Jasa Besar Johnny Warren untuk Australia

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jasa Besar Johnny Warren untuk Australia

Kebengisan penguasa membuat banyak orang lari tunggang-langgang. Usai Perang Dunia II berakhir pada 1945, di Eropa Timur banyak penduduk melakukan migrasi ke negara-negara lain untuk menghindari rezim Uni Soviet yang sangat menindas saat itu.

Australia kemudian menjadi salah satu negara tujuan favorit para pengungsi. Populasi yang masih kurang di Negeri Kanguru tersebut menjadi alasan pemerintah Australia menerima para pengungsi yang datang dari Eropa Timur.

Masuknya pendatang baru artinya ada budaya baru yang turut hadir. Sepakbola adalah salah satunya. Seorang bocah asal Sydney bernama Johnny Warren, jatuh cinta pada permainan yang dibawa para pengungsi tersebut.

Rasa cinta Warren kepada sepakbola adalah anomali. Di kalangan penduduk Australia saat itu, rugby dan kriket adalah dua olahraga favorit. Namun Warren kukuh pada cintanya.

Tidak mudah bagi Warren untuk mempertahankan rasa cintanya pada sepakbola. Selain olahraga tersebut masih asing di kalangan penduduk Australia, stigma pada sepakbola sebagai permainan orang-orang lemah begitu kuat melekat.

Warren yang suka bermain sepakbola kerap mendapat olok-olok dari banyak teman sebayanya. Terkadang ia dicap sebagai orang luar; bukan asli Australia. Warren bergeming. Ia tetap memamah, menekuni, dan menggumuli sepakbola.

Ketekunannya mulai membuahkan hasil saat usianya menginjak 15 tahun. kesebelasan sepakbola lokal bernama Canterbury Marrickville terpikat dengan kepiawaiannya mengolah si kulit bundar. Warren segera menerima tawaran Cantenbury untuk bergabung.

Pada 1960, Warren yang belum genap berusia 18 tahun mencetak 2 gol untuk Canterbury dalam laga final kejuaraan lokal di New South Wales. Penampilan memukaunya berhasil menarik perhatian Budapest St. George—kesebelasan sepakbola yang didirikan dan didukung oleh para imigran asal Hungaria.

Warren sangat bahaga ada kesebelasan sepakbola yang berminat padanya. Karier sepakbolanya berlanjut. Warren akan lebih lama menggeluti sepakbola.

Rasa senangnya itu lalu tercermin dari semakin menonjolnya permainan Warren bersama Budapest St. George. Perannya tak tergantikan di lini tengah. Tak lama kemudian jabatan kapten tim diberikan kepadanya.

Kegemilangannya yang tidak terbantahkan bersama Budapest St. George membuat Warren terpilih memperkuat Tim Nasional Australia di kualifikasi Piala Dunia 1966. Di bawah arahan pelatih asal Yugoslavia bernama Tiko Jelisavic, Warren menjalani debut internasionalnya di pertandingan melawan Korea Utara di Kamboja pada 1965.

Warren tentu sangat antusias. Ini kesempatan baginya untuk mengharumkan nama nama Australia lewat permainan yang sangat dicintainya: sepakbola. Namun antusiasme itu tak berbanding lurus dengan kondisi Tim Nasional Australia yang secara keseluruhan kualitas sepakbolanya masih sangat tertinggal jauh dari negara-negara lain. Alhasil, akhir pertandingan itu pun mudah ditebak: Australia dibantai oleh Korea Utara dengan skor telak 9-2. Warren dan kawan-kawan gagal melenggang ke Inggris untuk ikut serta dalam Piala Dunia 1966.

Kekalahan telak itu berdampak besar pada diri Warren. Ia sangat terpukul. Kenyataan bahwa sepakbola Australia begitu tertinggal jauh dari negara-negara lain, ditambah ingatan pahit ihwal sepakbola yang tak disukai oleh banyak penduduk Australia, saling tindih-menindih dalam kepalanya. Warren dirundung frustrasi.

Beruntung Warren bukan seseorang yang mudah putus asa ketika kondisi serba sulit mengitarinya. Segala kepahitan itu ia telan untuk selanjutnya dijadikan pelecut semangat dalam dada untuk membuat sepakbola Australia lebih baik lagi. Tekad itu ia genggam erat-erat.

Dua tahun kemudian tekad Warren mulai menemukan bentuknya. Australia menjadi juara di Turnamen Persahabatan Antarnegara yang digelar di Vietnam.

