Sentuhan Jerman dalam Permainan Firmino

Backpass

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Sentuhan Jerman dalam Permainan Firmino

Di Liverpool, Roberto Firmino fasih bermain sebagai penyerang tengah. Di Hoffenheim dan Figueirense, ia handal bermain sebagai gelandang serang. Padahal, penyerang kelahiran 2 Oktober 1991 itu sebenarnya ditempatkan sebagai gelandang bertahan di Club de Regata Brasil (CRB), kesebelasan amatir yang merupakan kesebelasan pertamanya. Tak banyak memang yang tahu kemampuan Firmino.

Firmino punya bakat natural sebagai pesepakbola sebagaimana pemain Brasil kebanyakan. Tapi bakatnya nyaris tak terasah karena masalah finansial yang mendera keluarganya. Saat bermain di CRB, ayahnya tidak bekerja. Justru Firmino kecil membantu keuangan keluarga dengan menjadi penjual kelapa.

Karier Firmino terselamatkan seorang dokter gigi bernama Marcello Pontella. Pontella adalah sosok yang membukakan jalan Firmino ke Figueirense.

"Ketika saya melihatnya bermain pertama kali, saya bisa melihat bahwa ia pemain yang sangat bertalenta," kata Pontella seperti yang ditulis Mirror. "Tapi tak seorang pun yang menyadari kemampuannya. Bahkan ketika saya mengatakan bahwa ia bisa bermain di Tim Nasional suatu hari nanti, orang-orang menganggap saya gila."

Figueirense terletak di kota Florinaopolis, provinsi Santa Catarina. Perjalanan dari Maceio, kota kelahiran Firmino, ke Santa Catarina sendiri memakan waktu lima jam. Firmino harus meninggalkan orang tuanya untuk melanjutkan karier. Firmino menggantungkan hidupnya pada orang lain.

"Saat itu, ayahnya tidak bekerja dan mereka sangat miskin," kata Guilherme Farias, pelatih Firmino di Figueirense, dikutip Globe Esporte. "Saya membantu ayahnya dengan membelikan tiket perjalanan. Saya banyak membantu Firmino dengan mengantarkannya ke beberapa tempat di Sao Paulo. Saya juga berusaha mencari dana untuk mendukung kehidupannya. Saya tahu dia akan bernilai. Selalu menyenangkan melihat Firmino bermain.

"Ketika saya memainkannya pertama kali, ia bermain sebagai gelandang bertahan. Mengenakan nomor punggung 5. Tapi di Figueirense, dia bertransformasi menjadi seorang gelandang serang. Ia pandai menguasai bola. Tak heran sekarang ia punya hal baru di mana ia bermain jauh lebih ke depan," sambung Farias.

Modal bermain sebagai gelandang serang itulah yang membuat Firmino bisa terbang ke Jerman sebagai rekrutan Hoffenheim. Adalah Lutz Pfannenstiel yang merekomendasikannya ke manajemen Hoffenheim. Pemandu bakat asal Jerman yang merupakan mantan kiper itu memang punya daya jelajah tinggi dalam mengelilingi dunia, di mana ia mencatatkan rekor sebagai satu-satunya pemain yang pernah mencicipi bermain di enam benua berbeda.

Menurut Pfannenstiel, Firmino datang ke Jerman hanya dengan skill individunya semata. Kemampuan taktiknya pun masih nol. Tapi Pfannenstiel percaya karakter Firmino tidak akan mengecewakan kesebelasan, sehingga pemain yang kini berusia 28 tahun ini bisa dibentuk menjadi pesepakbola hebat.

"Kamu bisa menemukan banyak pemain hebat di Brasil, tapi bisakah mereka menyesuaikan diri dengan gaya hidup dan gaya permainan sepakbola di Inggris atau Jerman? Dia [Firmino] sendiri seperti `kertas kosong`," ujar Pfannenstiel bercerita pada Independent. "Tidak banyak yang tahu tentangnya. Tapi Ernst Tanner —Direktur Olahraga Hoffenheim— merasa dia bisa jadi pemain yang kami butuhkan."

"Dia tidak datang dan langsung memberikan pengaruh dalam tiga hari. Apalagi ketika dia datang, dia sangat kurus. Tapi ia bekerja keras dan mempelajari banyak hal soal etos kerja orang Jerman. Dia kemudian bekerja lebih giat dan menjadi sangat disiplin," sambung Pfannenstiel.

Nama Firmino memang langsung mencuat setelah berseragam Hoffenheim. Pada 2013, dua musim setelah membela Hoffenheim, Lokomotiv Moskwa mencoba memboyongnya dengan mengajukan 12 juta euro sebagai nilai transfer. Hoffenheim menolak karena tahu pemain bertinggi 181cm itu layak dihargai lebih mahal.

Barulah pada pertengahan 2015 ia resmi meninggalkan Hoffenheim untuk bergabung dengan Liverpool. Nilai transfernya mencapai 29 juta paun atau sekitar 41 juta euro. Keraguan sempat menyeruak karena Liverpool saat itu kerap membeli pemain mahal dengan timbal balik yang tidak sesuai ekspektasi.

Keraguan itu sempat terwujud ketika Firmino kurang mendapatkan tempat dalam skema Brendan Rodgers. Nasibnya baru berubah setelah Rodgers digantikan Juergen Klopp pada Oktober 2015. Skema khas Jerman yang diterapkan pelatih asal Jerman itu sesuai dengan kelebihan dan kekurangan Firmino. Ryan Babel, eks pemain Liverpool, yang sempat bermain bersama Firmino di Hoffenheim, sudah memprediksi bahwa sepakbola Jerman-lah yang cocok untuknya.

"Dia [Firmino] tipe pemain yang senang menguasai bola di kakinya. Tapi sesuatu yang ia pelajari di Jerman adalah bagaimana ia bermain tanpa bola dan saat bertahan. Saya tahu betul pentingnya itu di Inggris, tentang apa yang harus kamu lakukan saat tak menguasai bola. Hal ini banyak dia pelajari di Jerman," kata Babel saat diwawancarai Liverpool Echo pada 2015.

Klopp dikenal dengan skema Gegenpressing. Para pemain depan akan aktif menekan lawan untuk segera mengambil alih penguasaan bola yang diakhiri dengan serangan balik cepat. Firmino pun kemudian menjadi bagian dari trio yang cukup ditakuti pada musim 2016/17 bersama Sadio Mane dan Mohamed Salah.

"Saya kira Klopp memiliki gaya khas Jerman. Saya menyukai metode Jerman," ujar Firmino pada Sky Sports.

Sentuhan Jerman dalam permainan Firmino itulah yang membuatnya menjadi salah satu penyerang yang diperhitungkan saat ini. Musim 2017/18, Liverpool berhasil melangkah ke final Liga Champions, walau kemudian dikalahkan Real Madrid. Pada musim tersebut merupakan catatan terbaik Firmino dalam mencetak gol: 27 gol dari 54 laga. Tinggal trofi saja yang bisa menjadi penyempurna bakat Firmino saat ini.

Baca juga: Alasan Kenapa Liverpool Sulit Juara Bersama Juergen Klopp

Komentar