Tanpa David Beckham, Inggris hanya Lennon dan McCartney

Backpass

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tanpa David Beckham, Inggris hanya Lennon dan McCartney

Hal apa yang tebersit ketika mendengar nama David Beckham? Ganteng, terkenal, kaya, Victoria, tendangan pisang, Manchester United, MLS, atau mungkin bahkan Syahrini? Sebut saja semua yang ada. Tapi bagi Inggris, Beckham adalah satu: ikon.

Pada 26 Maret 2008, Beckham menjadi pemain kelima dalam sejarah yang tampil minimal sebanyak 100 kali bersama tim nasional Inggris. Empat pendahulu Beckham adalah Billy Wright, Sir Bobby Charlton, Bobby Moore, dan Peter Shilton. Inggris kalah 0-1 dari tuan rumah Prancjs dalam laga laga uji coba yang digelar di Stade de France itu, namun senyum Beckham tetaplah merekah.

"Saya harus berusaha keras untuk menahan air mata. Ini adalah momen yang sangat emosional bagi saya dan keluarga saya. Mereka selalu ada untuk saya melewati segala naik-turun," tutur Beckham seperti yang dikutip BBC.

Perjalanan karier Becks (sapaan akrab Beckham) bersama The Three Lions memang tidak mudah. Sehebat apapun kemampuannya dalam mengeksekusi bola mati dan mengirimkan umpan manja bagi para penyerang, tidak banyak orang yang benar-benar menatapnya dengan dua bola mata.

Dalam artikelnya di Guardian, jurnalis Paul Kelso menceritakan bahwa mayoritas para fans mencibir keputusan manajer Peter Taylor ketika mempercayakan ban kapten kepada Beckham dalam laga uji coba melawan Italia pada November 2000. Terlalu pendiam, terlalu muda, dan bahkan terlalu bodoh untuk mengemban pekerjaan tersebut adalah beberapa alasan di antaranya.

Padahal, mau diakui ataupun tidak, Beckham merupakan sosok yang berjasa besar bagi kepopuleran sepakbola Inggris, di dalam dan terlebih di luar lapangan.

***

Era 90-an adalah era yang menggairahkan bagi Inggris. Sebuah kultur baru dari skena musik bernama Brit-Pop meledak dan radiasinya menyelimuti hampir seluruh pelosok bumi. Hal serupa juga berlaku pada skena film. Kultur pop Inggris nampak begitu berkilau dan mulai menjadi pesaing kuat Hollywood yang sebelumnya tanpa tandingan.

Di saat yang hampir bersamaan, tepatnya pada 1997, partai buruh berhasil kembali menguasai parlemen. "Kita akhirnya pulang ke rumah," ujar Tony Blair, yang ketika itu baru berusia 44 tahun, dalam pidato kemenangannya sebagai Perdana Menteri. Untuk diketahui, selama 17 tahun sebelumnya, parlemen Inggris dikuasai oleh partai konservatif.

Tentu saja, lapangan hijau juga membutuhkan wajahnya sendiri. Bukan tanpa alasan sepakbola mendapat perhatian besar. Dengan lahirnya sebuah sistem kompetisi baru bernama Premier League pada 1992, ada revolusi tersendiri yang terjadi. Perubahan besar tak terelakkan hampir di semua lini berkat gelontoran dana investasi: pembangunan stadion, siaran televisi, hingga pembentukan karakter para suporternya.

"Sepakbola menjadi bagian penting dalam identitas kami. Sesuatu yang tidak relevan secara politik, tiba-tiba menjadi hal yang penting," kata Blair dalam sebuah film dokumenter berjudul Class of ‘92, menggambarkan betapa pentingnya sepakbola dalam perkembangan Inggris sebagai sebuah negara.

Di sinilah seorang David Robert Joseph Beckham berguna. Paras tampan yang dimilikinya terlalu sayang untuk disia-siakan. Ia menjadi komoditas panas bagi pemasaran Premier League. Terlebih, kehidupan pribadinya sangat glamor. Ia sangat natural ketika menjadi pusat perhatian setelah diketahui menjalin hubungan dengan personel Spice Girls, Victoria Adams (yang kemudian menjadi istrinya).