Skuat Australia ketika itu sangat sederhana. Diisi oleh pemain-pemain yang latar berlakangnya beragam. Dari tukang jahit sampai pegawai pengadilan. Namun Warren sebagai kapten mampu memimpin mereka untuk memenangi pertandingan final melawan tim kuat, Korea Selatan.

Setelah tertinggal satu gol lebih dulu, Australia berhasil membalikkan keadaan dengan mencetak tiga gol balasan. Australia meraih trofi pertamanya di kompetisi internasional; satu tekad Warren berhasil terwujud.

Jelang karier sepakbolanya berakhir, energi yang dimiliki Warren untuk sepakbola justru semakin bertambah. Ia mulai menjalani peran tambahan di Budapest St. George sebagai juru komunikasi dan pemasaran tim. Ini tidak terlepas dari misi pribadinya untuk membuat sepakbola semakin populer di Australia. Dianugerahi bakat berkomunikasi yang baik, performa Warren saat menjalani peran ini sama terampilnya dengan kemampuannya mengolah si kulit bundar.

Ketika sudah gantung sepatu dari lapangan hijau, Warren bertualang ke Brasil. Bukan untuk menikmati matahari terbenam di Pantai Copacabana, atau bertamasya menikmati bangunan-bangunan tua di Kota Olinda, melainkan untuk belajar tentang bagaimana Brasil mengelola sepakbola mereka.

Dari hasil petualangannya di Negeri Samba itu, Warren mendapatkan sebuah pelajaran: jika Australia ingin sukses di sepakbola internasional, reformasi yang drastis serta perhatian penuh pada pembinaan pemain muda sangat dibutuhkan.

Warren pulang ke Australia. Apa yang harus ia lakukan selanjutnya adalah untuk meningkatkan fasilitas sepakbola dan membuat anak-anak muda di Australia lebih tertarik pada sepakbola.

Warren memulainya dengan menjadi seorang pembawa acara sebuah program televisi bernama Captain Socceroo. Itu adalah program untuk anak-anak. Warren tentu senang. Misinya untuk mempromosikan sepakbola kepada kalangan muda tersalurkan lewat program tersebut.

Selain menjadi pembawa acara, Warren juga melebarkan sayapnya dengan tampil reguler sebagai komentator dan analis sepakbola di stasiun Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan Special Broadcasting Service (SBS). Ada satu momen yang tak terlupakan ketika Warren menjadi komentator untuk laga antara Australia dan Iran di ajang kualifikasi Piala Dunia 1998.

Ketika itu, Australia menelan kekalahan dari Iran dan gagal lolos ke Piala Dunia. Usai laga, Warren menitikan air mata di studio tempatnya menyiarkan. Ekspresi yang mencerminkan betapa besar rasa cintanya kepada Tim Nasional Autralia.

Setelah misi pertamanya untuk mempromosikan sepakbola tersalurkan, Warren kemudian menunaikan misi keduanya untuk membangun fasilitas sepakbola yang baik di Australia. Ia mendirikan sebuah akademi sepakbola pada 2004. Inisiatifnya saat itu didukung penuh oleh Perdana Menteri New South Wales, Bob Carr.

Beberapa saat sebelum hari ulang tahunnya yang ke-61 pada Mei 2004, Warren didiagnosa terjangkit kanker paru-paru. Dokter memvonis bahwa kemungkinannya untuk hidup hanya tinggal beberapa bulan lagi.

Sebelum ajal menjemputnya, Warren dianugerahi penghargaan FIFA Centennial Order of Merit oleh Sepp Blatter, atas kontribusi besarnya untuk sepakbola di Australia.

“Aku ingin Australia merangkul permainan yang indah ini,” tutur Warren saat menerima penghargaan. “Sesaat lagi kita akan melakukan hal besar itu. Aku yakin itu akan terjadi.”

Di akhir tahun 2004, Warren mengembuskan napas terakhirnya. Ia meninggal dunia seminggu setelah peresmian liga sepakbola profesional Australia, A-League. Warren sempat menyaksikan pembukaannya, namun tak sempat menikmati kompetisinya.

Setahun setelahnya, Australia berhasil mengalahkan Uruguay dalam ajang kualifikasi Piala Dunia 2006. Tim nasional Australia berhasil melenggang ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 30 tahun. Ketika peluit akhir dibunyikan di pertandingan yang bersejarah itu, potret Johnny Warren muncul di layar raksasa ANZ Stadium.

Semua orang mengingatnya; semua orang berterima kasih padanya. Apa yang Warren ramalkan setahun sebelumnya, kini menjadi kenyataan.

Warren memang telah pergi, tapi segala warisannya untuk sepakbola Australia akan tetap abadi.

Komentar