Rekam Jejak Darije Kalezic, Menir Anyar PSM Makassar

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Rekam Jejak Darije Kalezic, Menir Anyar PSM Makassar

Penetapan pelatih anyar PSM Makassar sempat mengalami tarik ulur. Munafri Arrifudin selaku CEO PSM mengatakan jika Robert René Alberts sempat pulih dari sakit, hal tersebut seolah menjeda proses negosiasi dengan Darije Kalezic. Namun dalam perjalanannya kesehatan sang menir tidak berangsur membaik.

Hingga pada Sabtu malam (02/02), Kalezic diperkenalkan sebagai arsitek anyar Juku Eja. Artinya Robert Alberts tidak akan kembali ke Makassar dan keputusan tersebut menciptakan pro dan kontra tersendiri.

Kalezic kenyang pengalaman melatih di benua Eropa. Namun PSM yang hendak berlaga di empat kompetisi sekaligus—Piala Indonesia, Piala Presiden, Liga 1, dan Piala AFC—di musim ini seperti berjudi mengangkat pelatih yang belum fasih dengan kultur sepakbola Indonesia khususnya dan Asia pada umumnya.

“Pelatih yang lama bilang kondisinya makin membaik, dan akhirnya saya telepon lagi beliau (Kalezic) untuk membatalkan [kesepakatan]. Tapi dalam perjalanannya, kondisi dia tidak makin membaik. Jadi tidak ada yang namanya menolak atau membujuk. Dengan segala macam yang terjadi, pelatih sebelumnya telah membawa PSM di level atas sepakbola Indonesia. Kami sekarang telah menentukan pelatih PSM pada periode 2019. Kami targetkan dia lebih baik dari pelatih sebelumnya,” jelas Appi, sapaan Munafri, seperti dikutip dari Goal.

Kalezic harus melanjutkan fondasi yang telah dibangun pelatih sebelumnya. Sebab mustahil merombak total skuat yang sudah ada, mengingat jarak waktu antara persiapan menuju turnamen sangatlah sempit. Lantas bagaimana kualitas pelatih yang pernah membesut Georginio Wijnaldum di Jong PSV ini?

Karier Bermain dan Karier Melatih di Asia Kurang Mengilap

Sebagai pria Balkan, Kalezic banyak menghabiskan karier bermain sepakbolanya bersama kesebelasan Bosnia seperti FK Velez Boznia. Meski demikian, dia punya catatan panjang di kesebelasan mancanegara, di antaranya sebagai pemain FC Den Bosch, RKC Waalwijk, AGOVV Apeldoorn, dan De Graafschap.

Tidak ada catatan prestasi mentereng yang dapat dijadikan referensi kehebatan Kalezic saat bermain. Oleh sebab itu, dia memutuskan pensiun dini di saat usianya menginjak 37 tahun, pada 2006 silam.

Setelah pensiun dia mulai merambah bidang kepelatihan. De Graafschap jadi kesebelasan pertama yang ia tukangi. Namun dia tidak benar-benar merasakan kompetisi utama Eredivisie, sebab dalam rentang waktu 2006 hingga 2008 Kalezic hanya melatih tim junior De Graafschap.

Pada 25 Februari 2009, barulah dia naik pangkat menjadi kerteker tim utama De Graafschap setelah manajer sebelumnya, Henk van Stee, dipecat di tengah kompetisi karena hasil yang buruk. Di sisa musim, Kalezic tak bisa berbuat banyak untuk membantu kesebelasannya berangsur dari zona merah hingga kemudian pada akhir musim kesebelasan yang berbasis di Kota Doetinchem itu terlempar dari Eredivisie.

Meski begitu, semusim berselang, Kalezic berhasil membawa De Graafschap kembali ke Eredivisie dengan meraih trofi Eerste Divisie (divisi kedua) 2009/10. Catatan positif lainnya yang pernah diukir Kalezic adalah membantu De Graafschap bertahan di Eredivisie setelah terkatung-katung di musim 2011/12.

Berbekal kesuksesan tersebut, pada Juni 2011 Darije Kalezic pindah ke Belgia lewat klub Liga Pro S.V. Zulte Waregem. Namun sayang, hanya enam bulan dia bermukim di kota Waregem, Belgia, sebab kesebelasan yang dilatihnya terperosok ke peringkat 14 atau hanya dua strip saja dari zona degradasi. Per 27 Desember 2011 Kalezic pun menganggur.

Dua tahun berselang dia berkelana ke Kota Stockport, Inggris. Ia menangani sebuah klub yang punya caps di English Football League selama 110 tahun, Stockport County FC. Sama seperti sebelumnya, dia tidak meninggalkan tinta emas di kesebelasan berjuluk The Hatters ini. Pada 23 Maret 2013, Kalezic membuat persetujuan bersama manajemen kesebelasan untuk mengakhiri kontraknya. Artinya dia tidak dipecat, tetapi mundur secara baik-baik.

Musim 2013/14 dia kembali ke Belanda. Kalezic menangani Jong PSV, tim muda PSV Eindhoven yang berlaga di Eerste Divisie. Di sinilah Kalezic melatih pemain bintang yang kini namanya beredar di kompetisi elite Eropa seperti Georginio Wijnaldum (Liverpool), Santiago Arias (Atletico Madrid), Luciano Narsingh (Sweansea City), dan Zakaria Bakkali (Anderlecht). Jong PSV finis di urutan ke-14 di Eerste Divisie musim 2014/15. Berbarengan dengan itu, dia kembali mencari pelabuhan baru.

