Pudar Fantasi Oezil

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Pudar Fantasi Oezil

Betapa Arsenal bersama Arsene Wenger terobsesi dengan jargon, `We don’t sign superstar, we make them` jelas bukan rahasia. Mari sebut, Patrick Vieira, Nicolas Anelka, Thierry Henry, Freddie Ljungberg, dll. Dibeli murah, dioptimalkan bakatnya, menjadi juara, dan dijual dengan harga berkali lipat.

Pola tersebut semakin dipertahankan saat pindah ke stadion baru pada 2006. Stadion yang memakan ongkos besar itu menjadi tempat generasi lanjutan semisal Cesc Fabregas, Robin van Persie, Emmanuel Adebayor dan Samir Nasri unjuk gigi. Namun bedanya, generasi baru ini tidak menyajikan kejayaan yang sama. Malah pindah dengan ragam alasan dengan sedikit bau pengkhianatan.

Rasa gelisah atas kondisi tersebut baru teredam pada akhir bursa transfer musim panas 2013. Arsenal memboyong Mesut Oezil dengan mahar 42,5 juta paun. Mendaulat dirinya sebagai pesepak bola Jerman termahal saat itu.

Label ‘memecahkan rekor transfer klub’ ditempel. Mengesampingkan sejenak idealisme ‘We don’t sign superstar, we make them’ yang terbukti buntu. Pada tengah malam, markas Arsenal gegap gempita dengan kumpulan suporter yang terjaga. Keesokan harinya, kampanye promosi klub terlahap habis dengan suporter yang menyemut di megastore klub London Utara.

Ketika direkrut, Oezil merupakan nama besar pada awal 2010-an. Otak utama kesuksesan timnas Jerman yang meledak sejak Piala Eropa U-21 tahun 2009 sampai juara Piala Dunia 2014. Bersama klubnya terdahulu, dia menginterupsi kejayaan Barcelona era Pep Guardiola.

Dia perwajahan baru sepak bola Jerman yang inklusif. Bakat mentahnya terasah oleh Schalke dan masuk perhatian publik bersama Werder Bremen. Berstatus pemain terbaik timnas Jerman tahun 2011, 2012, dan 2013. Tidak pernah terlempar dari 16 besar nominasi Ballon d’Or dalam kurun waktu 2010-2013. Sampai sekarang, Oezil masih menjadi satu-satunya pemain yang Arsenal langsung beli dari Real Madrid, tanpa embel-embel pinjaman.

“Ketika saya berbicara dengan Arsene Wenger di telepon, dia sangat penuh hormat dan sebagai pemain saya butuh itu,” ucapnya.

Sebagai fantasista, Oezil menawarkan fantasi dalam permainannya. Secara instan, pada laga debutnya dia mengirim umpan legit kepada Olivier Giroud di awal laga melawan Sunderland. Terkenang brace Oezil saat menggulung Norwich City 4-1 (yang terkenal dengan gol lezat Jack Wilshere) dalam pertunjukan Wengerball paripurna.

Pada akhir musim, Arsenal berbuka puasa. The Gunners juara Piala FA. Setelah melakukan pramusim di Indonesia.

Oezil seolah ganjaran dari panjangnya kesabaran. Jika segalanya tereduksi ke dalam jumlah trofi, begini kiprah tujuh tahun Oezil berseragam merah-putih: tiga Piala FA dan satu Community Shield. Plus, finis di posisi kedua Premier League 2015-16 (peringkat tertinggi setelah juara pada 2003-04) dan finalis Liga Europa dua musim lalu.

Tidak terlalu mewah memang, apalagi kalau dibandingkan pencapaian Real Madrid dalam durasi yang sama. Namun bersama Arsenal, dia aktor utama.

Terpenting, kehadirannya di lapangan menyajikan decak kagum. Sentuhan pertama yang lembut, trik olah bola yang sulit tertebak, operan memesona, visi bermain yang tidak terbayangkan, dan kreasi penyerangan level elite a la Zinedine Zidane.