"Saya pernah berkunjung ke sebuah sekolah di Jepang. Ketika saya diperkenalkan kepada para petinggi sekolah, saya merasakan bahwa mereka tidak mengenal saya. Saya bahkan cukup yakin mereka tidak tahu letak Britania Raya di peta," ucap Blair mengenang pengalamannya. "Ketika sudah cukup frustrasi, saya akhirnya mengucapkan kata `David Beckham` dan seketika mereka seperti tersadar. Di saat itu juga, terciptalah sebuah koneksi."

Bagaimanapun, oleh mereka yang tidak mendukung Manchester United, Beckham dianggap hanya sebatas paras tampan. Sinisme ini sangat sulit untuk dienyahkan, terutama akibat Tragedi St-Etienne.

Inggris berada di atas angin ketika memasuki babak kedua dalam laga 16 besar Piala Dunia 1998 melawan Argentina. Papan skor memang menunjukkan angka 2-2, tetapi ada kepercayaan diri besar dalam diri anak-anak asuh manajer Glenn Hoddle yang memang menguasai jalannya pertandingan di babak pertama. Semua baru berubah setelah Beckham diusir keluar oleh wasit karena menendang Diego Simeone pada menit ke-47.

"Saya ingat merasa ditendang dari belakang. Saya bereaksi dengan mengangkat kaki saya dengan cara yang bodoh. Setelah melakukannya, saya langsung sadar bahwa saya akan mendapatkan kartu merah. Saya tahu bahwa saya melakukan kesalahan besar," ucap Beckham.

The Three Lions berhasil mempertahankan skor 2-2 hingga babak adu penalti, tetapi pada akhirnya mereka tetap harus pulang kampung karena Paul Ince dan David Batty gagal menjalankan tugasnya dengan sempurna.

Saat berjalan keluar lapangan menuju ruang ganti, Beckham tidak menyadari hal yang akan didapatkannya. Seorang bintang, yang dinilai tidak pantas bermain sepakbola oleh banyak orang, menjadi biang keladi tersingkirnya Inggris dari Piala Dunia.

"10 Singa Gagah, Satu Bocah Bodoh," tulis Mirror di halaman depan.

Entah berapa ratus atau mungkin ribuan surat berisi makian dan ancaman pembunuhan diterima oleh Beckham ketika itu. Semua dikirim dari tangan ke tangan, tanpa perangko, apalagi identitas pengirim. Sebuah manekin yang mengenakan seragam Inggris dengan nama punggungnya bahkan pernah digantung di atas sebuah pohon.

Bukan Beckham seorang yang diganggu oleh publik dan media. Kakeknya pernah ditanya oleh seorang wartawan "apa yang telah cucu Anda perbuat?"

Tekanan tersebut memang berangsur-angsur surut seiring berjalannya waktu. Namun, Becks baru benar-benar terbebas dari segala sinisme ketika tendangan bebasnya ke gawang Yunani di Stadion Old Trafford memastikan Inggris lolos ke Piala Dunia 2002.

Total, pria yang lahir di London itu mencatatkan 115 penampilan bersama Inggris, menjadikannya sebagai pemain dengan jumlah penampilan terbanyak ketiga, hanya kalah dari Peter Shilton (125 kali) dan Wayne Rooney (119 kali).

Di luar lapangan, Beckham itu adalah perwakilan sejati warga kelas menengah (dan sedikit kelas atas) Inggris. Ia tahu sopan-santun, tidak sombong, pandai berbicara, paham cara berdandan ala aristokrat, dan (yang terpenting) loyal terhadap kerajaan.

Adapun di dalam lapangan, Beckham juga merepresentasikan `menjadi Inggris` di kalangan akar rumput: arogansi mereka yang mengaku melahirkan sepakbola dan mengembangkannya menjadi industri revolusioner, bermental kuat, hingga kebodohan-kebodohan kecil yang membuat mereka selalu gagal di setiap Piala Dunia (dan Piala Eropa!) sejak Wembley 1966.

Tanpa Beckham, Inggris hanya John Lennon dan Paul McCartney.


Simak opini, komentar, dan sketsa adegan Rochy Putiray tentang jual-beli lisensi klub yang kerap terjadi di Liga Indonesia:



Komentar