Zidane Hanya Seorang Manusia

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Zidane Hanya Seorang Manusia

Zinedine Zidane sedang berjalan di depan Marco Materazzi ketika kedua pemain berhadapan pada 9 Juli 2006, dalam pertandingan final Piala Dunia. Dalam tayangan ulang Materazzi tampak mengatakan sesuatu yang membuat Zidane berbalik arah. Tidak jelas apa yang dikatakan, tapi ucapan Materazzi membuat Zidane menanduk dada sang lawan. Zidane diberi kartu merah oleh wasit Horacio Elizondo akibat ulahnya.

Sebelumnya, Zidane membawa Perancis unggul di menit ketujuh melalui titik penalti. Kapten Perancis itu mengeksekusinya dengan tendangan panenka. Selang 12 menit, Italia menyamakan skor 1-1. Terima kasih kepada Materazzi karena berkat tandukannya, bola masuk ke gawang Fabien Barthez.

Sejak awal, baik Zidane maupun Materazzi seperti sudah ditakdirkan sebagai aktor utama dalam pertandingan ini. Di awal-awal kisah, penonton sekaligus pembaca permainan berdecak kagum lewat aksi keduanya. Baik Zidane maupun Materazzi sama-sama mencetak skor untuk negaranya. Sehingga mereka sah menyandang status pahlawan untuk sementara.

Namun penonton dibuat geleng-geleng kepala jelang akhir cerita. Pasalnya, salah satu pahlawan dalam kisah itu mendadak berperangai buruk. Penonton mungkin sedang asyik membaca permainan sembari menebak Perancis akan keluar sebagai juara. Namun apa daya, kisah tersebut memiliki alur yang tak terduga: sang pahlawan diusir. Perancis terpaksa bertarung dengan sepuluh pemain. Perancis kalah adu penalti.

Sempat Memutuskan Pensiun Setelah Piala Eropa 2004

Mundur dua tahun sebelum kejadian, Zidane sang pahlawan Perancis itu menyatakan pensiun dari tim nasional. Momentum yang dipilih pria keturunan Aljazair itu yakni ketika Perancis gagal pada Piala Eropa 2004 di Yunani. Langkah tim berjuluk Ayam Jantan itu terhenti oleh tuan rumah di babak delapan besar.

“Ini adalah akhir dari karier internasionalku bersama Tim Perancis. Inilah waktuku. Ini adalah akhir dari sebuah siklus: ada beberapa pemain hebat yang pensiun pada 2000 dan 2002, pemain lain sudah melakukannya dan sekarang giliranku,” kata Zidane yang mengumumkan pensiun melalui website pribadi.

Kala itu usianya sudah 32 tahun, usia yang memang tak lagi muda untuk pemain yang berposisi sebagai gelandang. Kendati demikian, Zidane masih sanggup mencetak tiga gol di Portugal. Fakta itu menjadikannya pencetak gol terbanyak Perancis di Piala Eropa 2004 ketika Thierry Henry dan David Trezeguet yang notabene merupakan penyerang, malah tidak bikin gol sebanyak itu.

Persis satu tahun setelah kabar menghebohkan itu, Zidane memutuskan untuk balik lagi ke timnas. Christophe Dugarry, mantan rekan setim Zidane pada ajang Piala Dunia 1998, berpikir bahwa seseorang telah meretas website pribadi Zidane. Pernyataan itu memang tidak pasti, tapi satu hal yang pasti: Zidane telah kembali.

“Pada dini hari sekitar pukul 3 pagi, aku tiba-tiba bangun dan bicara dengan seseorang,” katanya saat menjelaskan alasan dirinya tidak jadi pensiun. “Sampai mati aku tidak akan pernah cerita siapa orang tersebut. Ini adalah seseorang yang mungkin tidak akan pernah kamu temui. Selama jam-jam berikutnya aku sendirian dengan orang itu, di rumah, dan aku mengambil keputusan untuk kembali. Aku tidak pernah mengalami itu sebelumnya. Aku merasa didorong oleh kekuatan yang mendikte perilakuku. Itu semacam wahyu untukku dan aku harus mematuhi suara yang menasihatiku,” kata Zidane dilansir dari Guardian.

Kembalinya Zidane membuat Perancis yang terseok-seok di kualifikasi mampu mencapai putaran final Piala Dunia 2006, bahkan sampai ke final. Dia kembali dan mempersembahkan penampilan bak dewa. Namun di final, terbukti sudah bahwa Zidane hanya seorang manusia.

Setelah pertandingan final Piala Dunia 2006 tersebut, Zidane sempat berbicara kepada stasiun televisi Perancis soal kejadian tandukannya itu.

“Itu adalah sesuatu yang terjadi sangat cepat. Ia menarik kausku dan aku mengatakannya untuk berhenti, dan jika ia mau [kausku] ia bisa mendapatkannya setelah pertandingan. Kemudian ia mulai mengatakan kata-kata yang sangat menyakitkan yang ia ulang berkali-kali. Kata-kata yang bisa lebih menyakitkan daripada tindakan. Ini adalah kata-kata yang menyakitiku dari hati terdalam. Terlalu serius untuk dikatakan. Ini adalah hal-hal pribadi soal ibuku, adik perempuanku. Kamu mendengarnya sekali dan kamu berusaha pergi. Itu yang kulakukan. Kamu mendengarnya dua kali dan tiga kali, kamu berderak. Di atas segalanya, aku hanya seorang manusia.”

Komentar