Sulitnya Merawat Timnas

Nasional

by redaksi

Sulitnya Merawat Timnas

Sepak terjang Timnas Indonesia di gelaran Piala AFF akan sedikit terganjal, lantaran materi pemain yang dapat diboyong dibatasi. Shin Tae Yong (STY) selaku juru taktik Timnas Indonesia tidak leluasa dalam memilih skuad terbaik karena kesepakatan PSSI dengan pihak liga Indonesia hanya bisa memanggil dua pemain untuk setiap klubnya.

Hal tersebut dilatarbelakangi berbenturnya jadwal liga dengan gelaran Piala AFF yang akan berjalan di Desember mendatang. Sedangkan, liga tertinggi Indonesia akan mengarungi seri ketiga pada bulan yang sama. Pergolakkan terjadi dalam tubuh operator liga Indonesia untuk menyesuaikan jadwal klub dengan timnas.

Diskusi terjalin dalam manager meeting yang mempertemukan PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan 18 klub liga Indonesia 2021/2022, pada tanggal 5 November 2021. Alhasil ke-18 klub sepakat jika seri ketiga liga tetap berlanjut dan timnas boleh memanggil maksimal dua pemain untuk setiap klubnya. Klub memiliki alasan jelas perihal pembatasan bagi tim yang bergabung di timnas, karena Piala AFF tidak masuk dalam kalender FIFA Matchday dan klub berhak untuk tidak melepas pemain lainnya.

Dampaknya bisa ditebak: materi timnas yang dibutuhkan oleh STY tidak maksimal. Bongkar pasang pemain akan terus dilakukan oleh STY dan pola bermain akan selalu menyesuaikan tanpa mencapai titik chemistry.

Target antara juru taktik dengan federasi sendiri nampaknya memang tak sejalan. Ketika timnas akan bersiap menatap kualifikasi AFC u-23 pada pertengahan Oktober, STY menargetkan timnas senior hanya lolos semi-final Piala AFF 2020. Sedangkan, saat itu PSSI membebankan timnas juara dalam gelaran Piala AFF pada pundak STY.

Dalam persiapannya menatap Piala AFF 2020 di awal November, PSSI melalui Sekjennya, Yunus Nusi, tidak membebankan timnas juara Piala AFF 2020. Sebaliknya, justru STY yang menginginkan timnas memberikan kemenangan demi kemenangan, hingga mempersembahkan tropi AFF pertama bagi timnas senior kepada pecinta sepakbola Indonesia.

Apapun "target resmi" nya, gelaran AFF seharusnya dapat digunakan memperkokoh fondasi timnas dengan skuad terbaik STY untuk menatap kualifikasi AFC yang akan bergulir pada tanggal 8-14 Juni. Apalagi timnas akan mengarungi AFF dengan banyak pertandingan dalam sebulan penuh. Hal tersebut sangat baik dalam membentuk pola permainan, pengalaman, hingga chemistry di dalam lapangan.

De javu timnas Indonesia tahun 2016

Hal serupa terjadi lima tahun silam, saat timnas Indonesia dinahkodai oleh Alfred Riedl jelang Piala AFF 2016. Riedl hanya diperkenankan mengambil maksimal dua pemain untuk setiap klub. Hal tersebut tentunya menjadi jalan yang terjal baginya dalam meramu sebuah tim yang kuat.

Bergulirnya liga dengan Piala AFF 2016 secara bersamaan menjadi penyebab terbatasnya Riedl dalam meramu sebuah tim. PSSI yang saat itu masih siuman berunding dengan klub dan operator liga perihal perekturan pemain timnas di tengah bergulirnya kompetisi.

Opsi yang ditawarkan oleh operator liga saat itu adalah, pertama, pelatih hanya mengambil dua pemain dan kompetisi terus berjalan. Kedua, pelatih bebas mengambil pemain, dengan catatan liga berhenti hingga AFF berakhir. Pilihan pertama menjadi opsi yang diambil oleh klub, karena mereka menginginkan roda kompetisi tetap berjalan.

