Diselamatkan Gol Indah

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Diselamatkan Gol Indah

Ruangan itu dipenuhi banyak orang. Kursi-kursi plastik berwarna putih yang disediakan nyaris terisi semua. Beberapa orang memilih berdiri sambil bersedekap. Semua terlihat tenang walau mata mereka menatap lekat sebuah layar televisi.

Dari televisi itu terdengar suara moderator memanggil Hidetoshi Nakata untuk membacakan nama pemenang FIFA Puskas Award 2015. Nakata tiba dan kemudian terdengar berkata, “Selamat sore!”

Tanpa berlama-lama, Nakata langsung menyobek sebuah amplop berisi nama pemenang yang ia bawa. Suara sobekan itu terdengar cukup jelas, membuat suasana di ruangan tersebut semakin tegang. Banyak telapak tangan mulai dikatupkan seraya ditempelkan ke mulut.

Dengan logat Jepang yang kental, Nakata berucap: “So, FIFA Puskas Award 2015 goes to… Wendell Lira!”

Kumpulan orang yang mematung di ruangan itu seketika meledakkan kebahagiaan. Mereka semua bangkit dari kursinya masing-masing dan berjingkrak kegirangan. Salah seorang pria yang mengenakan kostum Brasil bahkan dengan semangat menunjuk-nunjuk layar televisi seakan menumpahkan seluruh emosinya.

Seperti itulah keluarga Wendell Lira di Brasil, merayakan pengumuman Lira sebagai peraih penghargaan FIFA Puskas Award 2015. Wajar saja mereka merayakannya dengan emosional, mengingat Lira memenangi penghargaan bergengsi itu di tengah kondisi yang sangat terpuruk.

Nyaris Bunuh Diri karena Himpitan Ekonomi

Lira merupakan talenta menjanjikan ketika masih belia. Di usia 16, ia sudah menjalani debut profesional bersama sebuah klub lokal bernama Goias. Selang beberapa bulan ia dipanggil memperkuat Tim Nasional Brasil U-20.

Penampilan memukaunya kemudian terendus beberapa pemandu bakat klub besar Eropa. AC Milan menjadi klub yang paling serius memboyongnya.

Sayangnya Lira baru menyepakati kontrak berdurasi lima tahun di Goias, sehingga pihak klub menolak melepasnya ke Milan. Rossoneri pun mengalihkan target kepada rekan satu tim Lira di Timnas Brasil U-20, Alexandre Pato.

“Aku memahami keputusan itu [penolakan tawaran Milan]. Bisa diturunkan bermain saja, aku sudah senang. Mereka [Goias] mempertimbangkan bahwa aku perlu menunggu beberapa tahun lagi agar bisa dijual dengan harga yang lebih mahal,” kata Lira.

Ketika ia sedang nikmat-nikmatnya mereguk karier yang terus menanjak, cedera lutut datang menghampiri dan mulai menghancurkan segalanya. Pemain kelahiran 1989 itu harus menepi dari lapangan hijau selama satu tahun akibat cedera yang dideritanya.

“Aku menderita cedera serius di lututku yang membuatku absen dari sepakbola selama satu tahun,” ucapnya dikutip dari Sportskeeda.

Setelah pulih dari cedera dan kembali ke lapangan hijau, segalanya tak lagi sama bagi Lira. Kakinnya seakan kaku ketika menggiring bola—tak lagi luwes seperti dulu. Akibatnya, penampilan Lira semakin menurun dan Goias pun melepas Lira pada 2012.

Sejak dilepas Goias, Lira tak pernah bertahan lama di klub baru yang dibelanya. Dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2012, total sudah ada enam klub berbeda yang disinggahi Lira. Pada 2015, Lira berlabuh di sebuah klub yang bermain di divisi bawah kompetisi sepakbola Brasil, Goianesia Esporte Clube.

Pada 11 Maret 2015, Lira diturunkan bertanding ketika Goianesia menjalani laga tandang ke markas Atletico-GO. Saat pertandingan memasuki menit ke-27, Lira sukses membawa Goianesia unggul lewat gol yang dicetaknya.

Gol itu tercipta melalui proses yang sangat indah. Lira berhasil meloloskan diri di antara empat pemain belakang Atletico. Rekan satu timnya yang bernomor punggung 10 kemudian melepaskan umpan lambung ke arah Lira. Tanpa mengontrolnya terlebih dahulu, Lira langsung menyambut umpan itu dengan tembakan voli yang langsung menghujam jaring gawang Atletico.

