Tinjauan Paruh Musim Liga Primer 2016/2017

Cerita

by Redaksi 30

Redaksi 30

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tinjauan Paruh Musim Liga Primer 2016/2017

Siapapun bisa saja menjadi juara di Liga Inggris. Apakah pernyataan tersebut terasa berlebihan? Jika tidak percaya, kita bisa menengok pencapaian yang dilakukan Leicester City pada musim 2015/2016. Pesaing kuatnya saat itu, Tottenham Hotspur, juga bukan kesebelasan yang selama ini dominan di empat besar liga.

Pada musim ini, kehadiran pelatih-pelatih seperti Pep Guardiola dan Antonio Conte semakin meramaikan pertarungan di papan atas Liga Inggris, liga besar yang paling kompetitif, katanya. Kalau melihat klasemen liga saat ini, tampaknya anggapan itu memang ada benarnya.

Sampai pekan ke-20, Chelsea yang membuat catatan fenomenal dengan memenangkan 13 pertandingan berturut-turut berada di puncak, diikuti oleh Liverpool. Tottenham kembali menunjukkan diri bahwa mereka mampu bersaing di papan atas dengan berhasil memutus rekor Chelsea dan berada di peringkat ketiga. Tak lupa ada Manchester City dan Arsenal yang masih mengekor, sampai-sampai kesebelasan seperti Manchester United yang selama bertahun-tahun mendominasi Liga Inggris harus puas di posisi keenam.

Itu pun belum membahas Leicester yang saat ini malah terjerembab di posisi ke-15. Kuda hitam lain, West Ham, juga terseok-seok dan lebih sering menghabiskan perjalanannya musim ini di papan bawah. Hmm, apakah kami sudah menyebutkan Everton?

*Catatan: meski artikel ini merupakan bagian dari fitur Kaleidoskop 2016, kami juga menyertakan statistik penampilan hingga gameweek 20.

Kesebelasan Kejutan: Bournemouth

Memilih salah satu dari sekian banyak kejutan di Liga Inggris musim ini mungkin cukup sulit. Beberapa kandidat di antaranya adalah pencapaian perkasa Chelsea yang sebelumnya tidak banyak diprediksi setelah kalah telak 0-3 dari Arsenal. Begitu pula Leicester yang cenderung berpenampilan buruk sampai mendekati zona degradasi. Hal lain yang bisa disoroti adalah penampilan baik West Bromwich Albion yang belakangan ini bisa mencetak gol dengan jumlah besar, berbeda dengan musim sebelumnya ketika mereka lebih banyak bertahan dan irit perolehan gol.

Tetapi, penghargaan istimewa ini kami jatuhkan pada AFC Bournemouth. Kesebelasan ini ditukangi oleh Eddie Howe, pelatih asal Inggris yang masih berusia 39 tahun.

Kesebelasan yang saat ini bertengger di posisi ke-9 liga ini menunjukkan pencapaian yang di luar dugaan. Pada awal musim, mereka memulai kompetisi dari posisi juru kunci. Tapi, perlahan-lahan, mereka mulai menunjukkan tanda kebangkitan. Termasuk perolehan mengejutkan mereka saat mengalahkan Leicester (1-0), Everton (1-0), kemenangan dramatis atas Liverpool (4-3), dan hampir menjungkalkan Arsenal sebelum kedudukan menjadi imbang di menit akhir (3-3).

Menurut transfermarkt, skuat Bournemouth memiliki rataan usia ketiga termuda di Liga Inggris: 26,2 tahun. Lebih menariknya lagi, mereka sangat kental dengan pemain Inggris, hanya terdapat 13 pemain asing pada skuat ini (kedua tersedikit). Kalau kita menyempatkan untuk melihat skuat yang diturunkan Bournemouth sepanjang musim, hanya Artur Boruc (Polandia), Harry Arter (Republik Irlandia), dan Nathan Ake (Belanda) yang paling sering mengisi posisi inti. Pemain-pemain seperti Joshua King (Norwegia), Ryan Fraser (Skotlandia), dan Benik Afobe (Republik Demokratik Kongo) lebih sering dirotasi.

Sepanjang musim ini, Howe tidak takut melakukan rotasi tanpa harus kehilangan kekuatannya. Secara bergantian, Howe melakukan pergantian di lini belakang, tengah, dan depan, tapi tetap berhasil meraih 6 clean sheet (angka kelima tertinggi di Liga Inggris, setara dengan Arsenal, terpaut dua dan satu dengan Tottenham dan Man United). Jumlah gol yang dibuat mereka per pertandingan pada musim ini adalah 1,4 gol, angka ini berhasil mengungguli jumlah musim lalu (1,2).

