Serangan ISIS terhadap Fans Real Madrid di Irak

Cerita

by redaksi

Serangan ISIS terhadap Fans Real Madrid di Irak

Lagi-lagi dunia sepakbola digemparkan dengan insiden berdarah. Kali ini kabar tersebut datang dari “negeri 1001 malam”, Irak, pada Jumat (13/5). Publik sepakbola dikagetkan dengan serangan penembakan membabi buta oleh tiga pria bersenjata di kafe al-Furat di Balad, 80 km sebelah utara Ibukota Irak, Baghdad. Serangan yang menimpa Real Madrid supporters club chapter Irak tersebut menewaskan setidaknya 16 orang dan 20 lainnya luka-luka.

Kejadian berlangsung ketika dini hari, para fans Real Madrid yang beranggotakan 4191 orang sedang kopdar untuk menonton tayangan lama pertandingan Real Madrid. Tiba-tiba datang tiga orang bersenjata AK-47 melepaskan tembakan membabi buta ke arah mereka. Lantas para madridista tersebut lari tunggang-langgang menyelamatkan nyawa mereka masing-masing.

Ammar Hekmat al-Baldawi, selaku Deputi Gubernur Provinsi Salaheddin, memastikan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh ISIS yang menyamar sebagai pasukan keamanan.

"Sekelompok teroris dari ISIS, datang ke kafe, dipersenjatai dengan AK-47, menembak secara acak pada semua orang yang berada di dalam. Mereka tidak suka sepakbola, mereka pikir itu anti-Muslim, mereka lalu menyerang seperti ini. Ini tragedi yang mengerikan," ujar presiden madridista setempat, Ziad Subhan, dalam pernyataan resminya.

Pernyataan Resmi dari Real Madrid CF, seperti yang telah dilansir oleh Daily mengatakan, bahwa Real Madrid sangat menyesalkan peristiwa penyerangan kepada para suporter mereka di Irak. Mereka menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada para keluarga dan teman-teman yang menjadi korban dalam serangan tersebut.

Sebagai bentuk dari duka mendalam atas kejadian tersebut, para pemain Madrid mengenakan armband berwana hitam pada pertandingan liga terakhir mereka di kandang Deportivo La Coruna yang berkesudahan 2-0 untuk kemenangan Madrid, sebagai tanda kehormatan untuk mereka yang meninggal.

Aksi terorisme oleh golongan Islam ekstrem dalam dunia sepakbola memang bukan yang pertama kali ini terjadi. Dari data yang berhasil dihimpun oleh kami, tercatat ada dua kasus teror yang dilakukan para ekstrimis dengan motif yang sama.

Yang pertama, adalah aksi Boko Haram di Nigeria saat massa berkumpul nobar Piala Dunia 2014 antara Brasil dan Meksiko, yang menewaskan 21 orang dan 27 korban luka. Dan selanjutnya adalah tragedi dibunuhnya 13 remaja di Mosul, Irak, dikabarkan dieksekusi oleh militan ISIS karena kedapatan menonton pertandingan sepakbola Piala Asia 2015 antara Irak melawan Yordania.

Semua kejadian tersebut, bila ditarik benang merahnya adalah dengan satu sebab yang sama. Bagi mereka, sepakbola adalah haram, maka untuk meramaikan ataupun ikut bermain adalah dilarang. Selain itu, olahraga sepakbola dianggap lebih banyak mendatangkan keburukan dibandingkan mendatangkan kebaikan.

Padahal sesungguhnya tidak demikian. Banyak para pemuka agama Islam yang merepresentasikan bahwa olahraga adalah hal yang dianjurkan di dalam agama. Di antaranya adalah, di kalangan orang muslim, ada dalil tentang Nabi Muhammad yang menganjurkan umatnya untuk berolahraga.

Dari kasus penembakan yang terjadi di “negeri 1001 malam” tersebut seakan menunjukkan kepada dunia bahwa agama Islam "mengharamkan" sepakbola. Sehingga tak heran bila negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, tidak memiliki prestasi menonjol di bidang sepakbola. Termasuk negara Indonesia ini.

Padahal semangat yang dibawa dalam pertandingan sepakbola menggambarkan banyak hal mendalam. Selain kesan cinta terhadap olahraga, sepakbola juga menggambarkan rasa nasionalisme, toleransi, dan juga persaudaraan. Dan yang paling penting, sepakbola adalah suatu hiburan bagi yang menonton maupun bagi yang melakukannya.

Seperti yang telah diketahui, ISIS adalah gerakan ekstremis radikal yang mengklaim bahwa diri mereka adalah negara Islam di Syam (sekarang Irak) dan Suriah. Namun sejatinya ISIS adalah negara yang tidak pernah punya teritorial wilayah tertentu. Lalu bagaimana bisa ISIS menjatuhkan hukum yang dia tetapkan harus diikuti seluruh warga Irak, padahal hanya sebagian warga irak saja yang tergabung dalam ISIS?

ISIS mengklaim bahwa mereka adalah suatu negara, namun sejatinya mereka seperti perampok negara. Setelah menguasai tambang minyak, membantai, memperkosa wanita, menjarah harta benda warga, menghadirkan teror, lalu sekarang ISIS juga merampas kebebasan warga Irak untuk menjadi suporter sepakbola. Dan tentunya, 16 korban tewas tersebut bukanlah bagian dari ISIS.

Lalu bagaimana bisa ISIS mempunyai rasa nasionalisme bila wilayah teritorial saja mereka tidak punya. Belum lagi mereka beranggapan bahwa seluruh umat muslim di dunia harus sevisi dengan mereka, yaitu terbentuknya negara Islam di dunia. Seharusnya kebijakan yang dikeluarkan ISIS tersebut hanya berlaku untuk pengikut golongan mereka saja, bukan berlaku untuk orang di luar dari golongan mereka. Tidak ada satu pun dampak positif bagi warga Irak, apalagi bagi pecinta sepakbola di Irak.

(gk/dex)

Komentar