Menyoroti Keputusan-Keputusan Wasit di Piala Jenderal Sudirman

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menyoroti Keputusan-Keputusan Wasit di Piala Jenderal Sudirman

Wasit Semifinal

Melihat pernyataan Cahyadi Wanda, wasit babak final kemungkinan besar berasal dari wasit semifinal. Namun, wasit semifinal pun tidak benar-benar bersih dari protes.

Pertandingan leg pertama antara PBFC menghadapi Semen Padang tidak lepas dari protes terhadap wasit. Kali ini giliran wasit Thoriq Alkatiri yang menjadi sasaran. Sejumlah keputusan Thoriq dianggap memberatkan Semen Padang karena memberi PBFC tendangan penalti serta meng-kartu-merah-kan Vendry Mofu.

Kepada Goal, Nil pun enggan berkomentar, “Sudahlah, capek komentar soal wasit. Lebih baik saya pasang jurus no comment saja pada media jika ditanya soal kepemimpinan wasit.”

baca juga Human Error dalam Senyum Getir Nil Maizar

Asisten manajer Semen Padang, Very Mulyadi, menyoroti perilaku sejumlah pemain senior PBFC seperti Ponaryo Astaman, Hamka Hamzah, dan Diego Michiels yang memperlihatkan bahasa tubuh seperti memprovokasi pemain Semen Padang dan berusaha memengaruhi keputusan-keputusan wasit.

Kepemimpinan Thoriq pun sampai diprotes Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah. Ia menilai wasit tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pengadil. “Ketika seharusnya offside, justru tidak offside. Ada juga pemain yang dikasari hingga berdarah, tetapi wasit tidak mengambil keputusan apapun. Wasit itu kan harus berada di tengah-tengah,” ucap Mahyeldi kepada Indopos.

Pada leg kedua, ada sejumlah keputusan wasit yang dianggap memberatkan Semen Padang. Iwan Sukoco yang memimpin laga tersebut menganulir gol Semen Padang pada menit ke-13 dan menit ke-56 karena terjebak offside. Iwan pun memberi kartu kuning kedua untuk Hendra Bayauw.

Meskipun demikian nada protes tidak terdengar nyaring. Pasalnya, Semen Padang pada akhirnya mengamankan tiket ke babak final dalam pertandingan yang berakhir 2-0 dan dilanjutkan tendangan penalti tersebut.

Dalam pertandingan lainnya, Mitra Kukar meskipun menang 2-1 atas Arema Cronus di Tenggarong, merasa kalau wasit masih kurang jeli. Yang paling menonjol adalah gol Arema yang dianggap kontroversial. Berdasarkan JPNN, dari tayangan ulang terlihat bola mengenai tangan Christian Gonzalez, tapi wasit AR Salassa mengesahkan gol tersebut.

“Saya berharap wasit bisa lebih adil dalam memimpin pertandingan di leg kedua. Kalau kami dirugikan lagi, saya pribadi ingin berhenti bermain dan mengajak pemain lain untuk tak melanjutkan pertandingan,” kata Shahar Ginanjar, kiper Mitra Kukar dikutip JPNN.

Pada leg kedua yang diselenggarakan di Kanjuruhan, Shahar kembali tak puas dengan penampilan wasit yang kala itu dipimpin Dodi Setya Permana. Ia menganggap performa wasit amat buruk, termasuk dua kartu merah dan hadiah tendangan penalti.

“Semua orang dan semua klub sudah tahu, saat bertamu ke Malang otomatis Arema selalu dikasih penalti. Makanya pelatih dan manajemen selalu memberi tahu kami agar berhati-hati saat duel di kotak penalti. Karena kami tahu kepemimpinan wasit selalu tidak baik saat bertamu ke kandang Arema,” kata Shahar dikutip Bola.net.

Dalam pertandingan tersebut Arema menang 2-1 yang membuat aggregat menjadi imbang 3-3. Pertandingan dilanjutkan dengan adu tendangan penalti. Mitra Kukar pun lolos ke babak final setelah menang 3-2.

Menuju Kesempurnaan

Kalau mau berpikiran baik, apa yang terjadi di PJS soal kepemimpinan wasit barangkali bukan semata karena keberpihakan. Ada faktor kesalahan wasit itu sendiri yang tidak cermat memerhatikan kejadian selama pertandingan. Misalnya, PBR merasa wasit berpihak pada Persija. Namun, Persija pun, di pertandingan lain, merasa kalau wasit berat sebelah.

Hal serupa juga terjadi pada pertandingan leg kedua Arema menghadapi Mitra. Mitra Kukar merasa dirugikan dengan segala keputusan wasit. Di sisi lain, Arema pun merasakan hal yang sama. Pemain Arema, Toni Mossi, heran dengan keputusan wasit yang memberinya kartu merah.

“Saya tidak tahu apa yang ada di kepalanya. Keputusannya amazing. Saya sangat shock. Mungkin saya layak dapat kartu kuning, mungkin. Tapi kartu merah…” kata Mossi dikutip dari Tribunnews.

Kekecewaan juga disampaikan pelatih Arema, Joko Susilo. Ia heran dengan keputusan kartu merah Mossi. Padahal, ia menganggap kalau Mossi adalah korban dari keributan tersebut.

Dari fakta di atas, kita melihat kalau kesebelasan yang dianggap diuntungkanpun sebenarnya merasa dirugikan oleh kinerja wasit. Tuduhan wasit A yang mendukung klub A sejatinya tidak menyelesaikan apa-apa. Malahan, kedua kesebelasan bisa saja tersulut emosi saat wasit alpa dalam sebuah keputusan.

Hal yang mesti dipahami adalah wasit merupakan entitas yang membuat sebuah pertandingan terlegitimasi. Wasit hadir sebagai pihak netral yang membuat keputusan atas sebuah keadaan. Namun, wasit juga manusia yang mungkin membuat kesalahan.

Operator PJS telah melakukan evaluasi kepada wasit setiap usai pertandingan. Mereka pun selalu di-briefing jelang memimpin pertandingan. Artinya, pihak penyelenggara sebenarnya telah menyiapkan wasit sebaik mungkin. Kini, giliran penonton, pemain, pelatih, dan mereka yang terlibat untuk menghormati keputusan wasit.

Kalau bicara soal kesalahan, semua wasit pun bisa melakukan hal sama. Ingat, wasit terbaik Inggris, Graham Poll, pernah membuat kesalahan amat fatal: memberi tiga kartu kuning kepada satu pemain yang sama, di Piala Dunia. Wasit Inggris lainnya, Howard Webb, pernah mendapatkan ancaman pembunuhan karena memberikan tendangan penalti untuk Austria di Piala Eropa 2008.

Kini, kita tinggal berharap bagaimana wasit yang memimpin pertandingan esok bisa mencapai kesempurnaan.

Komentar