Keabadian Ricardo Zamora

Backpass

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Keabadian Ricardo Zamora

Penjaga gawang di La Liga Spanyol yang meraih kebobolan per pertandingan paling sedikit dalam semusim akan dianugerahi Trofeo Ricardo Zamora. Trofi ini diambil dari nama penjaga gawang legendaris Spanyol, Ricardo Zamora Martínez.

Zamora adalah banyak hal. Dia seorang kiper andal, juga sekaligus penggiat seni ternama. Dia pernah mendapatkan penghargaan militer dari kaum Repulik, tetapi juga pernah mendapatkan penghargaan militer dari Jenderal Franco.

“Zamora, apakah dia yang penjaga gawang itu?” tanya Joseph Stalin ketika mendengar Spanyol memiliki presiden baru pada 1931, seperti yang ditulis Simon James Lowe dalam bukunya, Fear and Loathing in La Liga.

Stalin tentu salah. Zamora yang dimaksud adalah Niceto Alcalá-Zamora. Pun demikian, Stalin tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Zamora, yang kiper itu, memang sangat terkenal pada masanya. “Sama terkenalnya seperti Greta Garbo dan (bahkan) parasnya lebih baik,” tulis Sid Lowe.

Perbandingan yang mungkin (sengaja dibuat) berlebihan. Garbo adalah seorang aktris yang masuk nominasi Academy Award sebanyak tiga kali. Namanya tercatat di peringkat kelima Daftar Aktris Hollywood Klasik Terbaik versi Institut Film Amerika. Zamora? Hanya pernah membintangi satu film berjudul Por fin se casa Zamora! (Zamora akhirnya menikah!) pada 1926.

Pelbagai buku mengklaim bahwa pria yang lahir di Barcelona pada 21 Januari 1901 tersebut merupakan salah satu pesepakbola selebriti pertama di Eropa, bahkan yang pertama di Spanyol.

Klaim tersebut bukan tanpa alasan. Zamora memang memiliki gaya hidup glamor yang tentu saja menjadi santapan lezat para media. Si bengal ini adalah seorang perokok berat dan penikmat Cognac sejati.

Pada 1920, ia pernah menghabiskan satu malam di balik jeruji besi karena menyelundupkan beberapa kotak cerutu sepulangnya dari Olimpiade Antwerp, yang ternyata adalah hasil keisengan rekan-rekan satu timnya.

Tak sekadar hanya menjadi sensasi, yang membuat nama Zamora melambung lebih tinggi memang kemampuannya di bawah mistar. Dia adalah pemain termuda yang ada di skuat Spanyol kala melakoni Olimpiade Antwerp. Masih berusia 16 tahun, tetapi sudah mampu membuat “gawang terlihat mengecil” bagi para penyerang, seperti yang dideksripsikan jurnalis ternama asal Uruguay, Eduardo Galeano.

Baca juga: Clean Sheet dalam Bahasa Indonesia: Nirbobol

Kegemilangan Zamora bersama tim nasional membuatnya dijuluki El Divino (Sang Dewa). Pada 1922, setelah membawa Barcelona menjuarai dua trofi Copa del Rey dan tiga Campionats de Catalunya, ia pulang ke kesebelasan masa kecilnya yang juga berada di Katalunya, RCD Espanyol.

Kepindahan ini membuat Zamora begitu dibenci oleh para suporter Barça. Zamora dicap sebagai pengkhianat (tak terlepas dari fakta bahwa Espanyol terafiliasi sebagai nasionalis) dan terus menerus mendapatkan cacian ketika kedua kesebelasan bertanding.

Citra Zamora sebagai seorang nasionalis di mata para suporter Blaugrana semakin menjadi-jadi ketika hengkang ke Real Madrid pada 1930. Dia direkrut dengan harga total 150.000 pesetas, menjadikannya sebagai pemain dengan bayaran termahal di Eropa ketika itu.

Karier Zamora yang terus melejit membuat dia mendapatkan penghargaan dari Presiden Spanyol (kubu Republik) pada 1934. Fakta bahwa ia juga kerap membela tim nasional Katalan diyakini sebagai salah satu pertimbangan.

Selama membela Los Merengues, dia berhasil menangkat dua trofi La Liga (1932, 1933) dan dua Copa del Rey (1934, 1936). Trofi terakhir menjadi momen abadi dalam sejarah sepakbola Spanyol.

Abadi Sebagai Nama Penghargaan

Lawan Madrid dalam laga final Copa del Rey 1936 yang digelar di Stadion Mestalla tersebut adalah Barcelona. Panasnya situasi politik membuat para suporter Barça semakin menjadi-jadi dalam meneror Zamora.

“Para komunis datang berbondong-bondong untuk melampiaskan segala kebencian mereka terhadap Real Madrid, yang mereka anggap sebagai simbol atas hal yang mereka lawan. Seluruh serangan mereka tuju pada Zamora; dia bahkan hampir terkena lemparan botol,” tulis Sid Lowe mengutip buku tahunan Federasi Sepakbola Spanyol 1950.

Alih-alih tertekan, Zamora justru menampilkan kualitas terbaiknya. Dia melakukan penyelamatan di menit-menit akhir yang menurut banyak pihak sebagai penyelamatan paling ikonik sepanjang sejarah sepakbola Spanyol. Sebuah penyelamatan yang membuat presiden kesebelasan, Rafael Sánchez Guerra, berteriak “Viva la Republica!” dalam malam perayaan kemenangan.

Pertandingan ini menjadi laga terakhir yang dijalani Zamora karena kemudian perang berkecamuk. Seluruh aktivitas sepakbola di Spanyol mati suri hingga 1939.

Zamora sempat ditawan oleh tentara kaum Republik, tetapi kemudian dilepaskan karena ada yang mengetahui bahwa dirinya memiliki latar belakang sepakbola dan berdarah Katalan. Dia kabur ke Perancis dan sempat membela Nice dari tahun 1937 hingga 1938.

Ketika kembali ke Spanyol pada 1938, Zamora diminta untuk membela Tim Nasional Spanyol melawan Real Sociedad, sebuah pertandingan untuk menghormati para tentara nasionalis. Dia tidak menolak, sehingga kemudian namanya turut dijadikan sebagai alat propaganda oleh Jenderal Franco.

Hingga saat ini, tidak diketahui pasti afiliasi politik Zamora yang sesungguhnya. Satu yang pasti: ia mencintai sepakbola dan sepakbola adalah hidupnya.

Baca juga: Kiper Itu Dilahirkan Bukan Diciptakan

Dalam catatan resmi, Zamora hanya kemasukan 42 gol dalam 46 laga bersama Spanyol. Dia tetap mendedikasikan hidupnya dalam dunia sepakbola selepas pensiun. Oleh sebab itu, per 1958, Marca menjadikan Zamora sebagai nama dari penghargaan kiper yang kemasukan gol paling sedikit per pertandingan dalam satu musim kompetisi.

Beberapa kiper yang pernah mendapatkan Trofeo Ricardo Zamora antara lain adalah Victor Valdés (5 kali), Santiago Cañizares (4), Jan Oblak (3), Thibaut Courtois (2), dan Miguel Reina (2)—ayah Pepe Reina yang memiliki tanggal ulang tahun sama seperti Zamora.

Ricardo Zamora tutup usia pada 8 Desember 1978 di Barcelona. Sampai sekarang namanya terus abadi. Mereka yang dianggap kiper terbaik di tanah Spanyol selalu diasosiasikan dengan sang kiper legendaris.

Komentar