Ketidakberuntungan Pepe Reina

Backpass

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketidakberuntungan Pepe Reina

Jose Manuel Reina Paez, atau yang tenar dengan nama Pepe Reina, merupakan pesepakbola yang mungkin cukup beruntung. Sepanjang 18 tahun kariernya di lapangan hijau, ia selalu bermain untuk kesebelasan dengan reputasi baik semisal Barcelona hingga AC Milan.

Rekam jejak Reina sebagai pemain terbilang mentereng, namun itu tak sejalan dengan pencapaian yang diukirnya. Sosok kelahiran Madrid, 31 Agustus 1982 itu bisa dibilang sebagai salah satu pesepakbola yang kurang beruntung, bila pembicaraan mengarah pada aspek prestasi. Maklum, dari delapan medali gelar yang terpajang di lemari piala miliknya, hanya trofi Piala FA, Piala Super Eropa, dan Coppa Italia yang dianggap prestisius.

Perjalanan karier Reina sebagai pesepakbola di mulai pada tahun 2000 di Barcelona. Meski lahir di Madrid, Reina merupakan pesepakbola asli didikan La Masia (Akademi Barcelona). Latar belakang keluarga menjadi faktor dominan yang membuat Reina lebih memilih bergabung dengan La Masia ketimbang La Fabrica (Akademi Real Madrid) atau Akademi Atletico Madrid. Wajar karena Reina merupakan putra dari legenda Barcelona, Miguel Reina.

Sejak usia remaja, bakat Reina sudah menjadi buah bibir. Maka tak salah bila pada usia 18 tahun, dirinya sudah bisa memperkuat tim utama Barcelona. Bukan hanya naik kelas, Reina juga diberi kesempatan tampil secara kompetitif. Hal tersebut dipengaruhi juga dengan krisis penjaga gawang yang dialami Barcelona di sisa musim 2000/01. Saat itu dua kiper andalan Blaugrana, Richard Dutruel dan Francesc Arnau, mengalami cedera.

Di musim 2000/01, Reina tampil dalam 19 laga di La Liga dan tujuh pertandingan di Piala UEFA. Kesempatannya untuk meraih gelar prestisius pertamanya pun muncul di ajang Piala UEFA. Barcelona sukses mengandaskan perlawanan Celta Vigo di babak perempatfinal dan memastikan tempat di babak semifinal. Sayang, Liverpool mengandaskan harapan Reina dan Barcelona untuk tampil di babak final. Saat itu, Barcelona takluk dengan agregat 1-0 (0-0, 0-1) dari Liverpool.

Harapan belum terhenti karena di musim 2001/02 Reina masih dipercaya mengisi satu slot di tim utama Blaugrana. Tapi di musim tersebut, Reina hanya menjadi pemain pelapis dari Roberto Bonano. Kesempatan tampil yang dimiliki Reina pun semakin berkurang. Total hanya 16 penampilan yang dibukukan di semua ajang pada musim tersebut.

Semusim kemudian, Barcelona mendatangkan Robert Enke dari Benfica. Kehadiran Enke membuat posisi Reina terancam di tim utama. Menyadari bahwa posisinya berada di ujung tanduk, Reina memutuskan pergi ke Villarreal pada awal 2002/03.

Hengkangnya Reina, menjadi berkah bagi Victor Valdes. Valdes yang sejatinya tidak terlalu berkembang di tim junior Barcelona naik kelas ke tim senior, menyusul performa buruk Enke. Valdes pun menjadi pilihan kedua setelah Bonano di skuat Barcelona kala itu. Pada musim berikutnya, Valdes mulai dipercaya sebagai kiper utama Barcelona seiring kepindahan Bonano ke Real Murcia dan penampilan Enke yang tak kunjung menunjukkan peningkatan.

Baca Juga: Peran Penting Penjaga Gawang dalam Kesuksesan Barcelona

Di sini, Reina mungkin bisa sedikit menyesali keputusannya pergi meninggalkan Barcelona. Sebab Valdes justru mampu menuai kejayaan bersama Blaugrana dengan raihan enam gelar La Liga, dua Copa del Rey, dan tiga Liga Champions.

Tapi tidak ada yang bisa mengetahui masa depan. Reina saat itu mungkin hanya berpikir untuk menyelamatkan kariernya. Villarreal dianggapnnya sebagai tujuan terbaik untuk memuluskan misinya itu.

"Saya pikir pindah ke Villarreal adalah langkah yang harus saya ambil, itu bukan langkah mundur tetapi selangkah lebih maju," katanya kepada Marca.

