Belajar Merencanakan Pembangunan Sepakbola Dari Visi 100 Tahun Sepakbola Jepang

Cerita

by Ifsani Ehsan Fachrezi

Ifsani Ehsan Fachrezi

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Belajar Merencanakan Pembangunan Sepakbola Dari Visi 100 Tahun Sepakbola Jepang

Sepakbola Jepang saat ini sudah tidak perlu diragukan lagi. Dari sumber daya pemain hingga pengelolaan kompetisi, Jepang masih menjadi salah satu yang terbaik di Asia. Menurut AFC Club Competition Ranking tahun 2022, Liga Jepang menempati posisi dua di Asia, di bawah Arab Saudi.

Selain liga, Timnas Jepang pun ikut memetik hasil dari pengelolaan baik dari liga dan pendidikan pemainnya. Per Oktober 2022, Jepang menempati posisi 24 peringkat FIFA dunia, dan peringkat 1 di Asia. Jepang tidak pernah absen dalam enam edisi Piala Dunia sejak tahun 1998. Piala Dunia tahun 1998 menjadi awal mula Timnas Jepang memijakkan kakinya di kompetisi sepakbola terbesar di dunia itu.

Di kompetisi Piala Asia, Jepang menjadi negara tersukses dengan mengemas gelar juara terbanyak, yaitu empat kali. Eksistensi Jepang di Piala Asia dimulai dari tahun 1988 dan hanya puas di fase grup saja. Empat tahun berselang, atau Piala Asia edisi selanjutnya di tahun 1992, Jepang langsung mengemas gelar juara Piala Asia pertamanya. Di edisi selanjutnya, hingga terakhir di tahun 2019 Jepang minimal lolos dan berkompetisi di babak perempat final.

Kesuksesan Timnas Jepang di Asia tidak terlepas dari pengelolaan dan perencanaan map sepakbola yang terukur. Bila dilihat dari polanya, titik balik Jepang menjadi raksasa sepakbola Asia terjadi pada 1992. Di tahun-tahun sebelum itu, ada sebuah perancangan formula rahasia yang menjadikan Jepang sebagai negara sepakbola tersukses di Asia. Formula itu adalah visi 100 tahun sepakbola Jepang.

Peradaban Baru Sepakbola Jepang Melalui Visi 100 Tahun

Di balik visi 100 tahun Jepang, ada sebuah pemicu bagaimana rencana itu tercetus, hingga Jepang bisa menjadi negara raksasa sepakbola di Asia. Sebelum tahun 1990-an sepakbola Jepang masih sulit dalam meraih prestasi. Jepang sebelum tahun 1990 tidak semenakutkan sekarang. Kompetisi liga bernama Japan Soccer League (JSL) berjalan seperti biasa, tidak ada sekat mana klub profesional dan amatir.

Jepang memutuskan serius dalam membangun sepakbolanya dengan membuat kompetisi dan klub profesional. Pembuatan kompetisi dan klub profesional ini berawal pada tahun 1988, dimana sebuah komite aksi dibentuk untuk membahas mengenai cara meningkatkan kualitas sepakbola Jepang. Di bulan Oktober 1988, Komite aksi kedua melakukan pertemuan untuk membahas proposal pembentukan liga profesional.

Juni 1989, Federasi Sepakbola Jepang (JFA) membentuk komite penilaian liga profesional. Komite penilaian JFA kemudian melakukan pertemuan untuk pembentukan liga profesional di bulan Agustus 1990. Di tahun 1990 pula, JFA membentuk komite untuk penawaran diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2002.

Masuk tahun 1991, di bulan Februari, diumumkan bahwa akan ada 10 klub yang bertanding di liga profesional yang dimaksud. Di bulan Juli 1991, nama “J-League” diumumkan secara resmi. J-League didirikan sebagai badan hukum pada November 1991. Tahun 1992 menjadi gong awal bagaimana sepakbola Jepang bangkit. Di tahun tersebut Jepang menjadi tuan rumah Piala Asia 1992 dan meraih gelar juara untuk pertama kalinya.

Tahun 1993 lah awal peradaban baru kompetisi sepakbola Jepang dimulai. Musim pertama J-League digelar dan dibuka pada tanggal 15 Mei 1993 oleh pertandingan antara Kawasaki Verdy melawan Yokohama Marinos.

Tahapan-tahapan tersebut merupakan bagian dari pembangunan sepakbola Jepang melalui Visi 100 tahun. Rencana pertama yang diumumkan oleh JFA tentang visi 100 tahun adalah rencana Jepang ingin memiliki 100 klub profesional Jepang di tahun 2092. Selain itu, Jepang menargetkan juara Piala Dunia di tahun 2092. Visi 100 tahun Jepang juga menjabarkan rencana untuk merekonstruksi piramida sepakbola dengan cara membuat dua divisi kompetisi. Dari dua divisi tersebut akan dipertemukan dalam satu kejuaraan berbeda.

