Ingatan Kelam Suporter Klub Inggris tentang Roma

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ingatan Kelam Suporter Klub Inggris tentang Roma

“Sangat menyedihkan dengan anggapan sebagian orang yang masih meyakini bahwa dukungan terbaik untuk klub bisa ditunjukkan dengan cara menyakiti pendukung klub lawan. Sebuah penyakit yang masih menjangkiti indahnya permainan sepakbola.”

Pernyataan itu disampaikan oleh klub sepakbola amatir Dunboyne yang bermarkas di Irlandia, atas peristiwa nahas yang telah menimpa bekas ketua klub mereka, Sean Cox. Pria berusia 53 tahun tersebut menjadi korban kekerasan segelintir oknum suporter AS Roma, ketika menyaksikan laga semifinal leg pertama Liga Champions antara Liverpool dan Roma di Anfield Stadium, Selasa (24/4) lalu.

Menurut media Inggris, Standard, dua orang pendukung AS Roma yang berusia sekitar dua puluh tahun, telah ditahan oleh pihak keamanan atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap Cox.

Paul Speight, seorang Detective Inspector dari kepolisian Merseyside, menjelaskan bahwa Cox diserang menggunakan sebuah ikat pinggang. “Saksi melaporkan bahwa korban dipukul oleh sebuah ikat pinggang kemudian terjatuh ke tanah,” tuturnya. Akibat dari penyerangan itu, Cox menderita cedera serius di bagian kepala dan harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Walton Neurogical Center.

***

Kasus yang menimpa Sean Cox pekan lalu di Anfield telah memperpanjang catatan kelam atas ulah yang dilakukan oleh oknum suporter Roma kepada pendukung Liverpool. Tujuh belas tahun silam, tepatnya pada bulan Februari 2001 dalam ajang UEFA Cup, insiden serupa juga pernah terjadi. Bedanya, saat itu peristiwa terjadi di Kota Roma.

Ultras Roma ketika itu sedang dimabuk gairah untuk membalaskan dendam kepada Liverpool yang telah mengalahkan klub kesayangan mereka di Final Liga Champions 1984 lewat adu penalti. Di tengah tensi panas itu, tindak-tanduk pendukung Liverpool yang malam itu hadir di Stadio Olimpico, telah membuat pendukung Roma berang.

Menurut laporan media-media Italia yang dilansir The Guardian, pendukung Liverpool yang sebagian besar dalam kondisi mabuk, melantangkan nyanyian-nyanyian dan teriakan yang memprovokasi pendukung Roma. Tidak terima dengan perlakuan itu, sekelompok pendukung Roma lalu melakukan penyerbuan terhadap tamu mereka dari Inggris tersebut.

Pihak kepolisian meresponnya dengan menembakkan gas air mata ke titik kerusuhan; sekelompok pendukung Roma lantas melawannya dengan senjata-senjata seperti botol, batu, dan ranting pepohonan. Tercatat enam orang pendukung Liverpool menjadi korban penusukan di bagian bokong dan harus dibawa ke Rumah Sakit. Sementara tiga orang yang lain mengalami luka-luka serius.

Huru-hara tak terhindarkan. Beberapa kendaraan seperti taksi dan motor dihancurkan oleh massa yang sedang mengamuk.

Selain itu, menurut seorang jurnalis Italia, Vieri Capretta, pendukung Liverpool bukanlah satu-satunya pendukung tim Inggris yang menjadi korban kekerasan oknum pendukung Roma. “Banyak kasus dengan klub-klub Inggris lain, juga dengan klub-klub Eropa lainnya,” tuturnya kepada BBC.

Capretta memang tidak sedang membual. Pada 2007 misalnya, seorang pendukung Manchester United bernama Skarratt juga pernah menjadi korban penusukan oleh sekelompok oknum pendukung Roma ketika hendak menyaksikan laga antara Roma dan United di ajang Liga Champions 2006/07.

