Kemajuan Diklat Persib Bandung

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kemajuan Diklat Persib Bandung

Persib Bandung U19 dan U16 berhasil menggondol trofi Liga 1 U19 2018 dan Elite Pro Academy Liga 1 U16 2018. Tentu hal itu jadi sebuah prestasi. Apalagi keberhasilan tersebut berasal dari berprosesnya dan berprogresnya Pusat Pendidikan dan Latihan Persib atau yang lebih dikenal dengan Diklat Persib.

Bahkan lebih dari itu, Diklat Persib telah berkontribusi juga bagi persepakbolaan nasional. Febri Hariyadi, Alfath Fathier, Hanif Sjahbandi, dan Ryuji Utomo adalah sedikit contoh alumni Diklat Persib yang telah berhasil bermain di tim nasional senior.

Diklat Persib berdiri sejak 2013. Perencanaan yang matang jadi pembeda pembinaan pemain muda Persib dengan kesebelasan lain.

Selain proses seleksi ketat yang diikuti oleh pemain muda dari pelbagai penjuru daerah, sejak awal didirikan Diklat langsung mendemokan sports science, sebuah ilmu yang ketika itu masih asing terdengar di sepakbola nasional. Pada awal 2018, Diklat juga mengembangkan struktur pembinaan berjenjang dengan membuka akademi Persib yang programnya tersinkron langsung dengan akademi kesebelasan besar Italia, Inter Milan.

***

Terasa baru kemarin sore Jaino Matos duduk di tepi lapangan Sidolig untuk melakukan scouting pemain dari kompetisi U19 yang digelar intern Persib Bandung. Selain itu, pelatih berpaspor Brasil itu juga menggelar seleksi terbuka. Hasilnya, 28 pemain tersaring pada Oktober 2013 silam. Termasuk tiga pemain yang masih berusia 15 tahun ketika itu, yakni Gian Zola Nasrulloh, Jujun Saepuloh, dan I Komang Gede Ardia Putra.

Secara hierarki, ada tiga kelompok umur yang dibina di bawah naungan Diklat Persib ini; Persib U16, Persib U19, serta Maung Anom (usia di atas 19 tahun). Dalam data terakhir yang diakses dari situs resmi kesebelasan, saat ini terdapat 30 pemain di Persib U16, 27 pemain di Persib U19, dan 24 pemain di tim Maung Anom dengan masing-masing tiga pelatih yang menangani tim (kepala pelatih, asisten pelatih, dan pelatih kiper).

Angkatan pertama Diklat Persib berhasil mencetak total 31 pemain, namun tidak semua menemui karier yang cemerlang di kompetisi tertinggi sepak bola nasional. Dari sebagian kecil itu ada nama Sutanto Tan yang sekarang membela Bali United, Hanif Sjahbandi di Arema FC, Ryuji Utomo yang berkarier di Liga 2 Thailand, serta Abdul Azis yang bermain di PSMS Medan.

Sementara beberapa pemain generasi pertama lainnya seperti Febri Hariyadi, Henhen Herdiana, Angga Febrianto, Ahmad Baasith, dan Gian Zola, bak ketiban durian runtuh kala operator Liga menerapkan aturan lima pemain di bawah U23 yang wajib dimiliki klub Liga 1 musim 2017 silam. Mereka bisa bermain di tim senior Persib secara eksklusif meskipun sekadar memenuhi regulasi U23.

Bahkan, Febri mewakili progres bagus Diklat Persib, bersama Hanif Sjahbandi dan Ryuji Utomo terpilih sebagai bagian dari Timnas U22 asuhan Luis Milla Aspas yang meraih medali perunggu di SEA Games Malaysia 2017 lalu.

Selain kontribusi individu, Diklat Persib mampu berprestasi sebagai tim. Jauh sebelum PSSI mengadakan kompetisi resmi seperti Liga 1 U19 dan Elite Pro U16, serangkaian kesuksesan telah diraih.

Terhitung ada empat trofi yang terpampang di lemari prestasi mereka. Persib U16 meraih tiga trofi, yaitu juara Piala Menpora 2017, juara Piala Suratin tingkat nasional tahun 2018, dan Juara FILANESIA 2018. Sementara itu, Persib U19 berjaya di Piala Bupati Subang 2017 yang mana pesertanya wakil klub Liga 2.

