Naskah Pilihan Pekan Ini: Riquelme, Rasisme dan Dialog Anak dengan Bapaknya

Naskah Pekan Ini

by redaksi

Naskah Pilihan Pekan Ini: Riquelme, Rasisme dan Dialog Anak dengan Bapaknya

Ini menjadi pekan ketiga bagi rubrik "Naskah Pilihan Pekan Ini". Alasan mengapa kami membuat rubrik ini bisa anda baca di bagian akhir tulisan ini.

Dua pekan berturut-turut sebelumnya, naskah dipilih oleh kurator tamu Bung Hedi Novianto atau @hedi (pekan kedua Februari) dan Bung Eddward Samadyo Kennedy atau Panjul yang biasa berkicau melalui akun @propaganjen (kurator pekan ketiga Februari).

Untuk membaca naskah-naskah pilihan pekan sebelumnya, anda bisa menelusurinya DI SINI.

Pekan ini kami meminta Bung Rossi Finza Noor, yang biasa berkicau di akun @rossifinza, untuk menjadi kurator tamu yang membaca, memilah, dan memutuskan naskah sepakbola manakah yang akan menjadi "Naskah Pilihan Pekan Ini".

Rossi sehari-hari bekerja sebagai wartawan di @detiksport sejak 2007. Di kanal olahraga portal berita detik.com itu, Rossi punya pekerjaan tambahan yaitu mengelola sub-kanal AboutTheGame yang mengakomodasi naskah-naskah sepakbola non-berita sepakbola, berupa esai, ulasan pertandingan, sejarah taktik, aspek-aspek sejarah-politik-ekonomi-budaya dari sepakbola, ulasan buku dan film sepakbola, hingga pernak-pernik sepakbola lainnya semacam ulasan sepatu, jersey hingga game.

Memang benar bahwa penulis-penulis esai sepakbola kini jumlahnya terus bertambah dengan mutu yang juga kian membaik (itulah kenapa kami membuat rubrik ini). Tapi sedikit penulis-penulis esai sepakbola yang bagus itu lahir dari newsroom, kecenderungannya mereka kebanyakan penulis-penulis bebas-nan-lepas yang tak mengalami keseharian yang rutin di meja redaksi. Rossi adalah salah satu dari yang sedikit itu.

Kesibukan memantau kabar-kabar terbaru sepakbola tak membuatnya terbekam oleh rutinitas yang menahun. Secara berkala, ia menuliskan esai-esai personal mengenai sepakbola dengan sudut pandang yang kaya. Kesukaannya pada musik dan film amat membantunya memperkaya nuansa dan kedalaman tulisan-tulisannya. Pelan-pelan esai-esainya mulai menemukan ciri khas: tenang, kalem, mengalir, cenderung menghindari sinisme.

Simak pilihan Bung Rossi terhadap puluhan naskah sepakbola yang ditulis dalam rentang sepekan terakhir (17 Februari-25 Februari) di berbagai medium (portal berita, blog, forum, dll). Ini tiga pilihan naskah sepakbola yang direkomendasikan oleh Bung Rossi berikut argumentasinya:

Ralat: Sebelumnya naskah Sepakbola dari Ujung Teras karya Andhika Mangala PPP terpilih sebagai salah satu dari tiga naskah pilihan. Ternyata, naskah cerpen tersebut tayang pada bulan Desember, dan bukan tayang pada periode 17 Februari-25 Februari. Untuk itu dipilihkan naskah penggantinya yaitu naskah berjudul Cerita Poster karya Marini Anggitya. Untuk kesalahan ini, redaksi dan kurator tamu Bung Rossi memohon maaf. Dengan demikian kesalahan telah diperbaiki.

=======================

Menjadi Pemalas yang Berdedikasi dan Bermartabat ala Riquelme

oleh: Eddward Samadyo Kennedy, twitter: @propaganjen

Begitu Juan Roman Riquelme menyatakan pensiun, dan memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga serta menyaksikan pemain menyepak bola dari tribun, orang berlomba-lomba bernostalgia akan dirinya. Mereka yang pernah melihat Riquelme bermain mulai mengingat-ingat momen apa yang kira-kira pas untuk menggambarkan Riquelme.

Dari momen-momen di dalam banyak ingatan itu, rata-rata mencetuskan satu kata yang paling identik dengan Riquelme: Pemalas. Dan memang begitulah Riquelme, dia menyihir banyak orang bukan dengan permainan cepat, melainkan dengan sentuhan lambat. Bukan dengan berlari, tapi dengan berjalan kaki. Dalam bahasa Eddward Samadyo Kennedy, Riquelme sedang ber-flaneur di tengah senja yang cerah.

