Ironi Dua Tahun Kebersamaan Messi-PSG

Cerita

by Muhammad Farhan Yazid

Muhammad Farhan Yazid

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ironi Dua Tahun Kebersamaan Messi-PSG

Sejak kedatangan Qatar Sport Investment (QSI), Paris Saint-Germain (PSG) menjadi salah satu klub sepak bola yang sangat menonjol di Perancis dan Eropa. Berkat kebijakan transfer yang gila hanya demi meraih kesuksesan di Eropa, beberapa bintang sepak bola didatangkan. Namun impian mereka untuk meraih gelar Liga Champions selalu nihil.

PSG pernah sangat dekat dengan impian mereka pada 2020 ketika berhasil melangkah ke final Liga Champions di bawah asuhan Thomas Tuchel. Namun mereka dikalahkan Bayern Munchen 1-0 lewat gol Kingsley Coman yang notabene mantan pemain PSG.

Musim selanjutnya Tuchel dipecat karena ada perselisihan dengan direksi klub dan digantikan Mauricio Pochettino. Bersama Pochettino, sekali lagi mereka dekat dengan gelar Liga Champions pertama. Sayangnya, langkah PSG dihentikan tim kaya asal Inggris, Manchester City di semifinal. Sial bagi PSG, Tuchel yang mereka pecat justru juara bersama Chelsea tahun itu.

Setelah gagal di final dan semifinal, PSG coba cari jalan pintas dengan mendatangkan mega bintang Lionel Messi pada musim 2021. Kedatangan Messi awalnya terlihat sangat menguntungkan dan membawa harapan. Saat itu, PSG dicap sebagai tim yang memenangkan bursa transfer musim panas 2021 oleh ESPN karena berhasil mendatangkan empat bintang selain Messi, yaitu Georginio Wijnaldum, Gianluigi Donnarumma, Achraf Hakimi, dan Sergio Ramos .

PSG dinilai sangat beruntung mendapatkan Messi karena selain menawarkankan kematangan sepakbola terbaik, juga bisa membantu PSG dari segi pemasaran. Pada kenyataanya, dari segi bisnis PSG memang meraup untung besar. Messi juga berhasil mengangkat pamor tim Paris ini terutama di media sosial.

Twitter official PSG sampai meraih 800 ribu followers setelah kedatangan Messi. Bahkan di TikTok menyentuh 40 juta. Belum lagi mereka juga dapat sorotan lewat 400 juta lebih followers Instagram Messi. "Di luar lapangan, kami tumbuh di mana-mana,” kata presiden klub Nasser Al-Khelaifi dilansir dari The Athletic.

Selain itu, Messi juga mendatangkan banyak keuntungan untuk QSI berkat kesuksesan Piala Dunia yang diadakan di Qatar. Performa Messi dan bintang PSG asal Perancis, Kylian Mbappe berhasil mengambil semua sorotan di final Piala Dunia Qatar.

Berkat performa gemilang dua bintangnya di Piala Dunia itulah yang membuat Nasser Al Khelaifi punya harapan besar PSG bisa raih berbagai kesuksesan di musim ini. “2023 akan menjadi tahun tersukses kami untuk PSG,” katanya dikutip dari The Athletic.

Sampai disini, sebagai sebuah bisnis bisa dikatakan bahwa transfer Messi sangat menguntungkan. Paling tidak dari segi bisnisnya. Tapi dari segi sepakbola, prestasi PSG jauh dari apa yang diharapkannya.

Siapa sangka PSG yang punya tiga penyerang top dunia, kapten Madrid yang juara lima kali Liga Champions sampai dinilai memiliki musim panas terbaik pada 2021, justru tak mampu bicara banyak di Eropa. Semakin runyam karena transfer Messi sangat jauh dari harapan.

Kapten Tim Nasional Sepakbola Argentina itu sama sekali tidak menunjukkan performa seperti di Barcelona dan Argentina dalam dua musim membela PSG. Messi tak mampu memenuhi ambisi PSG karena langkah PSG selalu kandas di 16 besar Liga Champions dalam dua musim.

Memang, kekalahan ini bukan sepenuhnya salah Messi. Paling tidak jika melihat statistik individunya yang menanjak dibandingkan musim pertamanya di PSG. Di awal kedatangan Messi, banyaknya ekspektasi dari fans adalah hal wajar untuk seorang mega bintang yang ada di level berbeda di dunia sepakbola.

Sebagai fans, tentu punya harapan besar untuk melihat aksi-aksi terbaik Messi di lapangan terutama jika melihat performa apiknya di Piala Dunia. Tapi hasilnya, penampilan Messi dan PSG malah menurun di saat krusial.

