Empat Bintang di Logo Uruguay

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Empat Bintang di Logo Uruguay

Pasal 18 bagian 2 regulasi perlengkapan FIFA menyatakan, “Anggota asosiasi yang telah memenangi Piala Dunia dapat menaruh simbol pada kostum yang dimainkan sebagai representasi dari pencapaian tersebut dan jumlah kemenangannya.” Simbol berupa bintang yang terletak di atas logo kesebelasan menjadi penanda sudah berapa kali kesebelasan itu menjadi juara dunia.

Logo Uruguay unik. Ada empat bintang di atasnya. Merujuk aturan FIFA, itu berarti Uruguay sudah empat kali juara Piala Dunia. Kenyataannya, sejak pertama kali turnamen ini digelar, Uruguay baru dua kali juara—pada 1930 dan 1950. Dari mana dua bintang lainnya berasal?

Ternyata dua bintang lainnya adalah representasi kemenangan Uruguay di Olimpiade musim panas tahun 1924 di Paris dan 1928 di Amsterdam. Tapi tunggu dulu, tim sepakbola Argentina pun pernah juara Olimpiade musim panas 2004 dan 2008 sekaligus juara Piala Dunia 1978 dan 1986; mengapa jumlah bintang Argentina hanya dua?

***

Ide penyelenggaraan turnamen sepakbola antarnegara sudah ada sejak FIFA dibentuk pada 1904. Rapat demi rapat digelar dari tahun ke tahun demi mewujudkan turnamen yang sekarang disebut “Piala Dunia”. Saat itu FIFA masih sebuah organisasi kecil dengan kas minim. Menggelar turnamen secara independen adalah hal yang sangat dipaksakan waktu itu.

Akhirnya tercapai solusi agar konsep “Piala Dunia” yang digagas Jules Rimet diintegrasikan melalui ajang Olimpiade. Solusi itu ditawarkan pada sebuah kongres FIFA di Amberes (sekarang Antwerp), Belgia, tahun 1914. Jules Rimet berkata, “dengan syarat turnamen sepakbola Olimpiade diatur berdasarkan ketentuan FIFA, maka kompetisi ini akan diakui sebagai kejuaraan FIFA.”

Piala Dunia versi FIFA memang baru digelar pada 1930, tapi sejak 1924, turnamen sepakbola dengan aturan FIFA sudah digelar melalui ajang Olimpiade. Saat itu Uruguay keluar sebagai juara.

Cabang olahraga sepakbola saat itu diikuti 23 negara. Seharusnya ada 24 negara yang berpartisipasi, tapi Portugal mengundurkan diri beberapa hari sebelum turnamen digelar. Mayoritas peserta berasal dari Eropa; hanya ada tiga negara non-Eropa yang ambil bagian, yaitu Mesir (Afrika) serta Amerika Serikat dan Uruguay (Amerika).

Format turnamen saat itu bukan fase grup, melainkan sistem gugur. Sebanyak 14 negara saling berhadapan sementara 9 sisanya menanti di putaran berikutnya. Pada putaran pertama ini Uruguay sudah tampil meyakinkan dengan menghantam Yugoslavia tujuh gol tanpa balas.

Di putaran selanjutnya, Uruguay memulangkan Amerika Serikat dengan skor 3-0. Hasil itu menjadikan Uruguay sebagai satu-satunya negara dari benua Amerika yang masih bertahan di turnamen. Hasil itu juga mengantarkan perjalanan anak asuh Ernesto Figoli ke perempatfinal.

Uruguay berhadapan dengan Perancis, negara tuan rumah, di perempatfinal. Tampil sebagai tamu tidak membuat Uruguay gentar. Pedro Petrone dan kawan-kawan malah tampil trengginas dengan mencukur tuan rumah 5-1.

Di semifinal, giliran Belanda yang dibuat mengakui kehebatan Uruguay. Pertandingan yang digelar pada 6 Juni 1924 itu berakhir dengan skor 2-1. Pada semifinal lainnya, Swiss mengalahkan Swedia dengan skor yang sama.

Laga final digelar tiga hari berselang di Stade de Olympique de Colombes, Paris. Hari itu 40.522 orang hadir untuk menyaksikan siapa yang akan keluar sebagai juara dunia. Uruguay unggul cepat pada menit ke-9 melalui gol Petrone. Keunggulan ini kemudian bertambah di babak kedua lewat gol Pedro Cea dan Angel Romano. Hari itu, Uruguay menjadi juara cabang olahraga sepakbola Olimpiade 1924 sekaligus kampiun turnamen sepakbola dunia FIFA.

