Dompet Kosong Weidenfeller

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dompet Kosong Weidenfeller

Loyalitas adalah hal yang langka dalam sepakbola modern. Tidak heran salah satu tolok ukur yang menjadikan pesepakbola sebagai legenda adalah dari jumlah penampilan di satu klub tertentu. Status legenda tentu akan semakin lekat jika pemain yang bersangkutan memutuskan untuk pensiun di klub yang sudah ia bela selama bertahun-tahun.

Roman Weidenfeller adalah legenda Borussia Dortmund. Penjaga gawang yang debut pada musim 2002/03 ini resmi gantung sarung tangan di musim 2017/18. Selama membela tim hitam-kuning, pria yang lahir pada 6 Agustus 1980 itu mencatatkan 453 penampilan. Selama itu pula, Weidenfeller telah mempersembahkan dua gelar juara Bundesliga, dua trofi DFB Pokal, dan satu Piala Super DFL.

“Saya punya banyak memori indah, meski ada juga kekalahan seperti melawan Bayern di Wembley saat final Liga Champions. Itu menyakitkan dan masih sakit sampai hari ini karena saya tahu peluang (tampil di final Liga Champions) itu tidak sering datang. Saya telah memberi tahu rekan satu tim yang jauh lebih muda dan mungkin jauh lebih berbakat dari saya bahwa Anda butuh sedikit keberuntungan untuk dapat bermain di laga terakhir Liga Champions,” kenang Weidenfeller sebagaimana dilansir dari laman web Bundesliga.

Weidenfeller sedang membicarakan momen 25 Mei 2013. Kala itu terjadi duel antara sesama klub Jerman (Bayern kontra Dortmund) di tanah Inggris Raya (Stadion Wembley). Hari itu kebetulan Weidenfeller didaulat menjadi kapten oleh sang pelatih, Jürgen Klopp. Hari itu pula ia punya kesempatan untuk mengangkat “Si Kuping Lebar” lebih dulu dari rekan-rekannya jika keluar sebagai pemenang. Namun apa daya, gawang Weidenfeller dibobol dua kali di babak kedua. Padahal di babak pertama, Weidenfeller tidak kebobolan yang tentu saja semakin melambungkan asa para pendukung Dortmund.

Gol pertama Bayern dicetak Mario Mandzukic di menit ke-60. Selang delapan menit, Ilkay Gundogan mencetak gol penyama kedudukan melalui titik penalti. Kamera tidak hanya menyorot selebrasi si pencetak gol, tetapi juga merekam ekspresi kegembiraan Weidenfeller. Dia mengepalkan tangan sambil berteriak sekuat tenaga yang seketika memperlihatkan urat-urat di lehernya.

Namun kegembiraan itu sifatnya hanya sementara. Ketika pertandingan memasuki menit akhir, Arjen Robben menceploskan bola ke gawang Dortmund yang tanpa penjagaan Weidenfeller. Setelah bola dipungut dari gawangnya, Weidenfeller tampak lesu, seluruh manusia dengan kostum hitam-kuning yang ada di Wembley pun ikut lesu. Mereka sadar pertandingan akan segera berakhir. Mereka sadar gol Robben menutup pintu kemenangan.

Gol kemenangan itu mungkin sempat membangkitkan nostalgia Weidenfeller kala masih berstatus pemain junior. Ketika masih membela tim muda Sportfreunde Eisbachtal, Weidenfeller pernah bilang bahwa si pencetak gol kemenangan selalu diganjar bonus berupa uang. Untuk itulah ia sempat menjajal jadi seorang penyerang. Setidaknya ia melakukan itu untuk dua hal; bosan jadi kiper dan untuk memperoleh uang.

“Saya selalu ingin tantangan dan ingin mencetak gol saat [pertandingan] dimulai. Saat itu, Anda akan dapat lima deutsche mark jika berhasil mencetak gol kemenangan. Oleh karena saya adalah penjaga gawang, maka saya tidak bisa melakukan itu, jadi dompet saya selalu kosong!” ungkap Weidenfeller dilansir dari laman web Bundesliga.

Kendati demikian, nasib tidak berpihak kepada Weidenfeller ketika menjadi penyerang. Ia melakoni beberapa kali pertandingan di liga junior sebagai pemain depan dan tak ada satu gol pun yang berhasil ia cetak. Akhirnya sang pelatih menariknya lagi ke posisi semula: penjaga gawang.

Di bawah mistar, nasib baik menghampiri dirinya. Belakangan itu menjadi takdir karena faktanya ia pensiun sebagai seorang kiper legendaris di salah satu klub raksasa Jerman. Total ia mencatatkan 148 kali nirbobol selama 16 tahun membela Dortmund.

Weidenfeller dulu mungkin sering mengeluh karena dompetnya selalu kosong ketika jadi kiper. Namun jika melihat prestasinya kini, ia tentu bangga dengan statusnya sebagai penjaga gawang. Para suporter Dortmund tak segan membuat spanduk raksasa bertuliskan “Danke Roman!” sebagai bentuk apresiasi kepada sang legenda. Bahkan pihak klub berinisiatif menggelar laga spesial untuk melepas masa pensiunnya pada September mendatang.

Weidenfeller akan menjadi pemain ketujuh dalam sejarah Dortmund yang diberi pertandingan testimonial, setelah Dieter Kurrat, Manfred Burgsmüller, Norbert Dickel, Michael Zorc, Jürgen Kohler, dan Dede. Dari nama-nama tadi, belum pernah Dortmund menggelar laga testimonial untuk seorang penjaga gawang. Roman Weidenfeller adalah yang pertama dalam sejarah klub.

Komentar