Super Bayern sebagai Mimpi Buruk Lyon

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Super Bayern sebagai Mimpi Buruk Lyon

Olympique Lyon mendapati semifinal kedua mereka di Liga Champions. Langkah terjauh yang pernah Les Gones rengkuh. Pertama kali terjadi pada 2009-10 saat tumbang dengan agregat 0-4 dari Bayern Muenchen.

Lagi-lagi Bayern yang menjumpai mereka di semifinal. Kedua tim saling berduel di Stadion Jose Alvalade, Lisabon, Kamis (20/8) jam 02.00 WIB. Selang sepuluh tahun dari gol tunggal Arjen Robben dan hat-trick Ivica Olic ke gawang Hugo Lloris dalam dua pertemuan.

Tinggal tersisa Thomas Mueller dan David Alaba yang tampil di pertandingan tersebut. Mueller menjalani musim penuh perdana sebagai pemain profesional bersama Louis van Gaal. Sementara Alaba hanya sesekali menembus skuad utama klub Bavaria. Sebagai tulang punggung tim sampai hari ini, Mueller dan Alaba siap kembali memberikan Lyon luka.

VIDEO: Momen perayaan warga Paris atas kemenangan PSG



Satu nama lain, Corentin Tolisso. Jebolan akademi Lyon berperan sebagai anak gawang di laga tersebut. Sekarang, dia justru memihak kepada tim yang membantai mantan klubnya.

“Saya sangat kecewa (Lyon kalah pada 2010). Menghadirkan kesan tersendiri untuk saya. Sepuluh tahun berlalu dan sekarang saya berada di pihak lain, dengan Bayern. Saya berharap terjadi hasil serupa,” ungkap Tolisso dikutip situs UEFA.

Dengan kemenangan legendaris itu, Bayern seakan meletakkan paku terakhir pada peti kejayaan Lyon pada dekade 2000-an. Klub meraih tujuh gelar Ligue 1 dan meraih pencapaian terbaik di kompetisi elite Eropa.

Pada awal musim 2009-10, Lyon baru saja melepas gelandang flamboyan Juninho Pernambucano dan bintang muda, Karim Benzema. Sisa kejayaan yang coba dilanjutkan dengan merekrut Lisandro Lopes sebagai bintang penting dalam menembus semifinal Liga Champions. Dekade selanjutnya, kejayaan domestik berpindah ke arah tim ibu kota.

Sepanjang sejarah, FC Hollywood empat kali menang, dua kali imbang, dan dua kali kalah dari Les Gones. Semifinal malam nanti menjadi yang partisipasi kedua belas mereka, hanya kalah jumlah dari Real Madrid (13 kali). Mereka enggan mentok di semifinal lagi selama empat kali sejak menjuarai turnamen ini pada 2012-13.

Modal Gemilang

Bayern unggulan terdepan untuk menjuarai Liga Champions musim ini. Bukan menyoal pengalaman mereka juara belaka, tapi juga bagaimana mereka meraih hasil dominan. Pada laga perempat final, mereka meremukredamkan Barcelona 8-2.

Kemenangan besar itu tidak hanya memastikan Bayern melenggang ke babak empat besar. Melainkan soal kemungkinan mengakhiri Barcelona era Lionel Messi. Pelatih Quique Setien dan Direktur Olahraga, Eric Abidal langsung dipecat. Bek senior, Gerard Pique rela kalau diminta klub untuk minggat. Paling buruk, rumor masuk akal soal kepindahan Lionel Messi ke klub lain dalam waktu dekat.

Leon Goretzka mengaku jujur sedikit senang melihat Messi merana setelah mereka singkirkan. Sementara, Mueller dengan gaya slebornya juga terang-terangan bilang kalau timnya lebih perkasa mengangkangi Barcelona daripada saat Jerman yang juga dia perkuat melibas Brasil 7-1.

Lyon juga melewati perempat final dengan gemilang. Rudi Garcia unggul secara taktik dari Pep Guardiola. Pola 3-5-2 Garcia secara telak menyajikan derita bagi 3-4-1-2 pelatih berkepala plontos. Lima gelandang Lyon berhasil bersaing dengan lini tengah Man City yang minus David Silva, Riyad Mahrez, dan Bernardo Silva pada awal laga.

Houssem Aouar berlaku sebagai maestro di lapangan. Dia menguasai banyak titik dan secara pasti mengotaki dua gol keunggulan. Tidak heran, koran L’Equipe memberikan nilai 9 dari 10 untuk bintang muda yang belum sekalipun tampil di tim senior Prancis.

Sejak memulai debut pada musim lalu, dia menyumbang tujuh asis dalam 14 penampilan Liga Champions. Hanya Kylian Mbappe (10) dan Riyad Mahrez (8) yang punya catatan lebih banyak dari Aouar.

Tentu juga dua pencetak gol Maxim Cornet yang selama kariernya terlampau rajin mencetak gol ke gawang Man City. Sementara Moussa Dembele berhasil menyajikan pertanyaan kepada banyak klub Premier League tentang mengapa mereka tidak memboyongnya setelah bersinar bersama Glasgow Celtic.

Dua pelatih tim semifinalis punya misi masing-masing. Rudi Garcia memasang target sebagai pelatih Prancis yang mampu memimpin tim Ligue 1 ke final Liga Champions. Didier Deschamps bersama AS Monaco terakhir kali melakukannya pada 2004. Garcia tidak ambil pusing dengan sepak terjang Bayern di musim ini. Dengan status bukan unggulan, Lyon terbukti menyingkirkan Juventus dan Manchester City.

