Corona, Sepakbola dan Ketidakpastian

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Corona, Sepakbola dan Ketidakpastian

Sudah satu bulan kita hidup tanpa sepakbola. Sebenarnya ini bukan suatu hal yang baru, bahkan biasanya kita bisa hidup hampir dua bulan lamanya tanpa sepakbola saat jeda akhir musim. Tapi yang membuat kita sulit melewati masa tanpa sepakbola kali ini adalah kenyataan bahwa harapan kita terus digantungkan.

Manusia pada dasarnya tak mampu hidup tanpa kejelasan, apalagi akan suatu hal yang kita sukai. Kita belum tahu bagaimana nasib klub kesayangan kita di akhir musim. Apakah jadi juara setelah lama menanti? Apakah mampu kembali ke UCL setelah musim yang berat? Apakah bisa promosi atau terhindar dari degradasi? Akan banyak kata tanya yang menghantui kita yang membuat jeda satu bulan ini begitu berat.

Entah sudah seberapa sering kita melontarkan umpatan kepada pandemi corona ini yang telah merenggut kebiasaan kita. Sayangnya pandemi ini memaksa kita hidup pada ketidakpastian, yang di luar batas kendali dan mengharuskan kita menepikan kepentingan, termasuk dalam sepakbola.

VIDEO: Update informasi sepakbola dunia



Sepakbola top Eropa hingga sepakbola Indonesia kompak untuk menangguhkan kompetisi-nya hingga waktu yang tak ditentukan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan seluruh elemen yang terkait dalam keberlangsungan sepakbola. Kita boleh saja merasa merana, akibat hiburan yang direnggut virus corona, namun, masih banyak yang lebih menderita dari sekedar kehilangan tontonan.

Banyak yang Dikorbankan

Penangguhan kompetisi sepakbola hampir di seluruh penjuru dunia mau tidak mau akan memberikan dampak yang besar, khususnya terkait neraca keuangan klub. Sebagai sebuah organisasi, klub bertanggungjawab dalam pemenuhan hak bagi para pekerjanya, mulai dari pemain, manajemen, staf, hingga petugas kebersihan sekalipun. Semakin dipusingkan, dengan adanya penundaan pertandingan, pemasukan klub menjadi hilang, mulai dari hak siar, penjualan tiket sampai merchandise hingga banyaknya sponsor yang mundur.

Alhasil, cara paling bijak adalah mengurangi sumber pengeluaran terbesar, yaitu gaji pemain. Klub-klub seperti Juventus, Cagliari, Atletico Madrid hingga Barcelona harus rela memotong sebagian besar gaji pemainnya, meskipun melalui negosiasi yang alot. Seperti halnya Juventus yang sempat mendapat penolakan dari para pemain terkait pemotongan gaji.

“Andrea Agnelli, sebagai Presiden klub mengatakan bahwa klub membutuhkan bantuan para pemain. Awalnya sejumlah pemain tak bersedia dipotong gaji, tapi Giorgio Chiellini sebagai kapten menegaskan mendukung kebijakan tersebut sehingga kesepakatan itu didapat,” ungkap Dybala, dilansir dari Football Italia.

Barcelona juga sempat menjadi bulan-bulanan di media sosial saat tersiar rumor bahwa Leo Messi dkk tidak mau memangkas gajinya. Namun sebagai Kapten, Messi langsung mengkonfirmasi berita tersebut dalam akun instagram pribadinya. “Kami ingin mengonfirmasi bahwa dalam keadaan darurat seperti ini, gaji kami dipotong 70 persen. Kami tak habis piker bagaimana orang-orang dapat menyebut para pemain enggan melakukan hal tersebut,”

Para pemain bergaji tinggi saja menolak gajinya dipotong karena khawatir bagaimana mereka dapat bertahan hidup dengan ketidakpastian ini. Bayangkan para staf dengan gaji pas-pasan yang tetap berjuang bertahan di tengah situasi sulit ini. Jadi, kita yang mungkin hanya kehilangan “pelarian” dari sibuknya hidup, rasanya tak lebih menderita disbanding mereka yang menggantungkan hidup pada sepakbola.

