Oleguer Presas dan Tabu Politik dalam Sepakbola

Backpass

by Redaksi 41

Redaksi 41

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Oleguer Presas dan Tabu Politik dalam Sepakbola

Pada 2 Februari 1980, Oleguer Presas dilahirkan. Sebagai penduduk asli Sabadell, terletak sekitar 30 km dari Camp Nou, ia telah tumbuh dalam romantisme nasionalisme Catalan. Dan selamanya ia merawat romantisme itu, bahkan kendati sepakbola kian hari kian mengharamkan politik.

Anda mungkin sering mendengar idiom "Barcelona is not Spain". Idiom itu, kendati tak terlalu menonjol lagi belakangan, memperlihatkan apa yang dulu membuat Barcelona menjuluki/dijuluki "mes que en club" alias "lebih dari sekadar klub". Sebab, dalam logika julukan itu, Barcelona juga merupakan identitas bangsa Catalan yang selalu saja memeram perasaan disisihkan dan dianaktirikan oleh rezim pemerintahan Spanyol.

Oleguer tentu sangat fasih memahami persoalan ini. Bukan semata karena ia orang Catalan, tapi karena ia juga seorang pesepakbola yang punya kapasitas intelektual untuk memahami hal-hal pelik di luar sepakbola. Ia seorang sarjana ekonomi. Gelar itu ia raih di sela kesibukannya sebagai pemain bola. Saat menghadapi ujian akhir, ia mendapat dispensasi untuk tidak ikut latihan bersama rekan-rekannya di Barcelona.

Dia mulai bermain untuk Barcelona pada 2001, menghabiskan dua tahun di tim B. Debutnya di tim utama terjadi pada Liga Champions 2002/2003 saat Barcelona menghadapi Galatasaray di Istanbul. Barca saat itu menang 1-0. Ia ada di lapangan saat Barcelona mengalahkan Arsenal di final Liga Champions 2005/2006.

Mungkin orang berpikir bahwa tidak ada yang lebih ideal bagi seorang nasionalis Catalan selain bermain untuk Barcelona, kesebelasan yang dianggap sebagai representasi nasionalisme Catalan. Nyatanya tidak. Sikap perlawanan politiknya ternyata tak selaras dengan sikap manajemen.

Kejadian yang mengubah karir Oleguer terjadi pada 7 Februari 2007. Ketika itu ia menulis sebuah artikel dalam bahasa Basque di surat kabar Berria. Pemain yang kini genap berusia 35 tahun ini menulis sebuah artikel yang menggugat independensi sistem hukum di Spanyol, terutama terkait penahanan dan penghukuman Jose Ignacio de Juana Chaos, seorang aktivis ETA, yang merupakan organisasi pembebasan bangsa Basque.

Sebagai warga negara yang punya kesadaran politik yang tinggi, Oleguer selalu merasa sensitif dengan perlakuan sewenang-wenang negara, dalam hal ini Spanyol. Sebagai warga yang merawat romantisme sekaligus utopia kemerdekaan bangsa Catalan, ia tentu punya simpati pada gerakan-gerakan pembebasan lainnya, tak terkecuali pada ETA yang merupakan organisasi pembebasan bangsa Basque.

Artikel itu menyebabkan kehebohan di Spanyol dan membuat hidupnya begitu sulit di lapangan. Pemain depan Levante, Salva Ballesta (kini telah pensiun) menyatakan bahwa ia lebih menghormati kotoran anjing ketimbang Oleguer. Dia dicemooh diberbagai stadion, ia difitnah di media dan dituduh teroris pendukung kemerdekaan Catalan. Sponsor pun menjauhinya. Kelme, appareal yang mengikat kontrak dengannya, langsung memutus kontrak karena artikel itu.

Meskipun begitu banyak kecaman yang diterima Oleguer, ia justru menulis sebuah buku bersama penyair nasionalis, Roc Casagran, yang berasal dari Catalan. Dalam buku berjudul Road to Ithaca, Oleguer melukiskannya ruas-ruas jalan dan tentang persahabatan dan impiannya dengan utopia, tentu saja juga memuat kritik yang tajam terhadap sikap-sikap fasisme negara. Ithaca merupakan sebuah pulau yang terletak di Yunani, yang diperkirakan telah menjadi rumah Homer Odysseus, di mana ia mencoba untuk kembali setelah akhir Perang Troya. Sebuah buku melankolik tentang tanah asal, kerinduan tersamar terhadap pembebasan tanah asal.

2012111597oleguer-dentro Foto: Laopinion. Oleguer saat Launching Bukunya.


Dalam bukunya Oleguer juga membandingkan ketika Barcelona memenangkan kejuaraan Spanyol pada tahun 2005 dengan para pejuang kemerdekaan Catalonia dan anti-fasis yang membela Barcelona melawan pasukan Franco pada tahun 1939.