Jika dibandingkan dengan performanya di Barcelona, ini memang bukan versi terbaik dari La Pulga. Terlebih ini adalah pertama kali baginya bermain untuk klub selain Barcelona yang sudah ia bela dari usia belia. Tahun pertamanya di PSG sangat sulit, ini ditunjukkan dari statistik individunya yang hanya mencetak 11 gol dan 15 assist dari 34 pertandingan. Sangat jauh dari yang diharapkan dari seorang mega bintang.

Namun itu melonjak di musim keduanya. Sampai akhir musim, Messi tercatat berkontribusi 41 gol dan assist dari 40 pertandingan yang ia lakoni. Barangkali kesalahan besar PSG adalah tidak mengantisipasi kemungkinan terburuk yang terjadi, seperti badai cedera yang melanda setelah Piala Dunia.

Pemain yang dibeli pada dua bursa transfer musim panas terakhir sangat mengecewakan, padahal mereka dinilai memiliki musim panas terbaik pada 2021. Lebih mengecewakan lagi, hanya selang dua tahun, lima pembelian terbaik PSG di 2021 justru tiga diantaranya sudah meninggalkan klub, termasuk Messi.

Messi memang tetap berperan dalam mempertahankan gelar Ligue 1, dan akan sulit menggantikan statistik individunya musim ini. Messi adalah pemain terbaik tim sebelum dan saat Piala Dunia berlangsung. Ia mencatatkan tujuh gol dan 10 assist dalam rentetan 22 kemenangan beruntun PSG sebelum Piala Dunia. Namun, setelah turnamen berakhir, saat PSG membutuhkannya, ia menghilang. Ia seperti menunjukkan bahwa Argentina dan Piala Dunianya lebih penting ketimbang klub.

Penurunan performa pasca Messi memenangkan ambisi terbesar dari karirnya di sepakbola, yaitu menjuarai Piala Dunia bersama Argentina. Ambisi ini memang bisa dipahami karena Piala Dunia adalah satu-satunya gelar yang belum dikoleksi Messi pada waktu itu. Di sisi lain, hal inilah yang bertentangan dengan ambisi dari PSG dan penggemarnya karena membuktikan tidak adanya ikatan emosional Messi dengan klub.



Dia bahkan lebih memilih konser Coldplay ketimbang ikut malam penghargaan pemain terbaik Perancis. Terakhir, ia langsung masuk ke ruang ganti saat pertandingan terakhir yang ia lakoni untuk tim Perancis itu usai. Pendukung PSG seperti tidak pernah bisa menikmati bakat dan kebersamaan dari sisi emosional dengan sang legenda seperti yang dilakukannya di Barcelona dan Argentina.

***

Pada akhirnya, kebersamaan antara Messi dan PSG memang tampak menjanjikan di awal tapi seperti tidak berarti dari segi prestasi di lapangan. Terutama di Eropa, kesepakatan ini tidak berarti apa-apa bagi PSG. Inilah mungkin yang bisa menjadi alasan perubahan kebijakan dari klub kebanggaan masyarakat Paris itu.

Jika ingin mendapatkan apa yang menjadi impian mereka selama ini - Liga Champions, ini sudah bukan saatnya untuk menghamburkan uang untuk mega bintang dan menghancurkan proyek klub. PSG harus fokus membangun tim untuk masa depan yang kuat di sekitar Mbappe.

Seperti proyek jangka panjang yang dilakukan Manchester City dengan Josep “Pep” Guardiola. PSG harus bisa mencari sosok pelatih tepat untuk proyek jangka panjang mereka. Tak hanya bagus dari taktik, tapi juga bisa mengontrol ruang ganti mereka yang diisi banyak pemain bintang top.

PSG harus sepenuhnya mempercayakan tim kepada sang pelatih, agar perselisihan seperti dengan Tuchel tidak terulang kembali. PSG juga harus lebih percaya dengan proses karena kejayaan di Eropa tidak bisa diraih dengan instan. PSG bisa belajar dari kesuksesan City, meski pernah gagal di final atau semifinal Liga Champions, City tetap percayakan tim kepada Guardiola dan kesuksesan akan datang jika tiba waktunya.

Sejatinya, PSG sudah mendapatkan segala ketenaran dengan mendatangkan banyak bintang ke klub dan sudah saatnya fokus pada impian. Jika mereka tidak bicara banyak di Eropa, mereka tidak akan mendapatkan pengakuan seperti yang didapatkan The Citizen.

PSG harus belajar bahwa pada akhirnya, sama sekali tidak ada yang berkesan untuk klub maupun fans dari semua pemain mega bintang yang mereka datangkan, termasuk Messi. Rasanya percuma jika mendatangkan pemain-pemain mega bintang namun tidak diproyeksikan dalam kepelatihan jangka panjang.

Komentar