Legenda Kosta Rika, dari Piala Dunia ke Piala Dunia

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Legenda Kosta Rika, dari Piala Dunia ke Piala Dunia

Bahwa Juan Cayasso hanya mencetak 9 gol dalam 49 pertandingan selama 10 tahun membela Tim Nasional Kosta Rika tak jadi soal; ia selamanya dikenang sebagai pencetak gol pertama La Sele di Piala Dunia. Gol tunggalnya ke gawang Skotlandia juga memberi Kosta Rika tiga poin pertama mereka di putaran final Piala Dunia, dalam pertandingan pertama mereka di putaran final Piala Dunia.

Di lain tempat, Brasil menang 2-1 atas Swedia. Brasil dan Kosta Rika saling berhadapan di pertandingan kedua, sehingga siapa saja yang menang akan memastikan diri lolos ke 16 besar. Bayangkan: debutan Piala Dunia mencuri tiket ke fase gugur dari tangan negara adidaya sepakbola.

Tidak terjadi. Brasil yang menang dan dipastikan lolos dari Grup C Piala Dunia 1990, tapi mereka hanya menang 1-0. Utamanya akibat penampilan gemilang Luis Conejo di gawang Kosta Rika.

Di pertandingan lain, Skotlandia menang 2-1 atas Swedia. Dua tim sama-sama masih berpeluang lolos mengawani Brasil. Peluang Skotlandia relatif lebih kecil, tapi jalan Kosta Rika bukannya terbuka begitu saja.

Kosta Rika berhadapan dengan Swedia di Stadio Luigi Ferraris (Genoa), tempat mereka menorehkan kemenangan perdana. Brasil dan Skotlandia berhadapan di Stadio Delle Alpi (Turin).

Di antara 44 starter hari itu, Johnny Ekstrom paling cepat mencetak gol. Di menit ke-32, Swedia mengungguli Kosta Rika. Belum ada gol di Brasil melawan Skotlandia. Belum ada gol balasan dari Kosta Rika sampai turun minum.

Gol balasan Kosta Rika baru tercipta di menit ke-75, oleh Roger Flores. Belum ada gol di Brasil melawan Skotlandia; pada menit ke-81, barulah. Luis Antonio “Muller” Correa da Costa membawa Brasil unggul. Kosta Rika terbantu, tetapi segalanya masih bisa terjadi. Satu-satunya cara untuk memastikan diri lolos ke fase gugur adalah dengan memutar balik keadaan.

Tiga menit sebelum waktu normal habis, Hernan Medford berhadapan satu lawan satu dengan Thomas Ravelli. Medford yang unggul. Sepakannya bersarang di pojok kiri bawah gawang Swedia. Itu gol kedua Medford selama membela tim nasional. Kedudukan berbalik 2-1 dan bertahan hingga laga usai. Brasil melawan Swedia berakhir dengan kedudukan 1-0. Kosta Rika, dalam keikutsertaan pertamanya, lolos ke 16 besar Piala Dunia.

Cayasso tampil sebagai starter dalam pertandingan 16 besar melawan Cekoslowakia sementara Medford memulai laga dari bangku pemain pengganti. Tidak ada Conejo bersamanya. Sang penjaga gawang utama tak ambil bagian karena cedera. Kosta Rika kalah 1-4 dan tersingkir.

Di akhir kejuaraan, Conejo terpilih ke dalam team of the tournament. Cayasso dan Medford tidak mendapat penghargaan serupa, namun seperti Conejo, keduanya hingga kini masih dikenang sebagai dua di antara sepuluh pemain terbaik Kosta Rika (yang pernah bermain di Piala Dunia) sepanjang masa.

Kawan-kawan Paulo Wanchope

Conejo dan Cayasso tak ambil bagian di edisi Korea-Jepang 2002, tapi Medford masih. Edisi ini memuat paling banyak bintang terbaik Kosta Rika. Selain Medford, masuk pula dalam skuat adalah Rolando Fonseca, Walter Centeno, Ronald Gomez, Luis Marin, dan Paulo Wanchope.

Medford hanya dua kali tampil, melawan Turki dan Republik Rakyat Tiongkok. Keduanya dari bangku cadangan. Edisi 2002 menjadi yang terakhir baginya. Pada 2006 hingga 2008, Medford kembali ke La Sele sebagai kepala pelatih. Asistennya adalah Oscar Ramirez, Kepala Pelatih Tim Nasional Kosta Rika saat ini.

Fonseca juga hanya dua kali tampil. Salah satunya sebagai starter yang ditarik keluar untuk Medford. Tidak satu gol pun ia cetak di Korea-Jepang. Kariernya di tim nasional sendiri panjang, dari 1992 hingga 2011. Selama itu Fonseca mencetak 47 gol (dari 113 pertandingan), menjadikannya pencetak gol terbanyak Kosta Rika sepanjang masa.

