Menyikapi Kesalahan dalam Kesempurnaan John Terry

Editorial

by Ardy Nurhadi Shufi 35279

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Menyikapi Kesalahan dalam Kesempurnaan John Terry

Pada suatu hari, ada seorang biksu yang turut serta membangun wihara. Ia kemudian memasang satu per satu batu bata untuk membentuk tembok wihara tersebut; tuangkan seonggok semen kemudian tempeli pada satu batu bata. Terus begitu sampai akhirnya membentuk sebuah bangunan.

Setelah selesai, biksu tersebut kemudian memperhatikan setiap jengkal maha karyanya itu. Saat itulah ia melihat ada dua buah batu bata yang tanpa sengaja ia pasang agak miring, tak seperti batu bata lainnya, yang jika ditotal ada seribu batu bata, yang tersusun dengan rapi. Dua buah batu bata itu pun merusak pemandangan bangunan yang jika sempurna akan terlihat indah.

Biksu tersebut merasa bersalah. Namun semen pada batu bata tersebut sudah terlanjur keras. Maka ia bertanya pada kepala wihara apakah perlu dibongkar kembali kedua buah batu bata itu atau bahkan meledakkan wihara tersebut agar bisa dibuat kembali dari awal agar bangunan sempurna tanpa cela. Namun kepala wihara tidak mengizinkannya dan mengatakan jangan terlalu mempermasalahkan dua buah batu bata miring tersebut. Walaupun begitu, sang biksu tetap merasa berdosa.

Rasa berdosanya itu berlarut-larut. Ketika wiharanya itu sudah selesai, setiap ada tamu yang datang untuk melihat-lihat wihara tersebut ia selalu menghindari bagian tembok yang terdapat dua buah batu bata miring. Biksu tersebut tak suka orang-orang melihat cela pada maha karyanya tersebut.

Akan tetapi sebagaimana kata pepatah, Sepandai-pandainya tupai melompat, tidak akan masuk olimpiade, pasti akan terjatuh juga", yang disembunyikannya itu pun disadari orang lain. Empat bulan kemudian, seorang tamu wihara melihat dua buah batu bata miring tersebut. Sambil memegang dua batu bata tersebut, sang tamu berkata, "Tembok yang indah. Wihara yang indah."

Selain malu, biksu tersebut kaget. Meski mengetahui adanya dua bata jelek, tamu tersebut tetap mengatakan bahwa temboknya indah, wiharanya indah, sebagaimana tamu lain yang tak melihat dua bata jelek tersebut.

"Pak, apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan Anda sedang terganggu? Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?" tanya sang biksu sedikit kaget tapi kadung malu.

Tamu tersebut kemudian menjawab, "Ya saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata lain yang bagus."

Jawaban tamu tersebut membuat sang biksu tertegun. Selama lebih dari empat bulan, ia hanya memikirkan dan menyesali dua buah batu bata jelek tersebut. Sementara di atas, bawah, kiri, dan kanan bata jelek itu, bahkan secara keseluruhan, adalah batu bata yang terpasang sempurna. Bahkan semakin banyak tamu berdatangan untuk melihat wihara yang indah tersebut.

Wihara tersebut kemudian bertahan hingga lebih dari 20 tahun. Ini artinya, dua batu bata jelek tersebut, ternyata, tidak mengurangi kekokohan bangunan yang memang memiliki banyak hal untuk dipuji dan dibanggakan, khususnya oleh sang biksu tersebut.

***

Kisah di atas, yang saya ambil dari buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya" karya Ajahn Brahm, sedikit banyak mirip dengan apa yang dialami John Terry. Terry, yang sudah memasuki sisa-sisa kariernya, selalu lekat dengan cap negatif meski dalam kariernya sebagai pesepakbola cukup mentereng.

Terry merupakan seorang legenda sepakbola Inggris dan juga kesebelasan asal London, Chelsea. Di Chelsea, ia bertahan di tim senior sejak 1998 hingga nanti akhir kebersamaannya pada pertengahan tahun 2017. Jika ditotal dengan awal bergabungnya Terry ke Chelsea, sebelumnya di West Ham, pada tahun 1995, maka Terry tercatat berseragam Chelsea selama 22 tahun.

Di tim nasional Inggris, Terry memang gagal memberikan satu piala pun. Namun jika berbicara Terry sebagai bek tengah, sedikit rasanya yang tak setuju jika ada yang mengatakan Terry merupakan salah satu bek terbaik dalam sejarah timnas Inggris. Sejak debut di timnas pada 2003, total ia mendapatkan caps sebanyak 78 pertandingan dengan sumbangan enam gol.

