Kekeluargaan, Kunci Keberhasilan Spurs di Bawah Pochettino

Cerita

by redaksi

Kekeluargaan, Kunci Keberhasilan Spurs di Bawah Pochettino

Sebuah kesebelasan, seperti yang diungkapkan oleh Takeshi Tatsumi, karakter dalam manga Giant Killing, bukanlah sekadar kumpulan sebelas orang pemain yang berada di lapangan dan bermain dari setiap minggu ke minggu. Lebih dari itu, Tatsumi mengungkapkan bahwa kesebelasan adalah sebuah tempat di mana semua perasaan bersatu, dan semua orang yang terkait dengan klub, baik itu manajemen, suporter, pemain, dan manajer menyumbangkan cintanya bagi kesebelasan sehingga membuat mereka semakin kuat.

Dengan kata lain, apa yang diungkapkan Tatsumi hampir sama dengan apa yang dipikirkan Lionel Messi. Dalam sebuah kesempatan, Messi pernah berujar bahwa hubungan pertemanan dengan pemain lain di satu kesebelasan mestilah ada. Selain itu, rasa hormat dan keterikatan antarelemen akan memudahkan kesebelasan menggapai tujuannya. Rasa kekeluargaan di dalam kesebelasan akan membuat suasana menjadi lebih cair, dan komunikasi yang baik dan berkesinambungan pun akan terjalin antar pemain.

Baca juga: BBC Madrid Tidak Perlu Semesra MSN Barcelona

Hal ini yang disadari betul oleh manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino. Aspek kekeluargaan dalam kesebelasan adalah hal penting dalam usaha klub tersebut untuk meraih sukses bukan hanya jangka pendek, tapi juga sukses jangka panjang. Saling mengerti dan saling memahami satu sama lain adalah hal yang coba ia terapkan di Spurs.

"Menjadi sebuah aturan yang tidak sengaja saya terapkan di sini semenjak hari pertama kedatangan saya ke klub ini, bahwa setiap pagi semua orang harus saling berjabat tangan dan menyapa satu sama lain. Awalnya memang sebuah peraturan, makin lama, ini menjadi sebuah kebiasaan yang tak terhindarkan,” ujarnya seperti yang dilansir The Guardian.

Memang, sejak pertama kali kedatangannya ke London Utara, Pochettino membuat sebuah aturan khusus yaitu saling berjabat tangan sesama atau antar pemain dan manajemen. Selain jabat tangan, mereka mesti saling menyapa jika berpapasan.

Inilah yang pada awalnya mengagetkan Presiden Spurs, Daniel Levy. Bagaimana tidak? Setiap kali berpapasan dengan pemain atau manajemen Tottenham, ia selalu mendapatkan sapaan dan jabat tangan. Hal ini sempat membuat Levy merasa gegar budaya karena oleh manajer sebelumnya, hal ini belum pernah terjadi.

Aturan yang diterapkan sejak Mei 2014 itu pun pada akhirnya menjadi kebiasaan. Pochettino mengungkapkan sisi positif dari aturan ini bahwa sekarang Spurs sudah layaknya sebuah keluarga.

“Saya juga tidak menyangka, bahwa aturan ini (jabat tangan dan saling menyapa) telah menjadi sebuah kebiasaan. Bahkan, seperti ada yang kurang jika setiap pagi, sebelum latihan kami tidak saling menyapa satu sama lain,” ujarnya seperti dilansir oleh The Guardian.

“Mungkin memang ini hal kecil, tapi lambat laun dengan hal kecil ini semua orang akhirnya menjadi saling memahami, dan perlahan mereka pun menjadi apa yang disebut sebagai kesebelasan. Inilah langkah awal bagi kami jika ingin mencapai sebuah prestasi yang luar biasa, yaitu perasaan bahwa klub ini bukanlah sekadar klub, melainkan sebuah keluarga,” tambah manajer berkebangsaan Argentina tersebut.

Bisa jadi ini yang menjadi alasan mengapa Spurs selalu mengalami peningkatan dalam setiap musimnya. Bisa dibilang kalau musim ini adalah puncak dari segala progres tersebut. Spurs tak lagi mengincar peringkat keempat, tapi bersaing untuk perebutan gelar juara.

Apa yang diterapkan Pochettino memang menarik. Di tengah "profesionalitas" yang diusung, ia berusaha untuk memunculkan rasa kekeluargaan yang bagi sebagian kesebelasan mungkin sudah dilupakan. Hal ini juga seperti menjadi serangan balik atas apa yang dilontarkan Ronaldo tempo hari kalau tidak perlu ada hubungan pertemanan dan persahabatan dalam klub.

Pochettino pun mengadopsi yang dilakukan manajer "pembentuk dinasti" seperti Bill Shankly, Sir Matt Busby, ataupun Sir Alex Ferguson. Para manajer itu tidak membangun kesebelasan secara instan seperti kebanyakan klub zaman sekarang. Mereka membangun dalam jangka waktu yang lama, dengan menerapkan rasa kekeluargaan yang tinggi antarelemen klub.

Dan, sejarah mencatat, dengan proses itu, para manajer pembentuk dinasti itu membuat klub meraih kesuksesan dalam jangka panjang. Pertanyaannya, di era sepakbola modern sekarang, apakah Poch bisa melakukannya di Spurs?

Untuk menjawab itu, mari kita simpan jawaban kita dalam kapsul waktu harapan, dan menanti untuk 10 tahun ke depan.

(sf)

Foto: guardian.co.uk

<fva>

Komentar