Regulasi Pemain U-21 Piala Jenderal Sudirman yang Bisa Memberikan Perubahan

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Regulasi Pemain U-21 Piala Jenderal Sudirman yang Bisa Memberikan Perubahan

Piala Jenderal Sudirman sudah berakhir setelah menghasilkan Mitra Kukar sebagai juara. Meskipun demikian ada banyak hal yang menyisakan cerita dan kesan yang besar, termasuk yang paling menarik perhatian adalah regulasi penggunaan pemain U-21.

Mahaka Sports selaku regulator kompetisi mengharuskan setiap tim menurunkan dua pemain U-21 sebagai starter ketika memulai pertandingan. Sebenarnya maksud dari regulasi ini sangat baik, karena akan membuat para pemain muda memiliki waktu bermain dan kesempatan untuk membuktikan kualitasnya.

Namun pada pelaksanaannya ada sebagian klub yang hanya memberikan waktu yang amat sedikit bagi pemain U-21. Regulasi pemain U-21 tidak memberikan batasan minimal berapa menit pemain di lapangan. Ditambah aturan lain, yakni enam kali pergantian pemain, maka aturan pemain U-21 tersebut tidak benar-benar memaksa suatu tim untuk benar benar menggunakan pemain mudanya.

Arema adalah yang paling kentara, terlihat selalu terburu-buru untuk menarik keluar Junda Irawan dan Dio Permana. Padahal keduanya bermain cukup baik di awal laga dan tak melakukan kesalahan mendasar. Tuntutan besar untuk memenangkan pertandingan adalah alasan besar mengapa Junda dan Dio tidak diberi banyak kepercayaan.

Dio Permana dan Junda Irawan yang selalu masuk dalam daftar sebelas pemain utama Arema ketika bertanding, maksimal hanya bermain akan  hingga menit ke-12 sebelum diganti pemain yang lebih senior. Sedangkan satu pemain U-21 lain, Utam Rusdiana yang berposisi sebagai kiper belum pernah diturunkan karena selalu kalah saing dari senior-seniornya.

Masuknya nama Junda dan Dio Permana dalam susunan sebelas pemain Arema secara otomatis juga berpengaruh pada kompisisi pemain. Hadirnya dua pemain ini membuat nama Alfarizie dan Gede Sukadana atau gelandang asing, Antonio Mossi jadi tidak ditampilkan sejak menit pertama.

Bahkan hingga akhirnya CEO Mahaka Sports, Hasan Abdul Ghani memberikan ancaman bahwa setiap tim yang melanggar regulasi, atau dalam arti lain tidak memainkan pemain U-21 mereka dalam waktu yang lama akan disanksi sebesar 100 juta Rupiah. Klub-klub peserta lain tetap bergeming.

Regulasi tersebut memang pada akhirnya masih bersifat formalitas. Pemain tim U-21 lebih banyak menghiasi bangku cadangan. Meski demikian, bukan berarti semua kontestan tidak percaya dengan performa tim U-21.

Dalam beberapa kasus bahkan kita akhirnya semakin mengetahui kalau negeri ini sebenarnya dipenuhi oleh bakat-bakat terpendam yang bisa dimaksimalkan. Mulai dari juara Liga Super Indonesia 2014, Persib Bandung yang memang memiliki preferensi menggunakan para pemain senior mereka ketika bertanding. Nyatanya skuat yang kini diasuh oleh Dejan Antonic ini memiliki pemain-pemain muda yang cukup baik dalam diri Gian Zola Nasrullah dan Febri Hariyadi.

Persipura Jayapura juga yang nampaknya tidak akan terlalu memiliki masalah ketika nantinya, sang legenda hidup Boaz Solossa gantung sepatu. Tim berjuluk “Mutiara Hitam” ini memiliki Christopher Sibi dan Ricky Kayame sebagai penerus. Bahkan Ricky pernah menjadi pahlawan tim, saat mencetak gol tunggal kemenangan Persipura atas sang juara kompetisi Mitra Kukar di fase grup.

Para pemain eks-Garuda Jaya di tim Surabaya United juga mendapatkan menit bermain yang cukup banyak. Juga mereka-mereka yang bermain di tim PS TNI di mana tim ini menjadi sensasi pada gelaran kompetisi kali ini. Bali United yang dilatih Indra Sjafrie juga banyak memainkan pemain muda, Hendra Sandi dan Dicky Indrayana bahkan menjadi tulang punggung tim. Ahmad Hisyam Tolle juga bermain dengan cukup baik bersama Sriwijaya FC.

Baca Juga :

6 Pemain Muda Terbaik Piala Jenderal Sudirman


Kedua tim finalis adalah yang paling menunjukan bahwa bakat-bakat muda Indonesia bisa dimaksimalkan bukan hanya sekedar pelengkap saja. Hendra Bayauw dan Irsyad Maulana menjadi motor serangan Semen Padang sejak awal kompetisi. Keberhasilan Mitra Kukar meraih gelar juara juga tidak lepas dari peran besar para pemain muda mereka seperti Dinan Javier, David Septian Maulana, Yogi Rahadian dan tentunya sang pemain terbaik turnamen, Yanto Basna.

Selain kejelasan mengenai  kompetisi, karena kompetisi reguler yaitu Indonesia Super Competition (ISC) baru akan digelar bulan Maret nanti, ada pertanyaan lain yang muncul setelah berakhirnya Piala Jenderal Sudirman. Apakah regulasi seperti ini akan kembail dimunculkan atau tidak?

Terdapat plus-minus tentunya dari regulasi ini. Tapi sisi baiknya para pemain muda bisa memberikan kontribusi besar untuk tim, dan lebih jauh lagi  dengan lebih banyak dimainkan maka pengalaman bertanding akan bertambah, hal ini tentunya sangat baik untuk perkembangan sepakbola Indonesia.

Bisa jadi nantinya bukan hanya mengenai kuota pemain asing saja yang diatur dalam kompetisi, tapi mengenai penggunaan pemain U-21 ini juga bisa dimasukan ke dalam regulasi baru untuk kompetisi mendatang. Tujuannya jelas agar Indonesia bisa melahirkan talenta-talenta baru yang bisa diandalkan di masa yang akan datang.

Komentar