Memang benar Villarreal terlah menyelamatkan karier Reina. Sebab dari musim 2002 hingga 2005 Reina membukukan total 109 penampilan di semua ajang. Di El Madrigal, Reina benar-benar berkembang, meski tidak ada satu pun trofi yang ia raih.

Meski begitu Reina bisa dibilang sebagai sosok sentral kejayaan Villarreal kala itu. Setidaknya Reina mampu membawa Villarreal konsisten berada di papan atas La Liga, mencapai semifinal Piala UEFA di tahun 2004, dan membawa Villarreal untuk kali pertama dalam sejarah lolos ke putaran final Liga Champions musim 2005/06.

Kegemilangan Reina bersama Villarreal membuat banyak kesebelasan kepincut untuk mendatangkannya. Liverpool pun kemudian berhasil mendaratkan Reina ke Anfield. Tak dimungkiri kehadiran Rafael Benitez yang kala itu menjabat sebagai Manajer The Reds menjadi pemulus langkah Reina untuk mencicipi panasnya persaingan di Liga Primer Inggris bersama Liverpool.

Bergabung bersama Liverpool membuat peluang Reina untuk mencapai kejayaan dalam kariernya terbuka lebar. Faktanya, Liverpool memang sudah lama berpuasa gelar di ajang Liga Primer, tapi Liverpool adalah juara Liga Champions musim 2005/04. Dengan penampilan konsisten Liverpool yang kala itu selalu lolos ke Liga Champions, membuat peluang Reina untuk merengkuh trofi si kuping besar yang banyak diidamkan pesepakbola Eropa pun terbuka lebar.

Performa Reina bersama Liverpool benar-benar memukau. Sejak musim pertamanya berseragam Liverpool, Reina tiga kali secara beruntun dinobatkan sebagai kiper terbaik di Liga Primer Inggris. Meski begitu, penghargaan individualnya itu belum tercermin dengan baik di kabinet trofi Anfield. Dari delapan tahun kiprahnya bersama Liverpool, hanya empat gelar yang berhasil diarihnya, dengan trofi Piala Super Eropa (2005) dan Piala FA (2005/06) dianggap sebagai yang paling prestisius.

Di musim 2006/07, Reina sebenarnya berpeluang mengangkat trofi Liga Champions bersama Liverpool. Sayang mimpi tak menjadi kenyataan karena Liverpool takluk 1-2 dari AC Milan di partai puncak.

Akhir karier Reina bersama Liverpool tidak berlangsung baik. The Reds mengalami penurunan performa yang cukup signifikan, hal tersebut juga berpengaruh pada penampilan Reina yang cenderung menurun. Banyak yang berkata jika penurunan kualitas permainan Reina disebabkan pelatih kiper Liverpool, John Achterberg.

Di musim 2013/14 Liverpool meminjamkan Reina ke Napoli, hingga akhirnya ia dilepas ke Bayern Muenchen pada musim 2014/15. Di Muenchen, Reina sebenarnya bisa meraih gelar juara di Bundesliga, tapi dalam kesuksesan tersebut kontribusi Reina terbilang minim.

Statusnya hanyalah pelapis Manuel Neuer, ia pun hanya tampil dalam tiga laga dalam satu musim kiprahnya berkostum Muenchen. Salah satu cerita menarik dari Reina di Bayern adalah ketika Bayern membawa dua kiper pelapis di bangku pemain pengganti pada pertandingan Liga Champions.

Baca juga: Kasus Mencengangkan dari Nasib Kiper Cadangan

Reina sejatinya memiliki kontrak selama tiga musim bersama Muenchen, tapi karena kalah saing dengan Neuer, Muenchen pun melepasnya ke Napoli pada Juni 2015 dengan kontrak tiga musim. Di Napoli, Reina mampu menemukan kembali permainan terbaiknya. Tapi dari tiga musim kariernya berseragam Napoli, hanya gelar Coppa Italia (2013/14) yang berhasil diraih.

Ketidakberuntungan Reina dalam meraih trofi prestisius tidak hanya terjadi di level klub, namun juga di level Internasional. Bersama Tim Nasional Spanyol, Reina memang pernah merasakan dua gelar juara Piala Eropa di tahun 2008 dan 2012.

Tapi kontribusinya dalam keberhasilan Spanyol tak begitu besar. Posisinya hanyalah pelapis Iker Casillas, dan dari dua Piala Eropa yang berhasil di menangkan Spanyol, Reina hanya tampil dalam satu pertandingan pada alag terakhir penyisihan Grup D Piala Eropa 2008 menghadapi Yunani.

Komentar