Seorang yang melakukan flaneur bisa diartikan sebagai pengeluyur. Tidak suka keterikatan, tidak suka rute, tidak suka rencana eksak. Eddward dengan jitu menggambarkan Riquelme tidak hanya sebagai pesepakbola, tetapi sebagai manusia dan juga penggugat. Dia adalah antipati dari segala hal yang identik dengan sepakbola modern: ke-eksak-an, kestabilan, dan kecepatan.

Ketika Riquelme pensiun, ada beberapa tulisan yang dibuat untuk menghormatinya. Salah satu tantangan untuk membuat tulisan dengan tema yang dibahas banyak (atau beberapa) orang adalah mengambil sudut pandang yang berbeda. Minimal, jika sudut pandangnya cukup mirip, menawarkan gaya penulisan atau penyajian yang berbeda.

Eddward menawarkan ke-khas-an seperti beberapa tulisannya sebelumnya; santai, rileks, seperti seseorang sedang melukis sembari mengisap tembakau. Tulisannya layak untuk dinikmati ketika sedang ingin berlama-lama ataupun sedang malas tergesa-gesa. Ya, seperti permainan Riquelme ini.

Berikut petikan naskahnya:

"Juan Roman Riquelme adalah antidot dari segala yang modern: Ia tak suka ketergesaan, ia bukan orang yang memburu aktualitas, ia menikmati berlama-lama mengerjakan sesuatu. Jika lapangan hijau adalah labirin kota, maka Riquelme adalah Charles Baudelaire yang tengah melakukan flaneur ketika senja sedang cerah-cerahnya.

 Kendati "dikutuk" dengan segala kemalasannya tersebut, Riquelme diberkahi keterampilan yang dimimpikan tiap laki-laki di Argentina: mengolah si kulit bundar. Silakan bayangkan sebentar saja betapa paradoks seorang Riquelme: lihai menggiring bola, tetapi ogah merebutnya, mahir menggocek lawan, tetapi malas berlari. Hingga derajat tertentu, bolehlah kita menilai Riquelme sebagai penari Tango yang eksotis–sekaligus politis.

Tengoklah video gaya bermain Riquelme di laman Youtube, maka Anda akan merasa seperti tengah disodori sebuah film tentang penari Tango yang sepenuhnya direkam dalam tayangan lambat: menjemukan, sekaligus menggairahkan, menggugah, tetapi juga membuat kantuk.

Akan tetapi, justru dengan gerakan semacam itulah tarian Tango yang dimainkan Riquelme menawarkan hal lain: sebuah itikad subversif terhadap kemapanan. Ia seolah sedang menggelontorkan kepada kita berbagai persoalan yang sarat dengan relasi dan ketegangan kuasa ketika tengah menggiring bola."

Sumber: https://beritajogja.id/menjadi-pemalas-yang-berdedikasi-dan-bermartabat-ala-riquelme.html


Cerita Poster

Oleh: Marini Anggity, akun twitter: @marinisaragih

Mereka yang menggemari sepakbola sedari kecil bisa mengenang bagaimana kecintaan mereka bermula. Marini Anggitya mengenangnya dengan salah satu benda yang banyak tergantung di kamar banyak anak di dunia: Poster.

Poster, bagi anak-anak itu, bisa jadi merupakan harta yang tidak ternilai. Sebuah kebanggaan atau angan-angan yang kelak ingin mereka wujudkan. Jika bukan kebanggaan atau angan-angan, sebuah poster pemain bola idola cukup jadi sumber kebahagiaan tiap kali memandangnya. Dan demikianlah Marini menggambarkannya.

Ironisnya, seiring berjalannya waktu, anak-anak itu tumbuh dewasa. Kita sering menemui seorang anak menjadi besar lalu bekerja, tapi pekerjaan yang dia tekuni tidak sesuai dengan cita-citanya dulu. Banyak anak yang memajang poster pemain bola di kamarnya, berharap bisa seperti si idola suatu hari nanti, tapi ujung-ujungnya berakhir di depan meja kerja di gedung-gedung perkantoran.

Lewat sebuah benda bernama poster, Marini menggambarkan solitude seorang anak dengan kamarnya. Rasa tersebut biasanya tidak akan berubah sampai si anak beranjak dewasa lalu bekerja.

