Billy Ketkeophomphone, dari Laos Menuju Ligue 1

Cerita

by redaksi

Billy Ketkeophomphone, dari Laos Menuju Ligue 1

Migrasi besar-besaran penduduk Laos saat terjadi ketidakstabilan negara dan pemerintahan pada rezim awal komunis sekitar tahun 1975 membuat terjadinya krisis pengungsi. Tiga penduduk negara yang terlibat krisis, Kamboja, Laos, dan Vietnam, melakukan pengungsian besar-besaran ke negara di sekitarnya. Sekitar 2,5 juta orang bahkan melakukan migrasi hingga ke Eropa dan Amerika Utara. Peristiwa ini dikenal sebagai Indochina Refugee Crisis.

Puluhan tahun berselang, tersimpan sebuah hikmah yang membuat seorang pemuda berdarah Laos yang orang tuanya bermigrasi, kini bisa melihat anaknya berlaga di salah satu liga top dunia, Ligue 1.

Pemain yang bisa bermain menyisir lapangan, juga penyerang tengah ini sedikit berbicara tentang akarnya sebagai orang Laos. Bahasa Laos memang sudah jarang digunakan olehnya, terkecuali dengan orang tua dan saudara-saudaranya di rumah.

“Saya pergi terlalu dini dari rumah, jadi saya merasa seperti kehilangan ke-Laos-an saya. Saya tidak menggunakan bahasa Laos kecuali dengan orang-orang di rumah. Di luar itu, saya menggunakan Bahasa Prancis,” ujarnya kepada So Foot.

Ketkeophomphone lahir di Prancis, 25 tahun silam. Pemain dengan tinggi 180 sentimeter ini memulai karier juniornya di klub Racing Club Paris sebelum pindah ke akademi INF Claireontaine untuk sekolah sepakbola selama setahun pada 2006.

Penampilan apiknya semasa di akademi membuat dirinya dilirik pemandu bakat Strasborg. Bergabung ke akademi Strasbourg, ia dipromosikan bermain ke tim reserves pada musim panas 2008. Akhir Desember 2009, ia mengawali debut di tim senior melawan SC Bastia.

Kontrak Ketkeophompone yang tidak diperpanjang di Tours malah menarik minat klub promosi Ligue1, Angers merekrutnya
Kontrak Ketkeophompone yang tidak diperpanjang di Tours malah menarik minat klub promosi Ligue1, Angers merekrutnya

Situasi Strasbourg yag sedang mengalami kesulitan keuangan sempat membuat Ketkeophomphone cemas. Ia juga mengaku sedih. Kesulitan keuangan membuat Strasbourg dilikuidasi dan harus turun ke divisi keempat dalam piramida sepakbola Prancis, liga National Championatt, pada musim 2010/2011.

Billy yang kala itu bermain di level National banyak menyedot perhatian dengan mencetak lima gol dari 29 laga yang dijalaninya bersama Strasbourg.”Musim itu berjalan cukup baik, kami waktu itu menargetkan promosi ke Ligue 2 dan klub terkena likuidasi.”

Pemain berdarah Laos ini tampaknya akan kesulitan membela tim nasional Laos. Bisa dikatakan, peluang itu sudah tertutup. Billy yang lahir di kota Champigny-sur-Marne, Prancis ini mengaku sangat ingin mengikuti seleksi tim nasional, namun alasan administrasi tidak memungkinkan baginya untuk memperkuat Laos.

Saat ini Billy Ketkeo-begitu ia biasa dipanggil, memiliki kewarganegaraan Prancis, bukan Laos walaupun kedua orangtuanya berasal dari Laos. Undang-undang Laos yang tidak memungkinkan seseorang memiliki kewarganegaraan ganda menjadi ganjalan terbesarnya, meskipun ia masih tetap berusaha dan berharap semoga ada kemungkinan untuk itu.