Kosta Rika tersingkir dari Piala Dunia 2002 di fase grup. Los Ticos hanya mampu menduduki peringkat ketiga Grup C, di bawah Brasil dan Turki dan di atas Republik Rakyat Tiongkok.

Di Jerman 2006, Kosta Rika kembali ambil bagian. Begitu pula dengan Centeno, Gomez, Marin, dan Wanchope, serta Mauricio Solis.

Centeno yang menjadi andalan di Korea-Jepang 2002 kembali memainkan peran pemain inti di Jerman 2006. Di kedua edisi, Centeno tidak pernah tidak tampil sebagai starter. Enam laga fase grup Piala Dunia tersebut termasuk ke dalam 137 pertandingan yang ia jalani sebagai pemain tim nasional selama 15 tahun, terbanyak sepanjang masa.

Juga membela Tim Nasional Kosta Rika selama 15 tahun adalah Gomez, walau jumlah penampilannya hanya 91. Namun itu tidak berarti Gomez bukan pemain penting. Sang penyerang memainkan peran penting dalam membawa Kosta Rika tampil di dua edisi Piala Dunia berturut-turut. Sepakan kerasnya membuat Gomez dijuluki “Peluru”.

Kosta Rika tersingkir secara lebih memalukan di edisi 2006, sebagai juru kunci Grup A di bawah Jerman, Ekuador, dan Polandia. Tidak sekali pun Kosta Rika menang atau bermain imbang. Keadaan yang kurang adil kepada bek tengah Marin dan gelandang bertahan Solis. Benar bahwa Jerman 2006 bukan penampilan terbaik keduanya, namun juga benar adalah: keduanya tetap termasuk di antara barisan elite pemain terbaik Kosta Rika sepanjang masa.

Di antara yang terbaik, perlu ada tempat khusus untuk Paulo Wanchope (foto paling atas).

Cedera membatasi Wanchope. Sepanjang membela tim nasional ia hanya tampil dalam 73 pertandingan—enam di antaranya di Piala Dunia 2002 dan 2006—namun selama itu ia berhasil mencetak 45 gol. Hanya dua gol di belakang Fonseca, walau jumlah penampilan sang pimpinan daftar 40 laga lebih banyak. Bahkan pencetak gol terbanyak ketiga, Alvaro Saborio, perlu 108 pertandingan untuk mencetak 35 gol.

Bryan Ruiz dan Keylor Navas

Kosta Rika absen di Piala Dunia 2010 dan baru kembali ambil bagian pada edisi 2014. Di Brasil, di Piala Dunia keempat mereka, Kosta Rika tergabung bersama Inggris, Italia, dan Uruguay di Grup D. Bahkan sebelum Piala Dunia 2014 dimulai, Italia 1990 tampak akan tetap menjadi pencapaian terbaik Kosta Rika. Salah.

Di pertandingan pembuka, Kosta Rika menumbangkan Uruguay 3-1. Awal yang baik. Gol tunggal Bryan Ruiz di menit ke-44 pertandingan kedua, ke gawang Italia, memastikan Kosta Rika kembali lolos ke fase gugur. Hasil imbang tanpa gol melawan Inggris di pertandingan ketiga memperkuat posisi Kosta Rika sebagai pimpinan grup neraka edisi Brasil 2014.

Ruiz tak banyak mencetak gol. Sejauh ini baru 23, dari 109 pertandingan. Namun tempatnya di kelompok elite cukup aman. Ia kapten kesebelasan di edisi 2014 dan masih akan menjadi kapten kesebelasan di Rusia 2018. Usianya tak lagi muda, 32 tahun, namun ia masih salah satu yang paling diandalkan di barisan depan Kosta Rika yang muda.

Ruiz, walau demikian, masih jauh dari Wanchope. Penantang terdekat sang legenda adalah Keylor Navas. Sang penjaga gawang tampil gemilang di Piala Dunia 2014. Sepanjang fase grup ia hanya kebobolan satu gol, itu pun tendangan penalti.

Di 16 besar, Navas tidak kebobolan sampai satu pemain belakangnya—Oscar Duarte—hilang karena kartu kuning kedua. Di 8 besar Navas kembali menjaga gawangnya bebas dari kebobolan, tapi Kosta Rika tetap tersingkir karena kalah adu penalti melawan Belanda.

Selepas Piala Dunia, Navas direkrut Real Madrid. Kariernya bersama Madrid bergelimang gelar, menjadikannya pemain Kosta Rika tersukses. Namun pembuktian sebenarnya tetap di Piala Dunia. Terlebih karena Navas meroket berkat Piala Dunia. Jika pencapaian 2014 kembali diraih di 2018, bukan tidak mungkin Navas akan menggeser Wanchope dari puncak daftar pemain terbaik Kosta Rika sepanjang masa.

Komentar