Editorial

by Redaksi 46 29560

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Europa League atau “Liga Malam Jumat” merupakan kompetisi Eropa kelas dua. Bagi kesebelasan besar, lolos ke Europa League memiliki derajat yang lebih rendah ketimbang Liga Champions (UEFA Champions League/UCL). Selain gengsi, uang yang bisa didapat dengan mengikuti UCL jauh lebih besar.

Sebenarnya, UEFA sendirilah yang menjadikan citra Europa League sebagai kompetisi sampingan semakin kuat. Padahal, bagi sejumlah kesebelasan, bermain di Eropa—di Europa League sekalipun—adalah sebuah capaian besar.

Pemilihan Kamis sebagai harinya Europa League seakan tidak mendukung kesebelasan untuk bertanding di liga. Mereka hanya punya waktu satu hari untuk masa penyegaran, sebelum kembali bermain di liga.

Lalu, apa sebenarnya manfaat yang bisa diambil dari “Liga Malam Jumat”?

Menghadirkan Mimpi

Ada mimpi besar bagi sejumlah kesebelasan untuk bisa mengecap kompetisi Eropa. Namun, apa daya karena mereka tak memiliki modal—baik materi pemain maupun kekayaan—yang cukup untuk bisa bersaing dengan kesebelasan lain di liga.

Everton dan Tottenham Hotspur beruntung karena bermain di Liga Inggris (EPL). UEFA memberikan jatah empat slot di UCL dan tiga slot di Europa League. Artinya, Everton dan Spurs hanya perlu melakukan apa yang biasa mereka persiapkan di tiap musimnya, dan selalu berusaha bermain konsisten untuk menjadi penguntit “Big Four” di klasemen. Kesebelasan lain, macam Hull City pun bisa berlaga di Eropa asalkan menjadi juara FA Cup.

Namun, hal berbeda terjadi di Estonia. Juara liga hanya mendapatkan jatah tempat di babak pertama kualifikasi UCL. Sementara itu, peringkat kedua dan ketiga melaju ke babak pertama kualifikasi Europa League.

Perlu dicatat, bahwa terdapat tiga babak kualifikasi dengan sistem gugur untuk mencapai babak utama UCL. Namun, terdapat empat babak kualifikasi untuk mencapai babak utama Europa League.

Dalam ranking koefisien UEFA, Estonia hanya menempati peringkat ke-48. Ini yang membuat kesebelasan-kesebelasan wakil  Liga Estonia, Meistriliiga, mesti melalui babak kualifikasi lebih awal.

Tidak ada yang tidak senang berpartisipasi dalam kompetisi Eropa. Pun dengan kesebelasan-kesebelasan wakil Estonia. Setidaknya mereka bisa merasakan bagaimana perbedaan atmosfer penyelenggaraan pertandingan liga dengan pertandingan standar Eropa. Bukan tidak mungkin pula mereka bertanding menghadapi kesebelasan idola dari liga-liga top Eropa.

Memantau Peta Persepakbolaan Eropa


Spanyol vs Portugal (Sumber gambar: nbcprosoccertalk.com)

Ada pola yang—tidak ilmiah memang—bisa ditarik dari partai final kompetisi Eropa. Pada final Liga Champions 2002/2003, AC Milan bertemu dengan rekan senegaranya Juventus. Partai final tersebut turut memperlihatkan bagaimana kejayaan Liga Italia kala itu. Kedua kesebelasan dihuni oleh para pemain yang memang tengah jaya-jayanya.

Lalu, sejak musim 2004/2005 hingga 2011/2012, kesebelasan Inggris selalu mencapai babak final, kecuali pada musim 2009/2010. Peta kekuatan (industri) sepakbola pun beralih dari Italia ke Inggris, yang mencapai puncaknya saat terjadi All English Final pada 2007/2008 antara Manchester United dan Chelsea.

Di Europa League, peta kekuatan tertuju pada Spanyol dan Portugal. Sejak enam musim ke belakang, selalu ada wakil baik dari Spanyol maupun Portugal yang lolos ke final. Kekuatan Spanyol-Portugal tersebut sudah dimulai sejak musim 2000/2001, yang menghentikan dominasi Italia-Jerman.

Salah satu yang mengambil perhatian adalah penampilan kesebelasan dari Liga Ukraina. Sebelumnya, pada 2008/2009, Shaktar Donetsk meraih gelar juara. Lalu, pada musim ini Dnipro Dnipropetrovsk melangkahkan kakinya ke partai final setelah mengalahkan wakil Italia, Napoli dengan agregat 2-1. Ukraina pun mampu menempatkan dua kesebelasannya hingga babak perempatfinal.

Sementara itu, kesebelasan Liga Prancis lagi-lagi tak mampu menunjukan kapasitasnya. Mereka tidak mampu melangkahkan kaki hingga babak semifinal baik di UCL maupun Europa League pada musim ini.

Memberi Target Baru


Pada pertengahan musim ini, ada lelucon kalau kesebelasan Italia sengaja “memboikot” Serie A, karena terlalu sulit menyaingi Juventus. Mereka pun “membentuk kompetisi baru” dalam bentuk Europa League.

Pada musim ini Internazionale, Napoli, Torino, Fiorentina, dan Roma, lolos hingga babak 16 besar Europa League. Fiorentina dan Napoli bahkan lolos hingga babak semifinal, meski harus kandas oleh Dnipro dan Sevilla.

Kehadiran Europa League menjadi target baru bagi kesebelasan Italia untuk mendulang gelar, jika Juventus memang terlalu perkasa di Italia (liga dan coppa).

Target ini pula yang diselesaikan Chelsea pada musim 2012/2013. Kala itu, Chelsea hanya menempati peringkat tiga grup Liga Champions, yang otomatis lolos ke babak 32  besar.

Di Inggris, Chelsea tak kebagian satu pun gelar. Di Piala FA dan Piala Carling, mereka hanya mencapai babak semifinal, sedangkan di Liga Inggris, Chelsea hanya berada di peringkat ketiga. Gelar Europa League menjadi satu-satunya gelar yang diraih Chelsea pada musim tersebut.

Menghapus Citra Liga Malam Jumat

Sebutan “Liga Malam Jumat” jelas merupakan olok-olok yang begitu menyakitkan bagi Europa League. Tentu, ini tak lepas dari kebijakan dan sistem Europa League itu sendiri.

Pada musim lalu, juara Europa League tidak diberi keistimewaan pada kompetisi selanjutnya. Juara Europa League, hanya lolos ke fase grup, dan bukan ke UCL. Semestinya, ada kebijakan di mana kesebelasan yang mampu mencapai babak semifinal, misalnya, bisa mengikuti babak kualifikasi pertama UCL, dan kesebelasan yang juara, berhak mendapat satu slot di babak grup UCL.

Baru pada musim ini UEFA akhirnya membuat aturan baru, bahwa yang menjadi juara Europa League dapat langsung tampil di UCL musim depan.

Meski secara industri tidak menguntungkan, tapi UEFA bisa mencontoh apa yang dilakukan AFC dengan membatasi liga top Asia, untuk tidak main di AFC Cup, kompetisi tingkat dua Asia. Tidak ada Jepang dan Korea Selatan di AFC Cup. Sementara itu AFC memberi tambahan slot bagi negara-negara yang tengah mengembangkan sepakbola.

Bagaimana Platini? Apakah Europa League akan selalu sepi dan khidmat seperti hakikatnya malam Jumat?

Sumber gambar: betfect.com

Komentar