Aktivitasnya di luar lapangan telah membuatnya berbeda dari kebanyakan pemain tapi Oleguer tidak suka berpikir tentang dirinya sebagai sesuatu yang berbeda, dan berjuang dengan idenya hanya untuk menjadi sebuah ikon.

â??Saya tidak suka untuk dipuja. Tentu saja hal yang menarik ketika seorang pria berusia 50 tahun mengucapkan selamat kepada saya ketika di jalan. Tapi aku selalu merasa dia telah melakukan hal yang lebih dari apa yang telah aku lakukan,â? katanya.

Bahkan gol perdananya (menjadi satu-satunya gol) di Barca ketika melawan Malaga, ia dedikasikan untuk seorang anak berusia 14 tahun yang ditangkap karena memasang poster sebagai bentuk kritikan terhadap Wali Kota di Sabella.

Selain menulis buku, Oleguer berkontribusi di jurnal politik. Ia pernah memprotes konstitusi Uni Eropa neoliberal dalam pidatonya, dan telah menjadi kritikus yang paling lantang menentang perang di Irak. Ia bahkan membiayai konser Manu Chao (musisi asal Catalan) agar dapat dinikmati secara gratis pada tahun 2007.

Dalam acara tersebut, Oleguer diapit oleh dua pekerja seks yang memperjuangkan hak-hak mereka. Oleguer juga berbicara tentang demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat dalam acara tersebut. Bahkan Oleguer berani menyindir situasi di perkotaan dan lingkungan sosial di ibukota Catalan yang menurutnya sudah tak lagi merawat semangat bangsa Catalan.

Politik belakangan memang sering dianggap tabu dalam sepakbola. Padahal, banyak hal dalam sepakbola ditentukan oleh politik. Isu politik tak henti-hentinya masuk ke sepakbola dan bahkan mempengaruhi sepakbola. Kami menuliskan banyak artikel tenteng subjek politik dan sepakbola ini. Anda bisa menelusurinya DI SINI.


Dari gemerlapnya dunia persepakbolaan yang bergelimang uang, Oleguer justru menjauh dari hal itu. Ia berpergian tidak mengunakan mobil mewah yang biasa digunakan pemain sezamannya. Pria dengan tinggi badan 187cm ini hanya mengunakan van abu-abu ketika berpergian atau menggunakan transportasi umum.

Oleguer adalah contoh salah satu pemain yang memperjuangkan hak politiknya melalui sepakbola meskipun itu melawan arus. Ada pesan mendalam dari Oleguer yang dikutip dari The Guardian "Bahwa saya tidak tahu apa yang harus dipikirkan. Terlalu sering negara hukum justru memiliki noda-noda yang membuat saya ragu. Baunya kemunafikan. Dan terlalu banyak kemunafikan bisa membuat Anda kehilangan itikad baik."

Berbagai perlakuan buruk yang dihadapi Oleguer setelah menerbitkan artikel tajam di surat kabar Berria tak membuatnya menyesal.

Dengan nada yang dingin, ia bilang: "Akibat yang harus saya tanggung tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang dialami orang-orang lain. Yang membuat saya sedih bukan itu, tapi fakta bahwa kebanyakan orang justru tak membaca tulisan saya. Jika orang memasuki dialog dengan cerdas dan tetap tak setuju (dengan artikelnya), itu tidak apa-apa, tapi mereka tak melakukannya."

Frank Rijkaard dan Joao Laporta, manajer dan presiden Barcelona saat itu, juga tidak menyukai apa yang dilakukan Oleguer. Jangan heran jika tak lama kemudian, setelah musim 2007/2008 berakhir, ia pun dijual pada Ajax Amsterdam.

Dalam soal seperti ini, dalam kaitan dengan Oleguer dan bagaimana identitas Barca sebagai representasi bangsa Catalan melawan pemerintah Spanyol, Barcelona agaknya memang bukanlah "mes que un club" (lebih dari sekadar klub). Barcelona sama saja dengan kesebelasan-kesebelasan kebanyakan yang tahu bahwa politik tak sesuai dengan sepakbola, tepatnya: tak sesuai dengan industri sepakbola.

Tentang tema politik dan (industri) sepakbola yang dirancang FIFA, simak artikel Zen RS yang berjudul "Depolitisasi Sepakbola".


Nasionalisme tidak diharamkan sepakbola, selama bisa dijual di sepakbola dan Piala Dunia. Tapi tak usahlah nasionalisme bangsa yang tidak merdeka diperjuangkan segala. Ngapain? Kita main bola saja. Sambil berdagang, tentu saja.

Komentar