Statistik individual seksi juga bisa disertakan. Oezil mencetak 54 asis untuk The Gunners, sekaligus kontributor terbanyak dalam lima musim terakhir. Torehan 44 gol lumayan baik untuk seseorang yang bertujuan menjadi pelayan para penyerang.

Golnya ke gawang Ludogorets di Liga Champions pada November 2016 selamanya layak untuk diputar ulang. Aksi masterclass Oezil kerap begitu seirama dengan gaya main Arsenal yang memanfaatkan operan pendek, kohesivitas antarindividual, sentuhan bola cepat, dan pergerakan brilian merusak sistem lawan.

Nyatanya, semua kejeniusan Oezil beriringan dengan perilaku yang semakin banyak mengundang pertanyaan. Salah satu yang paling awal, tatkala Per Mertesacker menghardiknya karena tidak mau menghampiri pendukung tandang saat Arsenal kalah dari Manchester City pada Desember 2013.

Bahasa tubuh Oezil hampir melulu buruk kalau ditarik keluar. Dia melempar jaket ke arah Marco Silva setelah tidak sanggup berbuat banyak dalam kekalahan Arsenal. Musim lalu, dia melampiaskan amarah ke botol minum setelah diganti dalam kekalahan 0-3 Arsenal dari Man City. Laga pertama setelah pemecatan Unai Emery.

Petaka Mega Kontrak

Penurunan kariernya mulai terjadi pada 2017. Periode di mana Oezil memasuki akhir kontraknya bersama The Gunners. Sedari Januari 2017 sampai Agustus 2018, setidaknya Oezil enam kali absen bertanding karena alasan sakit. Sulit dipercaya begitu saja.

Banyak yang menduga, absennya Oezil pada bulan-bulan terakhir kepememimpinan Arsene Wenger sebetulnya karena negosiasi kontrak baru yang belum mencapai titik temu. Ketika dia memutuskan perpanjang kontrak pada Januari 2018, terbukti nilainya fantastis dengan gaji 350.000 paun perpekan. Rekor tersendiri untuk Arsenal yang punya rekam jejak melepas pemain, karena rendahnya tawaran nilai kontrak.

Ketika Unai Emery menukangi Arsenal, dia dianggap kurang masuk skema pressing tingkat tinggi pelatih Spanyol. Oezil tidak pernah mengutarakan opininya kepada Emery di hadapan publik. Justru, Emery yang setelah pindah menjelaskan upaya besarnya mengakomodasi Oezil ke dalam skema tim. Bagi Emery, Oezil mesti kritis kepada kinerja dirinya sendiri.

Mega kontrak Oezil lambat laun terlihat sebagai petaka. Sejak akhir kepemimpinan Wenger, ditendangnya Emery, dan fase penjajakan filosofi Mikel Arteta, Arsenal berjalan dari buruk menjadi lebih buruk. Absen empat tahun dari Liga Champions kelewat meresahkan.

Kondisi paling runyam terjadi saat dia mundur dari timnas Jerman setelah gagal total di Piala Dunia 2018. Oezil selalu menjadi sasaran empuk kelompok ekstrem sayap kanan yang sinis kepada imigran. Semakin menjadi-jadi tatkala Oezil berfoto dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang memecah opini publik sebelum Piala Dunia di Rusia itu.

Karier sepak bola Oezil semakin melorot. Sempat coba diselamatkan dengan kedatangan Arteta, ternyata tetap gagal juga. Ketika pandemi korona menghantam, Oezil enggan memotong gajinya. Dia menganggap banyak ketidakjelasan dalam negosiasi pemotongan gaji.

“Sebagai pemain, semua ingin berkontribusi. Namun, kami butuh lebih banyak informasi dan ada beragam pertanyaan yang tidak terjawab. Kita terburu-buru tanpa ada konsultasi mumpuni. Untuk siapapun yang berada dalam posisi ini, anda punya hak tahu segalanya, mengerti mengapa ini terjadi, dan ke mana uang itu pergi,” cerita Oezil kepada The Athletic.

Sejak Maret 2020, Oezil tidak lagi bermain untuk Arsenal. Musim baru justru hanya menampilkan skenario paling buruk: Oezil tidak disertakan ke dalam skuat untuk Premier League dan Liga Europa.

