Kegagalan dan Keberhasilan dalam Karier Gerrard

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Kegagalan dan Keberhasilan dalam Karier Gerrard

Dua gelar Piala FA, tiga gelar Piala Liga Inggris, Community Shield, trofi Liga Champions UEFA, trofi Piala UEFA, dan Piala Super UEFA. Lupakan trofi Liga Primer Inggris atau Piala Dunia, atau juga Piala Eropa; deretan sembilan gelar tersebut menunjukkan sesuatu yang sangat besar. Dari 17 musimnya bersama Liverpool, ia mencetak 186 gol dalam 710 pertandingan di segala kompetisi. Untuk seorang pemain sepakbola, kita tidak bisa meminta lebih kepada Steven Gerrard.

Pemain yang melakukan debut dari akademi Liverpool 19 tahun yang lalu ini akhirnya menyatakan pensiun pada usianya yang sudah 36 tahun.

Kebesaran individunya di dalam dan luar lapangan sebagai pemain sepakbola sejujurnya tidak perlu dibuktikan lagi dengan sebuah medali Liga Primer. Jika ada yang masih merasa kurang lengkap, silakan lihat lagi deretan gelarnya di atas.

Lagipula tidak ada satu pemain pun sepanjang sejarah yang bisa mencetak gol di final Piala FA, Piala Liga, Liga Champions, dan Piala UEFA, kecuali Steven Gerrard. Ini pastinya menunjukkan suatu kebesaran dan keagungan.

“Setelah banyaknya spekulasi media mengenai masa depanku, aku bisa mengkonfirmasi keputusanku untuk pensiun dari permainan sepakbola profesional,” kata Gerrard pada pernyataan resminya di Hari Kamis (24/11/2016). “Aku sudah memiliki karier yang mengesankan dan aku berterimakasih untuk setiap momen dari waktuku di Liverpool, [tim nasional] Inggris, dan LA Galaxy.”

Pemain kelahiran Whiston, Merseyside, ini membuat debutnya di tim utama Liverpool pada 29 November 1998 pada sebuah pertandingan Liga Primer melawan Blackburn Rovers. Saat itu ia menggantikan Vegard Heggem pada menit-menit akhir pertandingan.

“Pesepakbola tidak pernah senang jika ia digantikan, tapi untuk mempersilakan talenta lokal yang besar seperti Steven adalah sebuah kebanggaan. Ia sudah memiliki karier yang fantastis, pastinya ia ada di jajaran pemain terbaik sepanjang masa kesebelasan [Liverpool] ini,” kata Heggem kepada The Guardian.

Gerrard kemudian mencetak gol pertamanya untuk Liverpool pada 5 Desember 1999 dalam sebuah kemenangan 4-1 di Liga Primer melawan Sheffield Wednesday. Gol pertamanya itu ia cetak ke gawang Kevin Pressman yang saat itu mengawal gawang Wednesday.

“Aku ingat golnya. Ia mencetak gol dengan penyelesaian yang bagus dan tenang. Kamu pasti harus sangat konsisten untuk memiliki karier sepertinya di tingkat tertinggi,” kata Pressman.

Musim yang menghasilkan gelar pertamanya adalah musim 2000/01, di mana saat itu Liverpool berhasil meraih tiga gelar alias treble, meskipun tingkat treble-nya “hanya” Piala Liga, Piala FA, dan Piala UEFA (sekarang setara dengan Piala Europa).

“Aku sangat beruntung bisa bermain bersama Steven Gerrard, yang hanya baru berusia 20 tahun ketika aku bergabung dengan Liverpool,” kata Markus Babbel, mantan pemain Liverpool. “Kami memiliki masalah saat melawan Alaves di final Piala UEFA dan [manajer] Gérard Houllier mengubah sistem dan meminta Steven untuk bermain sebagai bek kanan sampai akhir pertandingan. Ia hanya berkata ‘OK’ dan memainkannya seperti ia sering bermain di posisi tersebut.”

Sebuah sejarah individu tercipta bagi dirinya ketika ia ditunjuk sebagai kapten Liverpool pada Oktober 2003, menggantikan Sami Hyypiä.

“Ia adalah kapten yang baik dan aku masih bisa ingat hari di mana gelar kapten berpindah ke Stevie. Kami mau berlatih dan ia tidak mau melihatku. Aku duduk di sebelahnya dan berkata: ‘Selamat dan, apapun yang kau butuhkan, aku akan selalu ada.’ Itu adalah kelegaan untuknya bahwa aku menyikapi keputusan itu dengan oke,” kata Hyypiä.

“Tapi aku tahu gelar kapten itu lebih penting buatnya daripada buatku. Ia adalah orang Liverpool dan menjadi kapten Liverpool adalah hal yang besar untuknya,” tutup bek asal Finlandia tersebut seperti yang kami kutip dari The Guardian.

Jika ada satu momen yang paling berkesan untuk Gerrard, Liverpool, dan seluruh suporter mereka, bahkan untuk saya pribadi yang sebenarnya bukan suporter Liverpool, momen tersebut adalah final Liga Champions pada 25 Mei 2005 di Istanbul.

