Sarapan Terbaik Greg yang Berujung Makan Malam Buruk

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sarapan Terbaik Greg yang Berujung Makan Malam Buruk

Seorang filsuf dan negarawan dari Inggris 1561-1626, Francis Bacon, pernah berujar: “Hope is a good breakfast, but it is a bad supper (Harapan adalah sarapan yang baik, tetapi merupakan makan malam yang buruk)”. Semua orang pernah memiliki harapan, yang mana dalam karier hal tersebut sangat penting. Namun ada sebuah masa di mana harapan seseorang bisa usang atau berantakan.

Tak terkecuali bagi seorang pemain Nigeria yang terlahir pada 3 Januari 1986. Dia pernah membangun harapan tatkala dirinya memilih mencintai Indonesia lewat sepakbola. Hingga akhirnya harapannya itu berubah menjadi sebuah hal yang buruk persis sebagaimana yang dikatakan Bacon, sebab tenaganya seolah dicampakkan setelah ia berpindah warga negara.

Pria tersebut adalah Gregory “Greg” Junior Nwokolo. Sebuah nama yang paling disegani di mata para pemain belakang Liga Indonesia. Greg cukup kenyang di dunia persepakbolaan nasional maupun mancanegara: Ia pernah menyusuri Asia Tenggara hingga daratan Eropa. Ia memulai petualangannya di Tampines Rovers FC (Singapore Premier League/SPL), Young Lions (SPL), Singapore Armed Forces (SPL), Changrai United (Thai League), dan BEC Tero Sasana (Thai League) hingga sempat bermukim di Portugal, mengikat kontrak semusim bersama Olhanense FC.

Debut Greg di Liga Indonesia dengan membela Persijatim Solo FC. Terhitung ada 10 klub nasional yang pernah dibelanya; PSIS Semarang (2006), PSMS Medan (2006), Persis Solo (2007-2008), Persija Jakarta (2008-2009, 2010-2011, 2016), Pelita Jaya (2011-2012), Arema Cronus (2012-2013), Persebaya Surabaya (2013-2014), Persipura Jayapura (2016), Madura United (2016-sekarang).

Kendati sudah melanglang buana di pelbagai klub, hanya ada satu tim yang paling membekas dalam kariernya: Persija Jakarta. Ada masa dimana dirinya begitu dicintai oleh Jakmania. Ketika itu ia menciptakan trio lini serang yang begitu menakutkan dan dikenal dengan sebutan trio ABG (baca: Aliyudin, Bepe, Greg). Di musim 2008/09, trio ABG Persija menghasilkan 42 gol dengan rincian Bepe 19 gol, Greg 16 gol, dan Aliyudin 7 gol.

Dalam periode berbeda atau di musim 2010/2011, koneksi Greg dengan Bepe juga mencatatkan produktivitas yang positif bagi Persija. Greg dengan 13 gol-nya dan Bepe yang hanya terpaut satu gol dari tandemnya itu, 12 gol. Secara keseluruhan, bersama Macan Kemayoran, Greg telah menghimpun 33 gol dalam tiga periode dirinya membela klub kebanggaan warga Ibukota itu.

"Bisa dibilang, tanpa Persija Jakarta, tidak akan ada nama Greg di sepakbola Indonesia. Selama bisa bermain dan mereka [Persija] butuh, aku akan selalu membantu Persija," Pekik Greg, seperti dikutip dari Goal.com.

Oleh karenanya, tak bisa dimungkiri Greg dicintai dan terkenal di panggung sepakbola Indonesia berkat Persija dan Trio ABG yang menarasikan kesempurnaan di bagian serangan tim Ibukota pada masanya. Greg yang bertipe perusak lini pertahanan lawan terbantu dengan keberadaan Bepe yang pergerakannya tak terlalu liar namun mematikan di area pertahanan lawan. Sedangkan Aliyudin menjadi penyambung antara keduanya. Hanya satu yang kurang dari trio ini: prestasi. Pun dengan Greg, kehidupan pribadinya yang glamor dengan beberapa perempuan lebih banyak disorot media ketimbang prestasi sepakbola-nya.

Impresif Tapi Sulit Masuk Timnas

Bertahun-tahun bermain di Indonesia membuat paspornya pun ikut berubah dari Nigeria menjadi Indonesia. Greg mendapatkan status WNI pada Oktober 2011 silam. Ia punya hasrat besar membela tim Garuda di event Internasional. Namun semuanya seakan sia-sia, sebab pada akhirnya Greg jarang dipanggil Tim Nasional. Berdasarkan data yang tersedia di Transfermarkt, Greg baru mencatatkan enam caps untuk timnas Indonesia dan baru mencetak satu gol.

Masa-masa awal Greg menjadi WNI memang tidak mudah. Meski tampil impresif bersama Pelita Jaya, saat itu dualisme organisasi sepakbola nasional tengah bergulir. Hal itu pula yang membuatnya tidak bisa gabung timnas sebab ia merupakan pemain yang berlaga di kompetisi ISL yang kemudian bernaung di kubu KPSI atau pihak yang berlawanan dengan organisasi PSSI.

"Saya kecewa dengan PSSI, kenapa saya tidak dipanggil untuk membela Indonesia? Padahal saya sudah menjadi bagian dari Indonesia,” ungkapnya, dikutip dari Detik Sports.