Kesuksesan Uruguay adalah kesuksesan FIFA, setidaknya dalam penyelenggaraan turnamen. Tanpa basa-basi, FIFA kembali bekerja sama dengan Komite Olimpiade untuk menggelar turnamen sepakbola yang berlandaskan aturan FIFA. Olimpiade 1928 di Amsterdam pun dipilih FIFA.

Jumlah peserta cabang olahraga sepakbola di Olimpiade 1928 lebih sedikit—18 negara. Eropa masih mendominasi, namun negara non-Eropa pun jumlahnya meningkat. Bersama Uruguay, lima negara non-Eropa lain ambil bagian: Argentina, Chile, Mesir, Meksiko, dan Amerika Serikat.

Skuat juara Uruguay pada Olimpiade 1924 tidak banyak dirombak. Pedro Petrone yang merupakan top skor dalam Olimpiade 1924 masih dipertahankan. Hanya saja federasi sepakbola Uruguay telah mengganti pelatih kepala mereka. Primo Giannotti ditunjuk menjadi pelatih baru menggantikan Ernesto Figoli yang empat tahun lalu membawa Uruguay juara dunia. Sontak beban berada di pundak Giannotti yang harus menjaga status juara bertahan Uruguay agar tidak jatuh ke negara lain.

Keikutsertaan Argentina dalam Olimpiade 1928 menjadi ancaman tersendiri. Pasalnya, Argentina mengejutkan dunia setelah di putaran pertama menghajar Amerika Serikat dengan skor 11-2. Teror anak asuh Jose Lago tidak berhenti sampai di situ. Argentina total mencetak 25 gol dalam lima pertandingan. Fakta itu menjadikan Argentina kesebelasan paling subur dalam ajang Olimpiade 1928.

Seperti halnya Superman, tokoh fiksi berupa manusia super yang hanya bisa dikalahkan oleh Kryptonite, Argentina pun kesebelasan kuat yang hanya bisa takluk oleh Uruguay. Taktik bertahan dan mengandalkan serangan balik yang diterapkan Giannotti terbukti ampuh. Para pemain Uruguay dengan disiplin taktik yang ketat sanggup membuat Argentina frustrasi. Laga pamungkas yang mempertemukan Argentina dengan Uruguay sampai harus dilaksanakan dua kali setelah pada laga pertama kedua tim bermain imbang 1-1.

Laga ulangan partai final yang digelar di Olympisch Stadion di Amsterdam itu akhirnya dimenangi oleh Uruguay dengan skor 2-1. Penyerang Uruguay Roberto Figueroa memecah kebuntuan pada menit ke-17. Sepuluh menit berselang, Argentina sempat menyamakan kedudukan lewat gol Luis Monti. Hector Scarone menegaskan kehebatan Uruguay atas Argentina pada menit ke-73. Skor 2-1 pun bertahan hingga peluit panjang babak kedua dibunyikan oleh wasit Johan Mutters asal Belanda.

Dengan hasil itu, Uruguay berhak atas gelar kedua mereka secara berturut-turut. Selebrasi Uruguay juga menjadi selebrasi FIFA yang akhirnya sudah bisa menggelar turnamen Piala Dunia secara independen tanpa perlu bantuan komite Olimpiade. Artinya, setelah Olimpiade 1928 FIFA sudah tak lagi terlibat dalam pelaksanaan. FIFA memutuskan untuk menggelar Piala Dunia sendiri pada 1930.

Bagaimanapun, Olimpiade 1924 dan 1928 tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah FIFA. Hal itu yang menyebabkan negara yang juara pada kedua ajang tersebut berhak atas penghargaan berupa penambahan bintang. Maka tidak heran jika kini terdapat empat bintang di logo Uruguay.

Tergabung di Grup A bersama Rusia, Mesir, dan Arab Saudi pada Piala Dunia 2018 nanti menjadikan Uruguay kesebelasan favorit untuk lolos ke 16 besar. Jika perjalanan anak asuh Oscar Tabarez mulus sampai babak final dan keluar sebagai juara, maka Uruguay berhak akan satu lagi penambahan bintang. Fakta itu akan menjadikan Uruguay menjadi tim berbintang lima, terbanyak bersama Brasil yang sudah juara Piala Dunia lima kali.

Komentar