Kehadiran Jack Wilshere yang dipinjam pada awal musim dari Arsenal berhasil menjadi sosok kunci. Sama-sama untung, karena Wilshere pun seolah menemukan tempatnya yang nyaman untuk berkembang, Wilshere kini bebas dari cedera dan sering bermain 90 menit. Wilshere sudah membuat 23 peluang dan angka tersebut adalah angka tertinggi dibanding pemain Bournemouth lain.

Memasuki paruh kedua liga, masih banyak potensi-potensi dari kesebelasan ini yang bisa kita simak. Meski mereka tidak lagi dapat diperkuat oleh Ake, karena Chelsea memutuskan untuk memanggilnya kembali, Bournemouth masih bisa mengandalkan duet Simon Francis dan Steve Cook di jantung pertahanan, dan Adam Smith dipasang di bek kanan. Formasi ini sudah tidak asing karena sudah beberapa kali digunakan pada musim ini.

Pelatih Terbaik: Antonio Conte (Chelsea)

Chelsea terus mencuri perhatian selama beberapa bulan terakhir. Sejak gameweek 7, tanggal 1 Oktober 2016, Conte menerapkan formasi 3-4-2-1, formasi yang tergolong tidak biasa di Liga Inggris. Ternyata, formasi ini membuat Chelsea menunjukkan penampilan yang luar biasa. 13 kemenangan beruntun di liga yang diperoleh mereka jelaslah merupakan pencapaian istimewa.

Leicester mereka hantam 0-3, Man United dihancurkan 0-4, Everton tidak berkutik hingga dipecundangi 0-5, Man City yang sempat mendominasi pertandingan melawan mereka pun akhirnya harus takluk 1-3.

Hal ini berhasil menjawab keraguan beberapa pihak yang menilai Conte akan kesulitan untuk menukangi kesebelasan di luar Italia. Tidak lepas dari kejeniusannya memakai pemain-pemain yang sebelumnya kurang diperhitungkan, seperti Victor Moses dan Pedro, akhirnya berhasil mendukung skema yang diterapkannya. Tidak lupa keputusannya mendatangkan kembali David Luiz yang sempat membuat berbagai pihak mengerenyitkan dahi, tapi justru berhasil menjadi salah satu bek terbaik Liga Inggris musim ini.

Di luar aspek taktikal, semangat berapi-api yang ditunjukkannya di pinggir lapangan begitu membangkitkan semangat pemain dan juga penonton yang hadir di stadion. Saat sedang menonton pertandingan Chelsea, menyaksikan aksi Conte sepanjang pertandingan tentunya berhasil membuat hiburan tersendiri.

Pemain Terbaik: Alexis Sanchez (Arsenal)

Kami menjatuhkan pilihan pada Sanchez sebagai pemain terbaik paruh musim. Pemain asal Cile ini semakin menjadi figur krusial, telah bermain 1707 menit dari 20 pertandingan, dan bermain cukup memukau di Arsenal. Tercatat sudah terlibat dalam 20 gol yang dicetak di Liga Inggris (13 gol dan 7 asis). Angka tersebut ini mengungguli pemain manapun di liga.

Pada musim ini, Sanchez memang terlihat lebih menikmati peran yang dijalaninya di lapangan. Selain posisi sayap kiri dan kanan yang selama ini menjadi posisi utamanya, peran sebagai penyerang tengah pun dijalani Sanchez dengan sangat baik.

Melihat statistik serangannya, Sanchez terbilang sangat aktif, sudah melepaskan 68 tembakan (terbanyak ketiga). Selain berbahaya untuk mencetak gol, Sanchez pun juga baik menciptakan peluang. Hal inilah yang membuatnya memiliki sisi unggul dibanding pemain-pemain lainnya. Tercatat ada 48 peluang permainan terbuka yang dibuatnya (angka terbaik di liga). Selain itu, Sanchez pun cukup buas mengintai di sekitar kotak penalti, terlihat dari 145 sentuhan di kotak penalti (ketiga terbaik di liga).

Jika melihat dari sisi kesebelasan yang dibelanya, kontribusi gol dan asis Sanchez mencapai 45.5%. Sudah beberapa kali kontribusi ini menyelamatkan Arsenal, termasuk yang baru-baru ini, saat menghadapi Bournemouth. Berulang kali kita dapat melihat Sanchez bermain penuh semangat dan sedikit banyak menggerakkan motivasi pemain-pemain lainnya di lapangan.

Halaman selanjutnya: Rekrutan Terbaik dan Sebelas Pemain Terbaik Paruh Musim 2016/2017

Komentar