Meski begitu, tak banyak orang tahu di balik perjalanan manis dari progres yang terus menanjak ini. Dalam prosesnya, Diklat Persib penuh liku. Mereka banyak bertemu dengan hambatan. Budiman Yunus yang memegang kendali tim U16 dan U19 mengatakan jika Diklat Persib sejatinya masih jauh dari kata ideal, terutama soal fasilitas.

“Kendala kami yang utama ketiadaan sarana lapangan. Kadang latihan di lapangan futsal. Fasilitas mes juga kurang, padahal banyak pemain dari luar Bandung. Bahkan bus pemain pun tidak ada. Jadi latihan sendiri-sendiri. Tapi spirit dan tekad pemain untuk berprestasi sangat tinggi,” ucapnya, seperti dikutip dari Harian Topskor.

Menyekat Akademi dan Diklat

Banyak yang beranggapan jika akademi Persib adalah Diklat Persib. Akan tetapi pada hakikatnya, keduanya jelaslah berbeda. Akademi Persib merupakan pembinaan yang bersifat berbayar dan terbuka untuk siapapun. Sedangkan Diklat Persib sendiri disiapkan khusus untuk kompetisi usia muda seperti Piala Suratin, Liga 1 U19, dan Liga 1 U16. Para pemain yang membela Diklat Persib merupakan kumpulan pemain hasil dari seleksi yang memiliki standarisasi tertentu, seperti standar teknik dan fisik. Kendati begitu, tidak menutup kemungkinan jika pemain berbakat di akademi ditarik ke Diklat.

“Kalau akademi itu berbayar [ada administrasi yang harus dibayar] siapapun bebas bisa ikut dan mendaftar. [Sedangkan] Diklat ini adalah pembinaan usia muda di Persib, anak-anak Diklat ini yang harus sudah terseleksi standar fisik, standar tekniknya, ada standar khusus dan dibina khusus,” ujar manajer Diklat Persib, Yoyo S. Adireja, seperti dikutip dari Simamaung.

Akademi Persib sendiri berdiri pada Selasa 13 Februari 2018 atas kerjasama dengan klub raksasa Liga Italia, Inter Milan, Erick Tohir, serta Javier Zanetti. Adapun persyaratan yang wajib dipenuhi untuk mendaftar menjadi siswa akademi adalah berusia 10-16 tahun. Sebagai biaya awal, peserta harus membayar 1 Juta rupiah. Nantinya para peserta juga harus membayar uang iuran per bulan sebesar 500 ribu. Meski terbilang tak murah, Yoyo memastikan jika peserta didik akan mendapat prospek cerah.

“Menjadi salah satu prioritas jika di akademi ada yang potensial bisa diambil ke Diklat. Selama ini para pemain Diklat hasil seleksi dari pantauan. Kita uji tanding ke daerah segala macam, potensi-potensi itu diseleksi dalam satu periode, baik tes fisik, dan teknik,” tambahnya.

Maka boleh bahwa kehadiran akademi Persib jadi penyempurna Diklat itu sendiri. Terlebih lagi dalam menjalankan program, akademi Persib ini tak tanggung-tanggung. Mereka mengadopsi kurikulum dari Inter Academy yang sudah sukses di Eropa dan belahan dunia lainnya.

“Akademi Persib merupakan bentuk kerja sama dengan Inter Academy Indonesia. Bukan hanya menghadirkan [Javier] Zanetti dan pelatih Inter Academy, Academy Persib menggunakan kurikulum akademi yang berbasis di Centro Sportivo Giacinto Facchetti, Italia tersebut,” tulis Persib dalam laman resmi klub.

“Nantinya, Akademi Persib merupakan after school program untuk anak-anak usia dini, terutama usia 10-16 tahun yang tertarik dan memiliki talenta bersepakbola. Para peserta didik diasah kemampuan mereka dalam bersepakbola, baik secara teknik dan skill,” tambahnya.

Meskipun ada sekat yang membedakan antara Akademi dan Diklat, keduanya memiliki kolerasi yang erat. Baik yang berbayar (akademi) maupun yang terseleksi dengan ketat (Diklat), menjadi tempat yang tepat untuk pembentukan karakter pemain muda di Bandung.

“Dengan akademi Persib, kami juga berharap bisa menjaring pemain bertalenta, yang memiliki nilai-nilai dan tradisi dengan Persib untuk bergabung dengan klub secara ekslusif dalam Diklat Persib hingga ke Persib senior nantinya," ujar Yoyo.