Meskipun telah dibatasi dua pemain, Beberapa klub enggan melepas pemainnya dengan alasan mementingkan liga. Seperti pemanggilan penjaga gawang Semen Padang Fc, Jandia Eka yang ditolak oleh pelatih Nilmaizar dikarenakan saat itu timnya krisis penjaga gawang. Hal serupa terjadi pula ketika pemanggilan striker Persipura Jayapura, Ferinando Pahabol yang tidak direstui oleh klub untuk bergabung timnas.

Riedl menyayangkan tindakan klub yang melarang pemainnya untuk membela negaranya. Yang paling ia sayangkan adalah kepada sang pemain karena tidak bisa membela dan mengharumkan negara kelahirannya dalam kompetisi antar negara.

Sungguh hal yang menggelikan, ketika Riedl ingin meramu skuad berkomposisi pemain terbaik, musti tarik ulur dengan klub terlebih dahulu. Pada akhirnya, klub-klub saat itu lebih mementingkan kompetitifnya liga dibanding mendukung timnas dengan menyuplai pemainnya untuk bermain di gelaran AFF 2016.

Namun klub memiliki alasan yang jelas terkait engganya merestui pemainnya gabung timnas. Terkait hak pemain, klub memiliki otoritas penuh untuk memberi izin pemainnya untuk membela timnas. Apalagi saat itu liga baru bergulir kembali, setelah PSSI dikenai sanksi oleh Kemenpora dan FIFA.

Jadwal liga selalu bertabrakan dengan timnas

Bukan hitungan jari jadwal timnas dan liga mengalami benturan. Tahun 2017, kala timnas dinahkodai Luis Milla, Ia memboyong anak asuhnya ke tanah kelahirannya, yakni Spanyol untuk pemusatan latihan di bulan Juni 2017. Pemusatan latihan tersebut sebagai ajang persiapan timnas U- 22 tahun untuk menatap kompetisi SEA Games 2017.

Pemusatan latihan dan SEA Games 2017 mengalami benturan dengan jadwal liga. Serupa dengan Piala AFF, SEA Games tidak termasuk dalam Matchday FIFA. Meski timnas saat itu bermaterikan pemain-pemain muda, beberapa dari mereka telah bermain regular di klubnya masing-masing.

Nama pemain yang mentereng saat itu sebut saja, Febri Hariyadi (Persib Bandung), Hanif Sjahbandi (Arema FC), Gavin Kwan (Barito Putera), Evan Dimas (Bhayangkara Fc) dan pemain mentereng lainnya harus rela melewati beberapa pertandingan di klubnya masing-masing.

Setahun berselang, situasi serupa masih saja mengganjal timnas. Jadwal Liga 1 2018, yang berakhir pada 9 Desember, berbenturan dengan pertandingan Piala AFF 2018 yang bergulir pada tanggal 8 November hingga 15 Desember.

Terbenturnya kalender timnas dan liga selalu terjadi berulang. Seakan, PSSI dan PT LIB tidak belajar pada kasus yang telah terjadi sebelumnya. Terlepas dari segala hambatan non-teknis yang kerap muncul tiba-tiba di tengah jalan, PSSI sebagai pemberi wewenang dan PT LIB sebagai pengemban tanggung jawab seharusnya bisa mengatur agar agenda tidak melulu berbenturan.

Benih timnas Indonesia yang seharusnya dirawat bersama, kenyataannya pada akhirnya saling tuduh ketika timnas gagal untuk mengukir prestasi. PSSI terlalu lunak kepada LIB untuk memberhentikan kompetisi di tengah kompetisi timnas. Meskipun bukan FIFA Matchday, Piala AFF atau apapun itu kompetisi yang berjalan secara intens selama sebulan termasuk jalan agar terbentuknya fondasi timnas yang lebih kuat untuk menatap kompetisi yang lebih tinggi.

Komentar