Visi 100 tahun tersebut hingga kini masih dikerjakan Jepang demi tujuannya di tahun 2092. Meski di Asia sudah menjadi yang terbaik, Jepang masih berambisi mengejar juara Piala Dunia, hingga memiliki 100 klub profesional.

Klub Berstatus 100 year plan

Saking banyaknya klub yang ingin berkompetisi di J League, JFA menerapkan kriteria khusus untuk klub yang ingin berkompetisi. Pasca J League bergulir sejak 1993, hingga tahun 2013, sudah ada 36 klub baru yang berkompetisi di J-League.

Jumlah itu terus bertambah, hingga pada tahun 2013 dibentuk divisi baru, yaitu J3 League untuk menampung klub baru dari Japan Football League (JFL), liga regional, dan prefektural. Perlu diketahui, secara singkat JFL merupakan liga, dimana klub berkompetisi untuk masuk J League. JFL telah hadir ketika J1 League masih divisi tunggal, dan JFL dianggap sebagai divisi dua. Dengan artian, JFL merupakan tempat klub berkompetisi. Kini, JFL dihitung sebagai divisi 4.

Di tahun 2013, klub-klub yang berkompetisi di divisi 4 harus memenuhi kriteria khusus untuk klub yang akan berkompetisi di J League (J3 League). Berdasarkan target Jepang yang ingin menciptakan 100 klub di tahun 2092, maka kriteria khusus untuk klub ini disebut dengan status “100 year plan”, berikut kriterianya:

  • Organisasi klub

  • Harus diatur sebagai perusahaan publik atau NPO yang dikhususkan untuk sepakbola dan ada dalam status tersebut tidak kurang dari satu tahun,
  • Mayoritas saham atau saham harus dimiliki orang Jepang,
  • Harus mempekerjakan setidaknya empat karyawan administrasi, salah satunya harus memiliki posisi manajerial,
  • Harus memiliki sistem penggajian yang tepat sesuai dengan hukum Jepang,
  • Harus memiliki manajemen keuangan yang baik dan melakukan pemeriksaan pajak tahunan,
  • Harus memegang hak intelektual untuk nama klub, logo, dan semua merek dagang terkait.

  • Kota asal dan stadion/fasilitas pelatihan

  • Harus disetujui oleh Asosiasi Sepak Bola Prefektur masing-masing,
  • Harus disetujui oleh pemerintah kota asal secara tertulis,
  • Stadion kandang harus berlokasi di kota asal yang diusulkan,
  • Harus memiliki fasilitas pelatihan di kota asal yang diusulkan.

  • Lainnya

  • Saat ini harus bermain di JFL, Liga Regional, atau Liga Prefektur,
  • Bertujuan untuk masuk ke J.League,
  • Harus memiliki sekolah sepak bola/sistem pendidikan usia muda minimal satu tahun.

Kriteria di atas adalah salah satu bentuk penilaian calon klub yang akan berkompetisi di liga profesional (J League). Setiap tim akan diberikan keanggotaan atau status 100 year plan jika telah memenuhi kriteria tersebut. Status 100 year plan itu akan menjadi syarat bagi klub-klub yang berkompetisi di JFL atau liga amatir lainnya untuk berkompetisi di J League.

Berikut syarat bagi klub untuk berkompetisi di J League:

  • Harus memegang status 100 year plan,
  • Harus memiliki stadion yang memenuhi standar J3 (kapasitas 5.000 atau lebih) dan lulus ujian liga,
  • Harus lulus ujian lisensi J3 oleh liga,
  • Harus finis dalam empat besar JFL, dan peringkat satu atau dua di antara pemegang status 100 year plan lainnya
  • Harus memiliki kehadiran penonton di kandang minimal 2.000 per pertandingan dengan upaya signifikan untuk mencapai 3.000 penonton,
  • Harus memiliki pendapatan tahunan minimal 150 juta yen (15,7 miliar rupiah, kurs sekarang), dan tidak ada utang berlebihan.

Jepang sangat selektif dalam memilih klub mana saja yang serius dalam berkompetisi di J League. Jika dihitung total klub yang berkompetisi di J League (J1, J2, dan J3), ada sekitar 58 klub. Berjalan selama 32 tahun, rencana Jepang untuk memiliki 100 klub sudah berjalan 58%.

Dan jika dilihat dari pengelolaan piramida kompetisi dari awal pembentukan J1, J2, hingga J3, JFA memperhatikan betul bagaimana saja penyesuaian kebutuhan dan ketersediaan slot di masing-masing level kompetisi. JFA pun memelihara setiap level liga agar tetap kompetitif dengan adanya promosi dan degradasi.

Kemudian, JFA juga memelihara fungsi dari JFL sebagai kepala dan wadah bagi akar rumput agar bisa membedakan mana kompetisi profesional dan mana amatir.

Komentar