Hingga saat pandemi ini berakhir, rasanya sepakbola perlu waktu untuk pulih. Perekonomian dunia akan mempengaruhi para supporter untuk mengeliminasi pengeluaran uang yang bukan prioritas utama. Alih-alih membeli merchandise atau tiket pertandingan sepakbola, para fans mungkin akan memilih memenuhi pangan sebagai kebutuhan dasar mereka. Maka jangan heran jika nanti tak ada belanja besar yang dilakukan oleh kesebelasan kesayangan karena harus membenahi neraca keuangan klub.

Kompetisi besar seperti Euro dan Copa America juga terpaksa mundur. Hal yang mungkin disayangkan mengingat persiapan tuan rumah yang mulai rampung. Mereka pun harus mengeluarkan kocek tambahan untuk memelihara stadion dan infrastruktur lainnya, agar tetap layak di 2021 nanti.

Selain itu, nampaknya akan sulit untuk memulai kembali liga secara bersamaan. Hal ini dikarenakan setiap negara memiliki reaksi dan penanganan yang berbeda terhadap pandemi ini. Ditambah lagi sisa kompetisi yang harus diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya agar tak mengganggu jadwal kompetisi musim berikutnya.

Masalah-masalah yang timbul akibat penundaan kompetisi sepakbola seperti yang sudah dibahas di atas merupakan alasan berbagai pihak mendesak menyusun kembali kalender kompetisi. Ditambah lagi kerinduan pecinta sepakbola yang mulai bosan karena ruang geraknya dibatasi. Banyak alternative scenario bagaimana musim ini diselesaikan, mulai dari bermain di negara lain yang aman, hingga pertandingan tanpa penonton.

Namun kedua hal tersebut bukan solusi. Bermain di negara yang aman dari virus corona justru akan makin mengancam keselamatan penduduk di negara tersebut jika para individu yang terlibat adalah seorang carrier.

Pertandingan tanpa penonton juga hanya akan memindahkan masalah, bukan menghilangkan-nya. Para suporter tetap akan berkumpul di luar stadion, dalam jumlah masif, apalagi pada pertandingan-pertandingan krusial. Selain itu, pertandingan tanpa penonton juga mematikan “nyawa” sepakbola itu sendiri. Tim yang bertanding, khususnya kesebelasan tuan rumah akan kehilangan pemain keduabelas mereka.

Bayangkan Liverpool, apakah akan tetap perkasa tanpa auman suara The Kop? Atau bahkan mereka mengangkat trofi EPL yang telah dinanti selama 30 tahun di depan kursi kosong?

Waktu yang Tepat Untuk Rehat Sejenak

Anggap saja kompetisi sepakat untuk dimulai kembali setelah pandemi ini mereda. Namun, kepastian jadwal perlu disosialisasikan sejak jauh hari. Setiap klub perlu kembali bersiap setelah libur panjang. Banyak pemain yang mungkin mengalami detraining. Mereka perlu mengembalikan kebugaran nya, jika tidak, akan banyak pemain tumbang seperti yang diungkapkan Kevin De Bruyne.

“Saya tidak tahu kapan para pemain akan bermain sepakbola lagi. Biasanya dibutuhkan 3-4 minggu untuk persiapan. Jika kompetisi dimulai tiba-tiba, maka akan banyak pemain yang cedera dalam beberapa pertandingan.”

Namun dari semua masalah yang telah diungkapkan, setidaknya kita bisa melihat sebuah sisi positif dari situasi sulit ini. Seperti yang diungkapkan Graham Hunter dalam artikel di ESPN, beberapa dekade terakhir, sepakbola menjadi komoditi seksi. Sepakbola bukan hanya identitas, namun sudah menjadi tambang emas. Kita dapat menikmati pertandingan sepakbola dalam 365 hari tanpa jeda, dimanapun dan kapanpun kita berada.