Gol indah itu dirayakan Lira dengan begitu emosional. Sambil berlari ia menepuk-nepuk dadanya penuh rasa bangga.

Sayangnya, kontribusi Lira untuk Goianesia yang salah satunya tercermin melalui gol itu, tak sebanding dengan pemberian klub kepada dirinya. Upah yang ia dapat dari Goianesia tak cukup untuk menunjang kehidupan Lira beserta istri dan anak perempuannya. Melansir The Guardian, rata-rata upah yang diberikan oleh klub divisi bawah Brasil adalah kurang dari 250 dolar AS per bulan.

Demi menunjang hidup, Lira pun rela untuk berkeringat lebih banyak dengan melakukan pekerjaan lain di luar sepakbola. Ia mulai menekuni pekerjaan sebagai pelayan di sebuah kafe. Akan tetapi lama-kelamaan Lira jemu dengan segala himpitan, dan mulai berpikir untuk menyerah saja dengan mengakhiri kehidupan.

Pada suatu malam di bulan September, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalan raya. Bulir-bulir air mata turun seraya kaki kanannya menekan pedal gas semakin dalam. Ia berharap mobil yang dikendarainya akan menabrak sebuah truk. Beruntung takdir tak mengizinkan harapan itu terjadi.

Setelah megap-megap dirundung kesulitan, Lira akhirnya bisa bangkit kembali setelah sang istri, Ludmila, menyemangatinya untuk kembali bangkit. “Ia [Ludmila] adalah sebab aku tidak akan pernah menyerah,” sebut Lira. “Ia selalu berada di sisiku dan selalu mengatakan agar aku tidak menyerah.”

Dua hari setelah percobaan bunuh diri yang dilakukannya, ia mendapatkan sebuah kabar yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya: Lira menjadi nomine FIFA Puskas Award 2015 untuk gol yang ia cetak ke gawang Atletico-GO enam bulan sebelumnya.

Lira mengetahui kabar ini dari keluarga dan teman-temannya. Awalnya ia tak percaya dengan apa yang diberitakan oleh orang-orang terdekatnya itu.

“Aku sedang berada di rumah ibuku saat itu, dan aku mendengar telepon genggamku terus berdering tanda banyak pesan yang masuk,” ujarnya kepada Sportskeeda. “Kemudian aku membaca banyak pesan memberikan ucapan selamat kepadaku karena golku terpilih sebagai salah satu nomine. Awalnya aku tak percaya, hingga mereka mengirimku tautan untuk mengeceknya sendiri. Dari sana aku percaya dan sangat terkejut.”

Begitu Hidetoshi Nakata membacakan namanya sebagai pemenang dalam seremoni yang dihelat di Swiss, Lira menunduk sejenak seakan mencerna apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya. Bagaimana tidak, beberapa bulan yang lalu ia hampir saja mengakhiri hidup akibat situasi serba sulit yang membelenggunya. Kini hidup menghadiahinya limpahan kebahagiaan yang tepermanai.

Gantung Sepatu dan Berkarier sebagai Gamer

Begitu kembali ke Brasil, Lira sempat bergabung bersama salah satu klub divisi kedua, Vila Nova. Akan tetapi cedera lutut yang acap kambuh membuat performanya tidak maksimal. Enam bulan kemudian, Lira memutuskan untuk pensiun dini di usia 27.

Lira kemudian melanjutkan hidupnya dengan berkarier sebagai seorang gamer dan YouTuber. Lira cukup lihai bermain game, terutama game sepakbola.

Ketika menghadiri seremoni FIFA Puskas Award 2015, ia sempat bertanding game Fifa melawan juara asal Arab Saudi, Abdulaziz Alsheria. Kendati bertanding melawan sang juara, nyatanya Lira mampu memenangi pertandingan. Lira yang menggunakan Real Madrid berhasil mengalahkan Alsheria yang menggunakan Barcelona dengan skor telak 6-1.

“Aku tak menyangka ternyata aku sehebat ini,” ujar Lira ketika itu.

Awalnya, bermain game hanya menjadi aktivitas selingan bagi Lira. Kini ketika ia sudah gantung sepatu dari dunia sepakbola, ia ingin menjadikannya sebagai sumber penghasilan.

“Tuhan telah memberiku kesempatan untuk memiliki pekerjaan ini sebagai kelanjutan dalam hidup. Agar bisa tetap bahagia dan terus tersenyum," kata Lira kepada Globo Esporte.

Komentar