a theatre of mind media. `Indahnya` itu ada di imajinasi kita, di mana mungkin saja lebih seru di kepala kita daripada di lapangan," kata Ronal Surapradja, komedian dan penyiar di sebuah radio swasta Jakarta, seperti dikutip dari Bolasport.

Itulah alasan mengapa beberapa penggila bola masih menganggap siaran radio relevan digunakan hari ini. Selain urgensi ketika terjebak macet di dalam mobil, ada sensasi lain yang kemudian ingin dicari para penggemar. Siapapun boleh bernostalgia membangunkan seni imajinatif mereka dengan menggunakan kembali radio saat menikmati pertandingan sepakbola.

Peranan Radio Komunikasi Wasit di Lapangan Sepakbola

Selain berperan menyampaikan informasi pertandingan. Radio juga punya peranan lain yang lebih intim dengan sepakbola itu sendiri. Adalah radio komunikasi yang digunakan wasit di lapangan untuk membantu berkomunikasi satu sama lain dengan perangkat pertandingan.

Dalam penggunaan teknologi, sepakbola memang bisa dikatakan tertinggal dari olahraga lainnya seperti rugbi dan kriket atau basket. Kampanye radio komunikasi wasit ini sudah digaungkan sejak 2006 silam.

“Peralatan yang terdiri dari mikrofon dan earphone tanpa kabel itu selain digunakan wasit juga akan dipakai oleh dua orang asistennya serta pengawas pertandingan di pinggir lapangan. Nantinya alat tersebut akan memungkinkan wasit melakukan komunikasi dengan para pembantunya kapan saja. Tujuannya tentu saja memperkecil kesalahan wasit dalam mengambil keputusan dan kejadian-kejadian yang mungkin terlewat dari pengamatan wasit,” begitu bunyi pernyataan UEFA saat pertama kali alat bantu wasit digunakan, seperti dikutip dari detikSport.

Baca juga: Sepakbola dan Kotak Imajinasi

“Sistem komunikasi wasit tersebut ditujukan untuk mempercepat pertukaran informasi. Juga membantu diberbagai situasi, seperti pergantian pemain, tambahan waktu, pemain yang melakukan pelanggaran juga kejadian-kejadian yang mungkin luput dari pengawasan wasit,” tambah mereka.

Sejarah World Radio Day

Sejak Juni 2011 UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) telah berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan; asosiasi penyiaran, masyarakat, negara, swasta, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), dan lainnya untuk menetapkan World Radio Day atau Hari Radio Sedunia sesi ke-36 pada 3 November 2011, atas dasar bahwa radio merupakan instrumen penting dalam perubahan sosial di dunia. Hasilnya 91% menyetujui hal itu, dukungan resmi juga mengalir dari pelbagai lembaga penyiaran di seluruh dunia.

Pada Desember 2012, Majelis Umum PBB memproklamirkan bahwa hari radio sedunia dapat dirayakan oleh semua negara anggota PBB. Namun belum dipastikan tanggal berapa World Radio Day dilaksanakan.

Barulah pada 14 Januari 2013, mereka memutuskan 13 Februari sebagai Hari Radio Sedunia. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan berdirinya Radio PBB (United Nations Radio) tahun 1946. Dalam merayakan radio, setiap tahunnya World Radio Day memiliki tema yang berbeda-beda.

Namun apapun temanya. Bagi kaum milenial baik yang belum pernah ataupun yang pernah mengkonsumsi siaran pertandingan sepakbola lewat radio, hari ini, 13 Februari, bisa jadi momentum untuk menemui kenangan di masa lalu atau mencoba (bagi yang belum) menemui sensasi mendengarkan sepakbola dalam bunyi radio.

Komentar