Momentum Refleksi

Dalam pembinaan sepakbola usia muda trofi juara bukanlah output yang sebenarnya. Bagaimana para pemain bisa berproses dan menunjukkan progres positif adalah yang paling utama. Mengacu pada pedoman pembinaan tersebut, karenanya secara definitif Persib dengan akademi dan Diklatnya ini belumlah bisa dikatakan sebagai salah satu pembinaan terbaik atau sempurna di Indonesia.

Akrab ditemui talenta yang luar biasa di usia muda namun justru kemudian terbenam di level senior. Semua bisa diuji dengan pertanyaan singkat berikut: “Ke manakah angkatan pertama Diklat Persib yang dibina Jaino Matos kini?”. Adakah yang menjadi tulang punggung Persib senior musim ini? Di skuat 2018 hanya Febri dan Henhen yang tersisa, itu pun dengan grafik penampilan yang menurun.

Adapun sebagian produk sukses Diklat berkelana mencari jam terbang di klub lain. Seperti Abdul Azis (PSMS Medan), Hanif Sjahbandi (Arema FC), serta Ahmad Baasith dan Gian Zola (Persela Lamongan) yang ditinjau dari kemampuan individu masih kalah kelas dibanding gelandang seusianya hasil tempaan dari akademi lain seperti Evan Dimas, M. Hargianto, serta Zulfiandi sebab ketiganya kerap jadi opsi pertama di Tim Nasional Indonesia.

Namun generasi jebolan Diklat 2017 seperti Wildan Ramdani, Aqil Savik, Agung Mulyadi, Indra Mustafa, dan Puja Abdillah sedikit mendapatkan angin segar, mengingat stakeholder di Persib mulai menyimpan kepercayaan yang cukup tinggi terhadap para pemain muda. Mereka berlatih bersama tim senior walau kesempatan bermain masih minim.

Sejalan dengan kabar baik yang diterima para pemain promosi yang lebih dulu mendapat tempat di tim senior, para pemain yang masih membela Diklat pun bisa bernafas lega mengingat PSSI punya banyak program untuk menggelar kompetisi. Rencananya mulai musim depan PSSI akan memutar kompetisi berjenjang dari U16, U18, dan U20.

Namun semua bisa menemui kata “percuma” andai manajemen level atas dan pelatih tim senior tidak bisa memprioritaskan hasil binaan klub. Selama ini Diklat Persib diperlakukan tak ubahnya La Fabrica, akademi milik Real Madrid, yang mana Los Galacticos dengan gelontoran uangnya mengacuhkan talenta-talenta terbaik hasil binaan akademi sendiri untuk kemudian beberapa produk binaan mereka bersinar di tim lain.

Eks pemain Persib asal Serbia yang baru sebulan menjabat Direktur Teknik di Persib, Miljan Radovic, menyadari hal itu. Karenanya bersama manajemen Persib, Radovic akan memantau terus perkembangan para pemain Diklat untuk mencari pemain-pemain yang bisa dipromosikan ke tim senior.

“Kami sudah bicara program ke depan dan kami akan suntikan sepakbola modern di tim. Kalau Persib dikenal sebagai tim besar, produk pemainnya juga harus selaras dengan kebesaran tim”, ujar Radovic seperti dilansir laman resmi klub.

Mengacu pada prestasi mentereng Diklat Persib musim ini, pembinaan yang dilakukan Persib belumlah sepenuhnya menyentuh kata terbaik. Kesuksesan sebuah pembinaan kesebelasan baru bisa dinilai ketika ada pemain dari mereka yang promosi ke tim senior dan benar-benar siap bermain reguler, bukan dari seberapa sering mereka juara.

Meski begitu, kini Diklat Persib lambat laun menyejajarkan diri dengan Diklat Ragunan atau Diklat Salatiga yang getol menelurkan talenta pesepakbola nasional terbaik. Bukan tak mungkin kelak Diklat Persib akan jadi muaranya cikal bakal para pemain timnas Indonesia. Toh pemain-pemain seperti Ferdinan Sinaga, Dedi Kusnandar, Atep, Muhammad Natshir, Andritany Ardhyasa, Jajang Mulyana, Alfath Fathier, Eka Ramdani dan Jajang Sukmara juga merupakan pemain-pemain yang sempat bermain untuk Persib kategori usia baik sebelum maupun sesudah era Diklat.

foto: persib.co.id

Komentar