Rasa kecewa Greg tak kunjung reda. Sebab Greg dan Tim Nasional Indonesia seperti tak berjodoh. Dalam beberapa momen, panggilan bela negara datang di saat Greg tidak dalam kondisi terbaik, pendeknya tidak siap. Ada beberapa hal yang jadi batu sandungan Greg. Termasuk cedera.

Seperti saat membela Arema Cronus. Terhitung dirinya sempat dua kali menolak panggilan tim nasional. Greg memilih mengabaikan surat pemanggilan yang dikirim Badan Tim Nasional (BTN) untuk memperkuat timnas yang diproyeksikan menjamu Arab Saudi dalam kualifikasi Piala Asia, 23 Maret 2013 silam. Saat itu Greg beralasan baru pulih dari cedera betis kanannya.

Empat bulan berselang dengan alasan yang sama (cedera), Greg juga menampik panggilan Jacksen F. Thiago untuk pertandingan persahabatan melawan Liverpool di Stadion Utama Gelora Bung Karno. “Saya baru cukup siap membela Indonesia, dengan syarat fisik sudah pulih total dan terasah di beberapa pertandingan bersama Arema,’’ tegas Greg seperti dikutip dari laman facebook Arema.

Beberapa tahun kemudian setelah carut marut sepakbola Indonesia yang sempat menahan Greg masuk timnas usai, namanya lagi-lagi tak kunjung menjadi pilihan utama di Timnas. Alfred Riedl yang pada saat itu menjadi arsitek timnas Indonesia jelang piala AFF edisi 2016 menyatakan jika kriterianya dalam memilih pemain adalah muda. Saat itu, hanya Stefano Lilipaly saja yang mewakili pemain naturalisasi di tim bentukan pelatih berpaspor Austria tersebut.

"Terkait pemain naturalisasi, memang banyak, tapi hanya Lilipaly yang kami panggil. Kami memang sengaja dan sudah berjanji bakal membawa pemain muda dan Lilipaly masuk dalam kriteria pemain yang dibutuhkan tim. Saya pernah memakai pemain naturalisasi, tapi mengecewakan. Selain itu pemain lainnya [termasuk Greg] sudah lewat umur juga," ujar Riedl, dikutip dari Detik Sports.

Kali ini, agaknya Greg memahami betul kebutuhan tim yang dimaksudkan Riedl dan ia pun segera melupakan hasratnya bela timnas. Di era kepelatihan Luis Milla Aspas namanya memang sempat masuk dalam radar scouting staff kepelatihan timnas untuk persiapan event Asian Games 2018 maupun piala AFF 2018, namun dirinya tak pernah betul-betul merasakan menit bermain di kedua event tersebut. Bahkan sejak kedatangan Luis Milla namanya tak dilirik sama sekali di dua laga uji tanding melawan Kamboja dan Fiji.

Greg sempat menuturkan kekecewaannya kepada manajer Madura United, Haruna Soemitro. “Greg sempat komplain kepada tim. Kurang lebih begini yang disampaikan kepada tim: `Dia dinaturalisasi untuk kepentingan Timnas. Tujuan naturalisasi semata-mata membela Timnas. Tapi dia tidak pernah mendapatkan kesempatan itu. Bahkan, sejak naturalisasi, catatan Greg hanya empat caps (enam berdasarkan catatan statistik) bersama timnas`,” ungkap Haruna, dikutip dari Indosport.

Kini, Haruna mulai lantang bersuara soal kurangnya perhatian dari timnas terhadap pemainnya tersebut. “Pertanyaannya adalah, ini salah Greg atau yang memantau? Bukan salah tekniknya, tapi tujuannya. Dulu ketika memilih Greg menjadi WNI, tentu dengan tujuan itu. Sekarang menurut saya harus fair. Jangan mudah menaturalisasi kalau tujuannya tidak jelas,” jelas Haruna.

“Dalam konteks ini, saya merasa bahwa Greg pantas diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Fair saja. Fakta menunjukkan bahwa Greg masih tajam. Secara teknis pun semua orang sudah tahu. Dalam kapasitas pemain lokal, Greg paling menonjol,” pungkas Haruna.

Menjadi sebuah hal yang wajar jika Greg merasakan kekecewaan yang begitu mendalam. Sebab dia sampai rela menanggalkan kewarganegaraan Nigeria-nya demi mengenakan seragam Garuda di dada. Namun, segala usahanya selalu saja membuatnya terbentur saat hendak membuka pintu gerbang Tim Nasional Indonesia.

Lantas, di usianya yang tak lagi muda, masihkah ada harapannya menambah caps bersama tim Garuda dapat terwujud? Seperti kita ketahui bersama, Greg belum tua-tua amat sebagaimana Cristian Gonzales menjalankan debutnya bersama timnas di Piala AFF 2010 silam. Jika diibaratkan Greg pernah mendapat sarapan berkualitas bersama Persija dan pilihan mengejar paspor Indonesia. Namun makan malam yang buruk seolah menghampiri Greg setelah harapannya membela merah putih diselimuti daftar riwayat pemanggilan yang penuh liku.

Foto: Liga-Indonesia.id

Komentar