Relasi Harmonis Antara Freiburg dan Christian Streich

Cerita

by Redaksi 6

Redaksi 6

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Relasi Harmonis Antara Freiburg dan Christian Streich

Arsene Wenger dengan Arsenal, Oscar Tabarez bersama Tim Nasional Uruguay, Sir Alex Ferguson yang menjelma hantu di Old Trafford. Tak banyak lagi contoh relasi harmonis antara pelatih dan sebuah tim di industri sepakbola. Namun, di Jerman masih ada hubungan baik seperti contoh-contoh tersebut: antara SC Freiburg dan Christian Streich.

Dari 18 nama pelatih Bundesliga musim ini, Streich merupakan pelatih dengan masa abdi paling panjang — delapan tahun lebih. Streich resmi menjadi pelatih Freiburg menggantikan Marcus Sorg di kala juara Bundesliga bukanlah tim yang bernama Bayern Muenchen.

Sorg meninggalkan pekerjaan rumah. Streich langsung mendapati masalah saat Papis Cisse hengkang ke Newcastle United pada bursa transfer musim dingin 2012. Padahal, Freiburg sedang butuh kemampuan Cisse untuk menjauhi zona degradasi. Musim pertamanya, Streich mampu membawa Freiburg finis di peringkat 12.

Hal menakjubkan datang secara cepat. Tahun keduanya menjadi kepala pelatih, Freiburg finis di posisi 5 klasemen, catatan terbaik klub sejak 1994/95. Selain lolos otomatis ke fase grup Europa League, Breisgau-Brasilianser mencapai semi final DFB-Pokal untuk pertama kalinya.

Setelah meraih kesuksesan instan, Freiburg arahan Streich degradasi pada musim 2014/15. Alih-alih memecat, Freiburg tetap mempertahankan pria yang juga eks pemain Freiburg tersebut. Terbukti tepat, Freiburg langsung promosi di musim 2015/16.

Link streaming SC Freiburg vs Bayer Leverkusen

Mungkin kedua belah pihak memang memiliki pandangan sama terhadap sepakbola. Freiburg adalah klub medioker, teliti secara finansial, hanya mengandalkan pemain-pemain lulusan Fussballschule, dan memiliki pendukung yang tak muluk-muluk soal prestasi. Sementara Streich adalah seorang environmentalis, idealis yang membenci industri sepakbola.

Suatu waktu, Streich pernah menganalogikan transfer Neymar ke PSG sebagai malapetaka. Menurutnya, uang semakin menjadi Tuhan yang perlahan-lahan akan menelan umat manusia. Bahkan dia melarang anak asuhnya untuk memakan ayam yang semasa hidupnya tidak diperlakukan dengan baik. Streich memang sedikit cerewet, tetapi untuk kebijakan transfer pemain, dia sangat sejalan dengan klub.

Perekrutan Caglar Soyuncu dari tim divisi dua Turki, Altinordu, dengan mahar 4 juta euro pada 2016 silam, dapat menjadi contoh. Setelah dinilai matang, Soyuncu dijual ke Leicester City dengan harga lima kali lipat. Biaya transfer Soyuncu membantu Freiburg mencatatkan rekor omset senilai 103 juta euro.

Christoph Ruf, penulis buku Bundesliga anders: Der SC Freiburg und die Aera Streich, menyebut para direktur Freiburg sangat khawatir mengeluarkan uang untuk transfer, seolah-olah itu adalah uang pribadi mereka. Sementara ide pemecatan Streich, meski Freiburg degradasi, tidak pernah terlintas di benak para petinggi klub.

“Jochen Saier dan Klemens Hartenbech — Direktur olahraga Freiburg, sangat takut mengeluarkan uang sebesar 100.000 euro seolah-olah itu uang mereka pribadi. Para pemandu bakat Freiburg menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengamati seorang pemain. Tujuannya satu, agar klub tidak salah beli,” kata Christoph Ruf.

“Tidak ada satu pun orang di Freiburg yang bermimpi memecat Streich. Semua orang di sini tenang. Anda bisa kalah delapan kali beruntun dan masih tidak akan mendapat kritikan dari para pendukung yang mulai mempertanyakan taktik atau susunan pemain,” imbuh Ruf.

Untuk urusan akademi sepakbola, Freiburg memang memiliki prinsip sendiri dibandingkan klub-klub Bundesliga lainnya. Fussballschule mereka dirikan pada tahun 2000 silam dengan tujuan menciptakan pemuda dengan pendidikan mumpuni dan kecakapan sepakbola — pendidikan yang diutamakan, bukan sepakbola itu sendiri.

Meski menempatkan sepakbola menjadi nomor dua, buktinya tim usia muda mereka sangat sukses. Mengutip situs resmi klub, tim junior mereka sudah memenangkan 6 gelar DFB-Junioren-Vereinspokal dan menjadi pemegang gelar terbanyak. Matthias GInter merupakan salah satu jebolan Fussballschule yang sukses masuk ke Timnas Jerman.

“Anda tidak dapat membandingkan Manchester City dengan SC Freiburg, itu layaknya Saturnus dan Bulan. Tim muda mereka bahkan sudah memiliki pemain-pemain dari Swedia, Brasil, dsb. ’Apa yang harus kita lakukan tahun depan?’ ‘Ya, membeli 8 atau 9 pemain lagi.’ Mereka memiliki 20 pemandu bakat di tim usia muda. Kami hanya memiliki 4 di tim profesional,” ungkap Streich kepada The Guardian.

Selain kecocokan di ranah pembinaan bakat, Streich memiliki komunikasi bagus dengan para pemainnya. Ada komunikasi konstan. Tidak ada satupun pemain yang tidak tahu alasan mengapa mereka tidak dimainkan sebagai starter. Streich selalu memberi tahu skuatnya secara rasional dan tegas.

“Anda tidak akan pernah mendapatkan suasana negatif di ruang ganti yang terlalu sering, bahkan di saat tim sedang menelan kekalahan. Karena para pemain dan semua elemen Freiburg percaya bahwa Streich adalah pelatih yang benar-benar baik,” jelas Ruf.

Terlepas dari efek mentalitas para pemainnya yang kurang kompetitif atau apapun itu, relasi harmonis antara Freiburg dan Christian Streich langka dijumpai kembali.

Minggu (1/11/2020) besok, Freiburg akan menjamu Bayer Leverkusen pada lanjutan Bundesliga 1 2020/21. Tim besutan Streich baru menelan 1 kekalahan di 5 laga perdana musim ini dan telah mengumpulkan 6 poin. Namun, Streich baru 3 kali menang dari 16 pertemuannya melawan Leverkusen.

Seluruh pertandingan Bundesliga 2020/21, beserta tayangan ulang dan highlights pertandingannya, dapat Anda saksikan di Mola TV (klik di sini).

Komentar