“Ya, saya ingin mengikuti seleksi. Sayangnya, saya tidak bisa ikut karena masalah dokumen, jadi peluangnya kecil. Di sana (Laos) tidak memungkinkan mempunyai kewarganegaraan ganda, dan saya (kalau bisa) lebih memilih kewarganegaraan ganda,” ujarnya.

Ia berusaha menghubungi agen dan meminta bantuan kedua orangtuanya demi bisa memperkuat timnas Laos, namun Federasi Sepakbola Laos (LFF) menolaknya.

Kegagalan Strasbourg promosi dan keuangan klub yang buruk membuat kontrak Ketkeo tidak diperpanjang. Setelah itu, ia bergabung dengan klub Divisi 1 Swiss, FC Sion. Ia mengaku tidak banyak pilihan yang bisa dipilihnya saat itu, sehingga memutuskan untuk mencoba peruntungan ke luar negeri. Salah satu pertimbangannya adalah Sion yang berlaga di Europa League. Ketkeo ingin merasakan pengalaman baru.

Ternyata kariernya di Swiss tidak berjalan mulus. Selama enam bulan di Sion, ia menemui situasi yang sulit. Yang ia lakukan hanya berlatih dan tidak dipanggil ke dalam tim untuk bertanding. Hanya satu kali tampil, ia meminta klub untuk melepasnya pada Januari, tepat enam bulan setelah ia bergabung.

Billy yang menginginkan jam bermain yang lebih, memutuskan untuk menandatangani kontrak dengan Tours FC yang bermain di Ligue 2, tepat sehari setelah ia sepakat memutus kontrak.

Dua setengah musim bermain apik bersama Tours di Ligue 2, membuat klub yang baru promosi ke Ligue1, Angers SCO, tertarik memakai jasanya di awal musim ini, terlebih ia dalam status free agent. Selama memperkuat Tours, Billy mencetak 29 gol dari 101 laga yang dijalaninya.

Penyerang yang kini memilih nomor punggung "14" ini, mengaku sambutan yang baik dari seluruh elemen di timnya saat ini sangat membantunya untuk berkerja dengan maksimal. “Ya, saya datang pada bulan Juni, dengan sambutan yang sangat baik. Para staf dan mantan pemain juga melakukan berbagai kemudahan kepada para pemain baru,” ujarnya.

Ditanya apakah benar namanya adalah “Vilayphone Ketkeophomphone” seperti yang tertulis di wikipedia atau di situs lain, Billy membantahnya. “Tidak! Tidak, Nama saya hanya Billy (sambil kesal)! Itu sering ditemukan dalam halaman wikipedia, tapi (nama) Vilayphone, saya tidak tahu. Saya tidak tahu siapa yang mencetuskan, tapi saya hanya memiliki nama depan Billy,” ujarnya menjelaskan.

Kini tim berjuluk Les Scoïstes ini tampil menjadi kejutan di musim ini dengan berhasil menduduki papan tengah. Dengan sembilan laga yang kini masih tersisa, masih terbuka peluang bagi Angers dan tentunya Ketkeophomphone untuk memperebutkan tiket dan bermain di kompetisi eropa.

Dengan usianya yang masih cukup muda, Billy masih bisa berkembang untuk setidaknya mengharumkan Laos dari kancah sepakbola, meski hampir tidak mungkin ia memperkuat Laos. Ia menjadi contoh bahwa talenta-talenta berdarah Asia Tenggara ternyata mampu bersaing di kancah Eropa, asalkan mendapatkan pembinaan serta kompetisi yang berkesinambungan.

Agaknya benar ungkapan "everything happens for a reason", bahwa selalu ada hikmah dibalik tiap kejadian. Bisa dibayangkan bila kedua orangtuanya tidak imigrasi ke Prancis, mungkin Billy hanya jadi pemuda Laos pada umumnya.

Foto:francetvsport,20minutes.fr

[tr]

ed: fva

Komentar