Bagi para pemain, sepakbola adalah cara mereka bertahan hidup, mendapatkan ketenaran dan apresiasi. Tetapi seperti bisnis pada umumnya, mereka sebagai sumber daya diperas hingga tetes terakhir. Masih dalam tulisan Graham Hunter, Leo Messi telah memainkan 649 pertandingan dalam sepuluh musim terakhir. Artinya, ia bermain setiap enam hari. Belum lagi jadwal latihan, iklan, perjalanan hingga hubungan sosial.

Penangguhan kompetisi seperti sekarang mungkin menjadi berkah tersendiri bagi Messi sehingga ia memiliki waktu istirahat dan waktu bersama keluarga lebih banyak dari biasanya. “Sekarang saatnya untuk berada di rumah. Ini merupakan waktu berharga dapat berada di rumah. Momen berharga untuk bisa bersama keluarga. Momen yang tidak selalu kamu dapatkan. Peluk dariku untuk semua orang. Semoga keadaan segera membaik,” ungkap Messi di akun instagram pribadinya.

Ungkapan sederhana yang mungkin sebenarnya juga dirasakan oleh banyak pemain sepakbola dunia. Waktu bersama orang yang disayang mungkin terasa begitu berharga saat ini setelah hampir setengah dari usia mereka dihabiskan untuk sepakbola. Pesepakbola adalah profesi yang tidak saja mengharuskan untuk memiliki bakat mengolah si kulit bundar. Mereka juga ahli untuk mengolah stress, tekanan, rasa letih hingga rasa sakit.

Waktu luang ini bukan hanya dapat dimanfaatkan bersama keluarga saja, para pesepakbola juga dapat berkontemplasi terkait masa depannya, kesempatan yang mungkin jarang mereka miliki. Para pesepakbola dapat mengoptimalkan waktu latihan pribadi untuk mengasah kembali kemampuan mereka.

Tapi yang paling penting, mereka dapat mengevaluasi kembali karier mereka, apa yang telah mereka dapatkan sejauh ini, apakah mereka telah berinvestasi bagi masa depan, ketika kelak tak bermain sepakbola lagi. Para pemain dapat menyusun kembali rencana masa depan mereka, kontrak mereka, mempertimbangkan tawaran kesempatan untuk mengambil tantangan baru di klub baru. Sehingga tak heran, banyak rumor transfer yang mungkin akan punya plot twist di akhir musim.

Bagaimana dengan pemain yang kontraknya habis akhir musim ini? Apakah mereka akan jadi pengangguran ketika klub tidak memperpanjang kontraknya dan tak ada kesebelasan lain yang berminat pada bakatnya, mengingat klub harus bijak dalam mengontrak pemain di tengah krisis ini?

Saat ini akan jadi titik balik perjalanan karier mereka. Cukup waktu untuk merenung memutuskan apa yang akan mereka lakukan. Mungkin saja bagi pemain ini, ternyata tak apa hidup tanpa sepakbola, dan dapat menikmati hal lain. Hidup dari investasi mereka selama ini. Jadi kita bisa saja menemukan Gareth Bale yang memutuskan fokus bermain golf ketimbang melanjutkan karier di Madrid.

Waktu luang ini bukan hanya diperlukan bagi pesepakbola dan klub, namun juga para pejabat federasi sepakbola. Jeda ini dapat digunakan untuk menyusun kalender yang manusiawi, lebih baik dan lebih adil. Tidak hanya melihat sepakbola sebagai komoditas sehingga tak peduli apapun kondisinya, pertandingan tetap berjalan.

Melihat ini semua, bijak bagi kita untuk tidak menuntut tanggal pasti kembalinya kompetisi. Bumi perlu rehat sejenak, begitupun kita dan sepakbola. Sehingga waktu jeda ini dapat menjadikan wajah sepakbola menjadi lebih baik lagi.

Sekarang semua elemen dalam sepakbola, termasuk kita para pencintanya, harus bertahan sembari memperlayak diri agar sepakbola pulih kembali. Hingga saatnya nanti, peluit wasit ditiup kembali, menandakan kembalinya kebahagiaan bersama, yaitu sepakbola.

Komentar