Jumlah tersebut membuatnya menempati urutan ke-18 perihal caps terbanyak di timnas Inggris, mengalahkan Terry Butcher dan menyamai Stuart Pearce. Bahkan ia sudah mencicipi jabatan kapten timnas di tahun yang sama dengan debutnya, sebelum akhirnya permanen menjadi kapten timnas Inggris sejak dipilih oleh Steve McClaren, untuk menggantikan David Beckham.

Loyalitas, kualitas, dan integritas yang dimiliki Terry kemudian membuatnya lekat dengan sebutan Captain, Leader, Legend di Chelsea. Di bawah kepemimpinannya, sebelumnya Chelsea dikapteni Marcel Desailly, Chelsea berhasil menjuarai Liga Primer (empat kali), Piala FA (lima kali), Piala Liga (tiga kali), Community Shield (dua kali), Liga Champions (satu kali), dan Liga Europa (satu kali). Capaian yang cukup sempurna bagi seorang pemain Inggris.

Perlu diingat, Chelsea sejak menjuarai Liga Primer pada 2005/2006 baru saja diakuisisi milyuner Rusia, Roman Abramovich. Pemain mahal keluar-masuk Stamford Bridge. Namun Terry cukup tak tergantikan di jantung pertahanan The Blues. Karenanya tak heran Terry berhasil mengumpulkan lebih dari 700 penampilan bersama Chelsea.

Namun nama Terry mulai tercoreng atas kesalahan yang ia lakukan pada 2010. Saat itu Terry ketahuan berselingkuh dengan Vannessa Peroncel yang merupakan (mantan) kekasih rekan setimnya di Chelsea maupun timnas Inggris, Wayne Bridge. Tak pelak, kasus ini menjadi kasus terpanas di sepakbola pada 2010.

Dampaknya bagi Terry pun sangat buruk. Setelah kasus itu mencuat, oleh Fabio Capello, ia dicopot dari jabatan kapten timnas, digantikan Rio Ferdinand. Bahkan sempat muncul juga gerakan anti-Terry di timnas Inggris. Kemudian selama bertahun-tahun ia kerap mendapatkan siulan negatif ketika menguasai bola saat Chelsea menjalani partai tandang.

Yang terjadi kemudian, meski Terry sudah berdamai dengan sang isteri, Toni Poole, Terry lekat dengan sosok negatif sebagai tukang selingkuh dan perebut kekasih rekan setim. Apalagi bagi para pendukung rival Chelsea di Indonesia yang mungkin sering mengikuti unggahan Lambe Turah, Terry adalah sasaran empuk bagi mereka untuk menghina Terry dan Chelsea.

Padahal patutnya, Terry diingat sebagai salah satu legenda sepakbola. Kita mengenal Terry melalui kemampuan sepakbolanya, bukan ranah kita mengurusi apalagi mengutuk perbuatan negatifnya di luar lapangan hijau. Selingkuh memang perbuatan hina, tapi pantaskah Terry terus dihina?

Sebenarnya, orang yang telah melakukan perbuatan hina, seperti yang dilakukan John Terry, sudah cukup mendapatkan hukuman dengan terangkat masalahnya ke seluruh dunia, yang membuatnya malu. Hal ini dikarenakan orang yang melakukan perbuatan hina, secara tidak langsung sudah menghinakan dirinya sendiri.

Terry pun kemudian benar-benar tidak melakukannya lagi dan berhasil mempertahankan keluarganya. Walaupun efek dari tindakan buruknya itu berdampak langsung pada kariernya dimulai dari pencopotan jabatan kapten, "diteror" oleh pendukung lawan, tidak diinginkan oleh hampir seantero Inggris, dan masih banyak lagi.

Sebagaimana manusia, jauhi sikap sombong (dengan masih mengerdilkan Terry). Apalagi saat ini Terry sudah menjalani kehidupan normal. Ia sudah berdamai dengan sang isteri serta hidup bahagia dengan dua anaknya yang kembar. Maka sudah sewajarnya kita, yang menggemari sepakbola, menghormati Terry dari bagaimana ia bersepakbola. Apalagi saat ini, ia rela tidak bermain asalkan timnya terus menang.

Oleh karena itu, Terry tetaplah panutan. Karena di samping dua batu bata jelek (perbuatan negatif), masih ada 998 hal positif lain yang bisa dilihat dari sosok Terry: sang kapten, pemimpin, dan legenda.

Komentar