Tidak peduli kamar-kamar apa yang ditinggali si anak kelak, akan selalu ada kamar di benak si anak di mana poster sang idola menggantung di sudutnya.

Berikut petikan naskahnya:

"Dulu mamaku sampai muak dengan kelakuanku yang gemar menempeli dinding kamar dengan poster pesepak bola. Kamarku penuh poster. Aku senang, poster-poster yang memenuhi dinding kamar itu memudahkanku untuk mengkhayal bagaimana rasanya menjadi seorang pesepak bola. Tapi dia tak suka, lantas menyuruhku mencabut semua poster. Kabar baiknya, setidak suka apapun, agaknya sedikit banyak dia tahu kalau poster Maldini di sebelah kiri cermin itu selalu menjadi kesayanganku. Buktinya, tak ada omelan yang kudengar walau aku menolak untuk mengenyahkannya dari dinding kamar. Buktinya, poster itu masih kudapati di tempat yang sama setelah sembilan tahun enam bulan kurang satu hari, aku tak menginjakkan kaki ke rumah. 

….....

Poster yang tinggal satu itu, yang bagian tepinya tak lagi mulus, yang sekarang ditempel di dinding yang baru – tak lagi menjadi bukti kalau aku bisa membeli “Maldini” walau jumlah gajiku belum seberapa. Sekarang, ia semacam menjadi jalan masuk ke dalam ruanganku yang paling pribadi. Ruangan yang penuh dengan hal-hal yang dirindukan namun tak terjangkau - ruangan yang hanya bisa dilihat, namun tak bisa ditinggali.”

Sumber: https://www.bolatotal.com/darbeanggit-14670-cerita-poster.html


Rasisme, Perilaku Kolektif, dan Tionghoa

Oleh: Muhammad Rezky Agustyananto, twitter: https://twitter.com/ekkyrezky">@ekkyrezky

Pembahasan yang dimuat Muhammad Rezky Agustyananto dalam tulisannya ini cukup aktual, dilatarbelakangi oleh tindak rasialisme yang dilakukan oleh sekelompok pendukung Chelsea. Mau tidak mau, kasus tersebut terbilang memuakkan lantaran sekelompok pendukung tersebut melakukannya dengan sadar dan penuh kebanggaan.

Tentu, ketika ada sekelompok orang yang melakukan kesalahan dengan sadar dan bangga, maka ada sesuatu yang janggal di situ. Lewat tulisan ini, Rezky menjelaskan mengapa sekelompok orang tersebut bisa dengan lantangnya menentang seorang pria kulit hitam masuk ke dalam gerbong kereta yang mereka penuhi.

Rezky mengambil beberapa teori untuk menjelaskannya, salah satunya adalah Contagion Theory dari Gustavo Le Bon, seorang sosiolog asal Prancis, untuk menjelaskan bahwa terkadang seorang individu melupakan nilai-nilai tertentu sebagai individu hanya untuk ikut tenggelam ke dalam emosi kelompoknya.

Sementara lewat teori lainnya, Rezky menjelaskan bahwa ada kecenderungan juga sekelompok suporter Chelsea tersebut bukan tertular oleh sikap orang di sekitar, melainkan memang sudah punya kecenderungan bersikap rasialis dari sananya.

Lewat penjelasan yang panjang, Rezky kemudian menjabarkan bahwa kecenderungan bersikap rasialis sesungguhnya bisa dimiliki oleh tiap individu. Di sinilah hal itu jadi terasa mengerikan dan oleh karenanya, menjaga kesadaran bahwa sikap rasialis bisa dilakukan siapa pun adalah tindakan preventif untuk mencegah rasialisme itu sendiri.

Berikut petikan naskahnya:

"Rasanya tak ada yang lebih memuakkan daripada mendengar sekumpulan orang bernyanyi dengan bangga, mendeklarasikan bahwa diri mereka rasis. Berlaku rasis adalah satu hal, tetapi bangga menjadi rasis adalah hal lainnya. Berlaku rasis adalah tindakan bodoh, tetapi bangga menjadi rasis adalah hal yang mengerikan.

Saya tidak tahu apa tepatnya ada di dalam kepala sekumpulan suporter Chelsea saat mereka mencegah seseorang berkulit gelap masuk ke dalam kereta bawah tanah di Paris, lalu dengan bangga bernyanyi, “We're racist, we're racist and that's the way we like it.” Tergabung dalam sebuah kelompok terkadang bisa membuat individu merasa memiliki kekuatan yang lebih besar ketimbang saat berdiri sebagai individu, dan barangkali pada saat itu, sekelompok suporter Chelsea yang melakukan tindakan hina tersebut merasa orang lain tak akan berani melakukan apapun pada mereka saat itu, tak peduli apa yang mereka lakukan – termasuk bertindak dan mengaku rasis sekalipun."