Pada 11 Juni 2015, Kalezic menandatangani kontrak dua musim bersama Roda JC yang bermarkas di Kota Kerkrade, Belanda. Kesebelasan berjuluk Koempels ini mengakhiri musim 2015/16 di posisi ke-14. Berjarak lima poin saja dari zona degradasi. Darije Kalezic dipecat pada 10 Mei 2016, kali ini bukan karena penampilan buruk kesebelasannya, melainkan berkat komentar kritis terhadap Direktur Teknis Roda, Ton Caanen. Hanya mencatatkan 38 pertandingan, Roda JC Kerkrade menjadi kesebelasan terakhir yang ditanganinya di Eropa.

Kalezic mencoba peruntungan ke kawasan Asia bersama Al-Taawoun yang merupakan peserta Saudi Professional League, tingkat teratas kompetisi sepakbola Arab Saudi. Alih-alih bisa mengukir prestasi setelah perjalanan yang biasa saja di sepakbola Eropa, jalan karier Kalezic di Asia malah berujung tragis, bahkan bisa dibilang lebih buruk dari sebelumnya. Pada 15 Oktober 2016, dia diputus kontrak setelah hanya mendampingi kesebelasan dalam lima pertandingan.

Namun demikian, Kalezic masih penasaran untuk menaklukkan sepakbola Asia. Pada Juni 2017 dia dipinang kesebelasan A-League, Wellington Phoenix. Kesebelasan asal Selandia Baru itu hanya mengikat Kalezic dalam durasi satu musim (2017/18) sebab perkembangan Phoenix tidak berjalan sesuai target yang telah diberikan manajemen.

Perjalanan karier kepelatihan Kalezic di atas menjadi referensi yang tentunya membuat The Macz Man, julukan supporter PSM, agak was-was. Sebab, selain target mendatangkan trofi liga yang tak pernah singgah ke Kota Makassar selama 18 tahun, musim ini Juku Eja berlaga di Piala AFC. Apalagi jika melihat apa yang telah dilakukan oleh Robert Alberts selama dua musim ke belakang. PSM di bawah asuhan sang menir tak pernah terlempar dari tiga besar.

Darije Kalezic Tidak Merasa Tertekan

Munafri Ariffudin yang mendampingi Kalezic dalam konferensi pers yang dilakukan di Hotel Aryaduta, Makassar, pada Sabtu malam (2/2) mengatakan jika keputusan menentukan pelatih diambil dengan pertimbangan matang. "Dia punya track record menjadi asisten, pernah menjadi pelatih di beberapa klub papan atas dan juga pernah menjadi pelatih usia muda," ujar Munafri.

Hal tersebut sejurus dengan pengakuan Kalezic. Pelatih yang gemar memakai pola 4-2-3-1 ini menyatakan sangat terbantu dengan pendekatan negosiasi dari pihak PSM.

“Setelah mendapat kabar dari agen saya tentang [minat PSM] ini, saya langsung mencari info terkait PSM. Semuanya positif. CEO PSM (Munafri) juga banyak memberikan penjelasan kepada saya. Seperti materi pemain dan target tim musim depan,” terang Darije, seperti dikutip dari Bola.

Selain negosiasi yang mulus, atmosfer penonton selalu menjadi alasan klise para pemain atau pelatih asing saat mempertimbangkan berkarier di Indonesia. Hal tersebut diamini eks Pelatih Roda JC itu.

“Ketika mendengar dan melihat gairah fans PSM, itu menambah keinginan saya untuk datang ke sini. Saya kira kami punya gairah yang sama, dan itu sangat penting bagi saya. Pekan depan kami akan mulai bekerja keras, berkenalan dengan pemain dan staf,” ungkapnya seperti dikutip Goal.

Sedangkan untuk komposisi pemain, Kalezic tidak ingin terburu-buru memutuskan. “Saat ini saya belum bisa menyebutkan apakah mendatangkan pemain baru atau tidak. Saya ingin lihat dulu dalam beberapa hari ke depan agar tidak mengambil keputusan yang salah,” tambahnya.

Berbicara materi pemain, sebenarnya Kalezic pernah melatih Wiljan Pluim ketika Pluim datang ke Roda JC yang ditangani Kalezic dengan status pemain pinjaman dari Vitesse. Keberadaan Pluim bisa membuat pelatih anyar asal Balkan itu cepat beradaptasi dengan PSM yang punya target lebih baik dari musim sebelumnya (runner-up), pendeknya mengakhiri paceklik gelar selama 18 tahun. Namun Kalezic tidak merasa tertekan dengan itu.

“Setiap memulai karier sebagai pelatih, saya selalu punya virus yang bisa mengatasi tekanan. Kalian bilang klub ini tidak juara dalam 18 tahun, kenapa saya harus merasa tertekan? Tapi satu hal yang pasti, saya datang ke sini untuk memenangkan trofi,” pungkasnya.

Layak dinanti virus yang bisa menangkal tekanan juara yang kini kian membesar dari publik Makassar. Semua yang dipaparkan di atas sebagai ‘pelatih biasa saja’ hanya data semata. Setiap orang bisa memperbaiki catatan merah dalam hidupnya, termasuk Darije.

Komentar