Manajer Mikel Arteta sampai pasang badan. Dia menjelaskan sepenuhnya bertanggung jawab atas keputusan mengesampingkan Oezil. Baginya, keputusan ini semata-mata dibuat berdasarkan alasan sepak bola. Oezil tidak mencapai level yang diharapkan untuk membuat tim lebih baik. Bukan menyoal pemotongan gaji atau urusan lain di luar itu.

Oezil terkenal tidak segan mengutarakan pendapatnya. Baik menyoal urusan performa tim atau isu sosial. Selain kedekatannya dengan Erdogan, satu yang menarik tercetus saat dia mengecam tindakan diskriminatif Tiongkok kepada umat muslim Uighur pada Desember 2019. Tindakan Oezil ini mendapat kecaman balik dari Tiongkok yang meminta atlet dari negara lain tidak usah ikut campur atas urusan dalam negeri mereka.

Sebagai anak imigran yang sukses, Oezil pernah mendapat Bambi Awards pada 2010 karena dianggap sosok sempurna untuk menggambarkan integrasi sosial di Jerman. Dengan latar belakang yang demikian, maka wajar Oezil sensitif dengan isu penting di sekitarnya.

Oezil punya ragam aksi amal untuk perubahan sosial. Mulai dari mendatangi kamp pengungsian warga Syria di Zaatari sampai rela membayar gaji maskot Gunnersaurus yang dipecat sebagai dampak pandemi global. Sikap populis yang membuat sosoknya harum di mata para penggemar.

Semua Telah Berakhir?

Sekalipun lebih menargetkan menciptakan bintang, Arsenal sebelum Oezil tentu pernah merekrut pemain top. Dennis Bergkamp datang dari Inter Milan pada 1995 dengan mahar 7,5 juta paun untuk memecahkan rekor klub dan nilai transfer Inggris saat itu.

Setelah mendatangkan Oezil, Arsenal juga lebih luwes merekrut pemain berharga mahal. Sekarang, Oezil hanya berada di urutan kelima sebagai pemain termahal klub. Namun, tidak pemain lain yang disambut dengan euforia yang sama seperti saat Oezil tiba.

Bisa dibilang, Oezil masih satu-satunya superstar yang pernah Arsenal rekrut dari tim yang lebih elite. Seorang mega bintang dengan ego yang secara alami melahap dirinya. Alhasil, Arsenal berhadapan dengan konsekuensi logis atas semua itu.

Sampai 2020, Oezil yang tidak lagi tampil masih menjadi pesepak bola ketujuh dengan pendapatan terbesar versi Forbes. Bersama Aubameyang yang baru perpanjang kontrak, keduanya tercatat sebagai penerima gaji terbesar di Arsenal.

Oezil bisa bersikap seolah nasib buruk yang terjadi selama ini di luar kendali dirinya. Menyoal penurunan performa, silakan tunjuk saja Unai Emery yang membuatnya hilang selera. Menyoal peningkatan gaji, mungkin itu tidak seberapa ketimbang pendapatan Arsenal berkat popularitas dirinya. Menyoal isu sosial yang terus berbenturan, jelas dia perlu menyatakan sikap untuk kebajikan.

Mudah untuk mengira karier Oezil bersama Arsenal berakhir. Seolah tinggal menghabiskan waktu sampai kontrak tuntas pada tahun depan. Dengan segala memori indah, hadir kegetiran pada akhir kisah.

Perekrutan Oezil sedari awal terbukti menghadirkan fantasi. Tentang daya pukau seorang maestro rumput hijau. Mega bintang yang ditunggu-tunggu dalam penantian panjang penuh kesabaran. Menyajikan bukti nyata saat klub berhenti puasa gelar beserta keindahan gaya main ideal.

Seiring berjalan waktu, fantasi itu pudar. Terpecah belah akibat segala distraksi dan buruknya pencarian solusi. Pada akhirnya, dia akan pergi.

Sumber: Forbes/The Guardian/Transfermarkt.

Komentar