Sumber: https://www.bolatotal.com/jurnalbotoligans-ekkyrezky-14669-rasisme-perilaku-kolektif-dan-tionghoa.html


===================================

Mengapa kami membuat rubrik “Naskah Pilihan Pekan Ini“?

oleh Zen RS, managing editor Pandit Football Indonesia

Pandit Football Indonesia akan secara rutin mengeluarkan daftar tulisan sepakbola pilihan dalam sepekan. Tulisan-tulisan sepakbola yang dipilih (1) ditulis dalam bahasa Indonesia, (2) berbentuk non-berita (kecuali feature), (3) dan ditulis oleh siapa saja kecuali oleh staf Pandit Football. Siapa pun, kecuali staf penulis Pandit Football Indonesia, berhak dikurasi karya tulisnya mengenai sepakbola untuk masuk ke dalam naskah pilihan pekan ini.

Semua jenis tulisan sepakbola, kecuali berita, dimungkinkan untuk dikurasi. Dari mulai tulisan taktik, finansial, sejarah, musik, film, jersey, sepatu bola, hingga cerita pendek atau puisi. Selama masih bisa dianggap sebagai atau berkaitan dengan sepakbola, baik berkaitan langsung atau tidak langsung. Tulisan bisa diunggah di portal berita, forum-forum (seperti kaskus dan yang lain), blog pribadi, blog komunitas, kompasiana bahkan notes di facebook dan di mana pun. Maaf, kami tidak bisa memasukkan kultwit, baik yang sudah di-chirpstory maupun yang belum. :)

Kami akan berusaha mengundang para penulis tamu sebagai kurator yang akan menyeleksi naskah-naskah yang layak dianggap sebagai naskah pilihan dalam sepekan. Hanya dalam kondisi mendesak saja salah satu dari penulis Pandit Football Indonesia yang akan menjadi kurator naskah.

Untuk mengakomodasi keragaman jenis tulisan, bukan tidak mungkin kurator yang dipilih bukan seorang penulis sepakbola. Bisa saja merupakan seorang cerpenis, penyair, penulis musik bahkan seorang penulis kuliner sekali pun. Sebab kami percaya, sepakbola memang bisa dinikmati oleh siapa saja.

Melalui rubrik “Naskah Pekan Ini”, kami hendak memberikan apresiasi yang besar kepada orang-orang yang (konsisten atau pun tidak) sudi mengerahkan kemampuannya untuk menuliskan sepakbola. Kami percaya, genre penulisan sepakbola sudah berkembang sedemikian pesat, tidak kalah massifnya dengan para penulis perjalanan, kuliner, otomotif, politik, sastra, film atau musik. Dan penting kiranya untuk bisa memotret pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan terbaru dari genre penulisan sepakbola ini.

Melalui rubrik ini pula, sesungguhnya, kami sedang mengakui keterbatasan kami sendiri. Tidak semua hal bisa, sempat atau sanggup kami tuliskan. Kami percaya, banyak penulis di luaran sana yang bisa menghasilkan tulisan-tulisan dengan mutu yang baik dan terus membaik.

Kami berharap anda sudi membantu proyek kecil-kecilan ini. Caranya mudah: tiap kali anda menulis sebuah artikel sepakbola atau baru saja membaca sebuah artikel sepakbola yang dirasa memuaskan mutunya, silakan mention kami melalui akun @panditfootball atau mengirimkan tautannya melalui email panditfootball@gmail.com. Ini penting agar tidak ada naskah bermutu yang terlewatkan untuk dikurasi oleh kurator yang bertugas.

Kami juga sangat terbuka dengan masukan-masukan. Jika anda punya usul terkait proyek komunal ini, silakan ditaruh di kolom komentar. Anda juga bisa menggugat pilihan kurator, juga dengan berargumentasi di kolom komentar.


Keterangan lukisan yang menjadi ilustrasi:

Artis: Willering Epko, French (1928 - )
Judul: Soccer Players
Tahun pembuatan: sekitar 1950
Medium: oil on Canvas, signed l.r.
Ukuran: 19.5 in. x 28.5 in. (49.53 cm x 72.39 cm)

Komentar