“Bayern merupakan tim komplet. Namun, kalau kita menengok statistik Manchester City pada laga sebelumnya, kita boleh berkata tidak ada yang bisa kami lakukan. Kami underdog, tapi kami tahu punya peluang. Kami harus memanfaatkannya saat jumpa mereka,” ucap mantan pelatih AS Roma.

Sedangkan Hansi Flick tentu membidik nasib seperti Jupp Heynckes. Flick ingin mengikuti jejak sebagai juru taktik penyaji treble winners bagi die Roten. Sudah cukup baginya hidup dalam bayang-bayang sebagai asisten pelatih Jerman dan Bayern. Sejak Flick mengambil alih kendali, Bayern kembali paham cara bersikap sebagai klub raksasa.

Flick tentu wajib memaksimalkan peran para pemain kunci. Robert Lewandowski siap menambah pundi-pundi golnya yang sekarang sudah menembus 14 buah. Garis pertahanan tinggi dengan penuh tekanan masih Bayern layak peragakan. Dengan seringnya memenangi penguasaan bola, Bayern leluasa membobardir pertahan lawan secara kilat.

Sepak bola Kanada mendadak cerah saat kegesitan Alphonso Davies membuat banyak pemain Barcelona hilang arah. Sedangkan Tolisso barang kali akan diturunkan untuk meniru Philippe Coutinho yang melukai bekas tempat kerja.

Sebenarnya ada kalimat termudah untuk menggambarkan dominasi Bayern kalau kejadian: Lyon Di-Mueller-kan. Terjadi tatkala Sang Penafsir Ruang berlaku keji di depan gawang Anthony Lopes. Ingatan Mueller mestinya masih segar tatkala dia memeluk Olic di Stade De Gerland sepuluh tahun lampau.

Menekuk Lyon di semifinal mungkin sama saja dengan benar-benar mengakhiri kepemimpinan Jean-Michel Aulas. Sejak 1987, pebisnis ini menyokong klub untuk menjadi tim elite Prancis. Aulas sekarang berusia ke-71, jelas tidak lagi muda.

Lambat laun, klub tidak sanggup lagi menyaingi keglamoran Paris Saint-Germain di bidang sepak bola laki-laki. Pada musim ini, mereka tumbang di semifinal Coupe de la Ligue dan Coupe de France dari tim milik konsorsium Qatar.

Dengan usia yang mencapai kepala tujuh, Aulas juga sadar waktunya di dunia sepak bola tidak berlangsung lama lagi. Maka, dia menunjuk Juninho sebagai Direktur Olahraga sebagai ancang-ancang kalau dirinya pamit. Juninho dianggap orang yang tepat menjalankan Lyon kembali ke arah kejayaan.

Sayang, kehadiran Juninho justru menghadirkan beragam persoalan. Keputusannya menunjuk rekan sejawat, Sylvinho yang tidak punya pengalaman sebagai pelatih menghadirkan petaka awal musim. Keputusan menjual pemain utama, semisal Nabil Fekir, Ferland Mendy, Tanguy Ndombele, dan Lucas Tousart memang hal yang biasa bagi klub.

Namun pembelian mahal yang Juninho minta, seperti Jeff Reine-Adelaide, Joachim Anderson, dan Thiago Mendes dengan harga masing-masing di atas 24 juta euro mengindikasikan kapabilatas yang kurang cakap. Ketiganya tidak kunjung bersinar di dalam klub yang sebetulnya sanggup mengorbitkan pemain binaan sendiri.

Hanya ada satu cara bagi Lyon tampil di Liga Champions musim depan, yakni dengan menjuarainya. Les Gones berada di luar zona kompetisi Eropa saat Ligue 1 dihentikan di tengah jalan, ekses pandemi korona. Sekalipun masih ada kemungkinan, tapi batal tampil di kompetisi Eropa sejak 1996 masih terasa nyata.

Bukan urusan Bayern kalau Barcelona perlu membangun ulang klub setelah mereka kalahkan dengan telak. Bukan persoalan mereka pula kalau nantinya Lyon harus lebih cepat memulai hidup baru tanpa Aulas. Bahkan Bayern pasti sama sekali tidak punya niatan semacam itu. Toh, mereka hanya ingin juara dan sisanya bebas siapa saja tafsirkan.

Dengan segala statistik dominan, prediksi kemenangan memang milik Bayern. Nada serupa yang pernah Lyon dengar untuk Juventus dan Manchester City sebelum terguncang.

Apa yang paling kalian inginkan: Terulangnya hasil sepuluh tahun lalu atau justru Derbi Prancis pertama di laga final?


Untuk menambah keseruan menonton pertandingan, Anda bisa seru-seruan dengan bermain MPL Fantasy. Aplikasi MPL menyediakan permainan fantasy football yang memberikan Anda kesempatan untuk memenangkan GoPay dan LinkAja. Satu berlian yang Anda dapatkan dalam permainan MPL Fantasy dapat Anda tukarkan langsung dengan Rp100 rupiah saldo GoPay dan LinkAja. Download aplikasi MPL pada link berikut melalui ponsel android Anda.

[Download aplikasi MPL]

Komentar