Si Ahli Matematika Itu Kini Kembali Menjadi Pengangguran

Backpass

by Ardy Nurhadi Shufi 61217

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Si Ahli Matematika Itu Kini Kembali Menjadi Pengangguran

Mantan timnas Maroko, Marouane Chamakh, pernah mengalami masa emas dalam karier sepakbolanya dengan membela salah satu kesebelasan besar Inggris, Arsenal. Bergabungnya pemain kelahiran 10 Januari 1984 ini ke Arsenal melanjutkan kariernya yang cukup cemerlang di Prancis, negara kelahirannya, bersama Bordeaux.

Sejak meniti karier di FC Marmaindais, Chamakh sudah menarik perhatian banyak kesebelasan Prancis. Selain Bordeaux, kesebelasan Ligue 1 lain seperti Lens, Toulouse, dan Lorient, dikabarkan tertarik merekrutnya. Sebagai penyerang jangkung, ia dianggap menjadi penyerang idaman setiap kesebelasan.

Selain menjalani karier sebagai pesepakbola, Chamakh pun memiliki keahlian lain di luar lapangan hijau; matematika. Ia kerap membantu penghitungan keuangan kafe milik adiknya. Hal ini dikarenakan sebelum fokus di dunia sepakbola, Chamakh memiliki gelar Diploma di bidang akuntansi.

"Matematika, akuntansi, keduanya cukup mudah buat saya," kata Chamakh seperti yang dilansir Daily Mail. "Saya menemukan diri saya cukup tertarik dengan akuntansi. Mungkin karena saya pintar dalam matematika. Itu adalah salah satu mata pelajaran yang saya tidak pernah kesulitan untuk mengerjakannya karena saya selalu berlatih lebih banyak saat sekolah."

Salah satu alasan Chamakh cukup baik dalam pendidikan karena ia tak mau sepakbola membuat keluarganya khawatir terhadap karier masa depannya. Maklum, kedua orang tuanya yang berasal dari Maroko bukanlah keluarga yang serba kecukupan. Sang ayah, El Mostafa Chamakh, merupakan seorang kuli bangunan di Prancis setelah kariernya di Maroko sebagai pesepakbola gagal memberikan kesejahteraan.

Pada 2010, Chamakh sempat mencoba terlibat dengan dunia politik karena ketertarikannya dengan politik. Ia pun bergabung dengan Partai Pergerakan Demokrasi (MoDem). Namun karena karier sepakbolanya mulai terganggu, akhirnya dunia politik ditinggalkannya. Beruntung ia masih dilirik Arsene Wenger, manajer Arsenal.

Bergabungnya Chamakh ke Arsenal memang bak durian runtuh. Apalagi Arsenal merupakan kesebelasan favoritnya. Selain menyukai Zinedine Zidane, ia mengidolai legenda Arsenal, Dennis Bergkamp. Karena alasan ini pula ia memilih Arsenal ketimbang Lyon yang saat itu meminatinya juga.

"Saya mengikuti perkembangan Arsenal sejak usia 12 atau 13 tahun. Bordeaux mungkin tim saya, namun saya selalu menyukai Arsenal. Mungkin karena manajernya (Arsene Wenger). Oleh karena itu, bermain di sini seperti mimpi," beber Chamakh ketika diperkenalkan sebagai pemain Arsenal.

"Sebelum ke Inggris, saya bisa saja bergabung ke Lyon, bersama Gerard Houllier, pada 2005. Saya begitu antusias ketika ada tawaran tersebut, karena saya tahu Houllier melakukan hal yang luar biasa di Liverpool. Tapi Bordeaux tak mengizinkan saya pindah. Ada tawaran dari Inggris juga, dan semuanya semakin rumit. Itulah kenapa saya saat itu ingin mengakhiri kontrak saya," tambahnya.

Chamakh sendiri bergabung dengan Arsenal dengan status bebas transfer. Kala itu ia berstatus pemain terbaik Ligue 1. Hanya saja kariernya di Arsenal tak berjalan mulus karena ia enggan belajar bahasa Inggris karena banyaknya pemain Prancis di Arsenal. Ia pun lebih memilih memiliki penerjemah jika ia harus berkomunikasi lewat bahasa Inggris.

Setelah mendapatkan banyak kesempatan pada musim pertama, musim keduanya ia lebih sering duduk di bangku cadangan. Musim ketiga ia dipinjamkan ke West Ham United. Hijrah ke Crystal Palace pada 2013 pun dengan status bebas transfer. Kariernya tak kunjung membaik pun membuatnya jadi pengangguran pada musim panas 2016.

Ia sempat diboyong Neil Warnock pada Oktober 2016, mantan pelatihnya di Crystal Palace yang menukangi Cardiff City dengan kontrak jangka pendek, perpanjangan kontrak berdasarkan performa. Namun karena penampilannya tak memuaskan, bersama Kieran Richardson, kontraknya diputus pada akhir Desember 2016.

Kini, si ahli matematika itu pun kembali menjadi pengangguran. Sambil menunggu panggilan klub baru datang, mengingat usianya yang masih berusia 33 tahun, mungkin ia akan kembali menjadi seorang akuntan...... di kafe milik adiknya.



foto: cardiffcityfc.co.uk

Komentar