Pada saat itu, Liverpool yang ketinggalan 3-0 dari AC Milan di babak pertama, berhasil bangkit di babak kedua dengan mencetak 3 gol balasan sekaligus memenangkan pertandingan dari babak adu penalti.

Saat itu Gerrard menjadi pencetak gol pertama Liverpool, dan dengan golnya itu ia berhasil menginspirasi rekan-rekannya untuk mengangkat trofi Liga Champions kelima sepanjang sejarah Liverpool.

“Steven adalah pemain hebat dan juga contoh yang baik untuk rekan-rekannya, dan Istanbul adalah bukti dari itu semua,” kata Rafael Benítez yang saat itu menjadi manajer Liverpool. “Ia selalu mendorong rekan-rekannya untuk maju dan malam itu di Istanbul mereka tahu jika ia bisa membuat perubahan. Gol Steven adalah momen yang mengubah dinamika pertandingan. Semua orang terangkat oleh reaksinya terhadap gol tersebut.”

Namun tidak semua keberhasilan yang kita ingat dari Gerrard. Kegagalan juga terasa sangat kental, terutama pada 27 April 2014, saat insiden Gerrard terpeleset membuat Demba Ba mencetak gol dan Chelsea memenangkan pertandingan dengan 2-0. Kekalahan ini mengubur mimpi Liverpool menjuarai Liga Primer untuk pertama kalinya sejak 1990.

“Berpekan-pekan sebelumnya, ekspektasi terus terbangun, semuanya tentang ia memimpin Liverpool, kesebelasannya, menuju gelar pertamanya dalam 20 tahun, pada saat peringatan 25 tahun tragedi Hillsborough, di mana sepupunya meninggal dunia, dan kemudian hal itu (insiden terpeleset) terjadi,” kata Luis Suárez mengomentari momen tersebut.

“Sang kapten, mantan pemain akademi, one-club man, seorang Scouser yang lahir dan dibesarkan di Liverpool, dan ia adalah orang yang tidak beruntung yang membuat kesalahan krusial itu. Ia masih belum bisa memenangkan gelar liga,” lanjut mantan rekannya tersebut.

Pada 2 Januari 2015, setelah gagal membawa kesebelasannya menjuarai Liga Primer, ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan Liverpool ketika kontraknya habis di akhir musim tersebut.

Kesialan Gerrard di akhir musimnya tidak berakhir sampai situ. Pada 22 Maret 2015, Gerrard diberi kartu merah setelah 38 detik di atas lapangan setelah ia masuk di babak kedua. Ia mendapatkannya saat melawan Manchester United, yang merupakan pertandingan terakhirnya melawan rival Liverpool tersebut. Saat itu ia menginjak kaki Ander Herrera.

Gerrard adalah satu dari tiga pemain yang mampu bermain dalam 500 pertandingan Liga Primer. Di atasnya masih ada Ryan Giggs dan Jamie Carragher.

Penampilan terakhirnya untuk Liverpool di Anfield adalah pada 16 Mei 2015 saat Liverpool dikalahkan Crystal Palace 3-1. Sedangkan penampilan terakhirnya untuk Liverpool terjadi delapan hari kemudian di pekan terakhir Liga Primer Inggris, saat Liverpool dikalahkan 6-1 oleh Stoke City. Pada pertandingan yang menyedihkan itu, Gerrard berhasil mencetak gol satu-satunya untuk The Reds.

Setelah itu ia melanjutkan kariernya di MLS Amerika Serikat bersama Los Angeles Galaxy. Bermain dalam 34 pertandingan MLS, Gerrard berhasil mencetak 5 gol.

Pertandingan terakhirnya untuk Galaxy, sekaligus pertandingan terakhirnya di sepakbola profesional, adalah pada 6 November 2016 di play-off Piala MLS. Saat itu LA Galaxy kalah adu penalti melawan Colorado Rapids.

Gerrard mengambil dan mencetak gol dari penalti pertama LA Galaxy, tapi kesebelasannya harus tersingkir karena sepakan Giovanni dos Santos dan Ashley Cole tidak berhasil bersarang di gawang Colorado.

***

Mengakhiri kariernya dengan kegagalan, baik di Liverpool, Inggris, maupun LA Galaxy, tapi berhasil mendapatkan banyak gelar kesebelasan dan individu sepanjang kariernya, termasuk gelar Liga Champions dan treble, kita tidak akan menemukan banyak pemain seperti Gerrard.

Satu hal dari Steven Gerrard yang bisa kita lihat adalah ia yang selalu dikendalikan oleh rasa takutnya untuk kalah, bukan rasa bahagia dari kemenangan. Itu adalah beban yang sangat besar yang diemban oleh seorang pemain.

Ia selalu bermain dengan hatinya, bukan dengan otaknya. Itulah kenapa kita mengenal Steven Gerrard sebagai seorang manusia biasa, bukan manusia super. Banyak orang yang berkata bahwa kariernya tidak akan lengkap tanpa gelar juara Liga Inggris – sesungguhnya mereka salah. Pada kenyataannya, keberuntungan dan ketidakberuntungan selalu menyertainya, mewarnai kariernya, dan itu adalah yang menjadikannya sebagai seorang pemain yang lengkap.

Komentar