Saat itu Skarratt, beserta beberapa pendukung United lain, sedang berjalan di sebuah lorong yang merupakan akses menuju Stadio Olympico. Tidak disangka olehnya, lorong tersebut ternyata digunakan juga oleh pendukung Roma untuk menuju ke stadion.

“Saya bahkan belum mengucapkan sepatah kata pun, atau apa pun yang menunjukkan bahwa saya orang Inggris,” katanya kepada Telegraph. “Saya hanya melihat salah satu dari mereka melompat ke arah kami sambil memegang pisau sepanjang tiga inci lalu menari-menari. Sementara yang lainnya memukul kami dari belakang,” sambungnya.

Skarratt menderita luka tusukan di bokong sebelah kirinya akibat penyerangan tersebut. Meninggalkan luka di bokong korban merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh Ultra Roma ketika sedang terlibat bentrokan dengan pendukung lawan. Mereka percaya bahwa luka di bokong akan sangat membuat korban merasa terhina.

“Roma adalah kota ‘puncicata’ (penusukan cepat dalam bahasa Roma), sering diarahkan pada bokong pendukung lawan saat melintasi Jembatan Milvio. Itu adalah sebuah ritual, ritual yang buruk. Yang mana jembatan itu juga sering digunakan untuk menyerbu pendukung Italia lain,” jelas seorang bekas anggota Ultras Roma, Pierluigi Spagnolo.

Walau kelompok Ultras Roma sering menjadi kambing hitam atas insiden-insiden kekerasan yang terjadi pada suporter lawan, namun menurut seorang pendiri basis suporter Roma di Inggris, Matteo Ciampani, situasi sebenarnya jauh lebih kompleks dari yang terlihat.

Tidak semua anggota Ultras Roma setuju atas kekerasan yang sering dilakukan mereka kepada suporter lawan. Termasuk yang baru-baru ini terjadi kepada Sean Cox. “Penyerangan kepada Sean Cox telah membuat malu klub di saat performa klub sedang bagus-bagusnya. Dan aku tahu, banyak anggota Ultras Roma yang tidak ingin melihat atas apa yang terjadi di Anfield. Ini bukan soal Ultras, ini soal mereka yang namanya ingin dianggap hebat,” ujarnya kepada BBC.

Ia menambahkan, bahwa anak-anak yang masih remaja juga sering terlibat dalam kekerasan yang dilakukan oknum pendukung Roma kepada suporter lawan. Biasanya, menurut Ciampani, mereka terpengaruh oleh kisah-kisah hooligan di masa lalu. “Biasanya para remaja yang terlibat. Mereka tumbuh dengan menyaksikan dan mendengarkan kisah-kisah hooliganisme di masa lalu, dan menganggap bahwa terlibat dalam kekerasan atau memiliki bekas luka, adalah sebuah kemuliaan. Jika kau menusuk seseorang, kau bisa menceritakannya kepada kawanmu. Yang mana itu sangat salah dan merupakan bentuk paling ekstrim dari Ultras. Ini tentang ulah sekelompok kecil suporter.”

***

Yang pasti, karena insiden yang telah menimpa Cox pekan lalu di Anfield, beserta ingatan kelam atas insiden-insiden kekerasan serupa di masa lalu yang pernah terjadi di Kota Roma kepada suporter klub-klub Inggris, telah membuat banyak pendukung Liverpool memutuskan untuk tidak melakukan tur ke Roma guna mendukung The Reds menjalani laga semifinal leg kedua Liga Champions, pada Kamis (3/5) dini hari WIB.

Kendati demikian, kepolisian di Kota Roma sendiri telah menyiapkan perangkat keamanan yang ketat untuk menjamin keamanan bagi pendukung Liverpool yang akan berkunjung ke Kota Roma. Menurut laporan BBC, sebanyak 1.200 aparat kepolisian akan dikerahkan untuk berjaga di seputar area Stadio Olympico.

“Kami bisa menjamin keamanan untuk suporter Liverpool jika mereka juga menaati peraturan, dan turut untuk membuat situasi menjadi senormal mungkin,” ujar Humas Kepolisian Italia, Giorgio Luciani.

Komentar