Menyikapi Eksodus Pemain Indonesia ke Luar Negeri

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menyikapi Eksodus Pemain Indonesia ke Luar Negeri

Sejak akhir 2015, cukup banyak pesepakbola Indonesia yang mencoba peruntungan di negeri lain. Setelah Ahmad Jufriyanto dan Dedi Kusnandar yang dikabarkan sudah melakukan trial di klub asal negeri tetangga Malaysia, kini Bayu Gatra yang dilepas oleh Bali United dan penyerang naturalisasi Christian 'El Loco' Gonzales menyatakan berminat untuk berkarier di luar negeri. Bahkan si bocah ajaib Evan Dimas saat ini sedang menanti kepastiannya apakah jadi atau tidaknya untuk bergabung dengan klub rival sekota Barcelona, RCD Espanyol.

Nama-nama tersebut menyusul sejumlah pemain lain yang telah berkompetisi di luar negeri. Pada 2015 misalnya, dua bintang muda, Ryuji Utomo dan Adam Alis Setyano tengah berkompetisi di Timur Tengah. Situasi sepakbola lokal bisa jadi merupakan faktor utama yang menyebabkan mengapa terjadi eksodus pesepakbola Indonesia ke luar negeri. Sempat ada titik terang menjelang pergantian tahun, bahwa akhirnya Liga Indonesia akan diselenggarakan secara independen. Namun hingga kini belum lagi ada kelanjutan mengenai masa depan kompetisi di negeri ini.

Pembuktian kualitas dan kesempatan bermain bagi bakat-bakat muda Indonesia

Apa yang dilakukan oleh Andik Vermansyah yang berhasil membawa Selangor FA menjadi kampiun Piala Malaysia, kemudian Dedi Gusmawan yang berhasil menyelamatkan timnya untuk tidak degradasi dari liga utama Myanmar, dan Sergio Van Dijk yang mencetak banyak gol di Liga Thailand, bisa saja menjadi tolak ukur kualitas para pesepakbola Indonesia.

Mereka dituntut untuk cepat beradaptasi. Selain cuaca, lingkungan, dan budaya, mereka pun mesti beradaptasi dengan taktik yang digunakan. Dengan kondisi yang berbeda ini maka bisa dilihat seberapa bagus para pemain tersebut sebenarnya.

Bermain di luar negeri sama dengan keluar dari zona nyaman. Jauh dari keluarga? sudah pasti. Mesti mempelajari bahasa baru, sudah tentu. Malah sebenarnya tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, ketika pesepakbola lokal yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain tentunya mereka setidaknya akan belajar bahasa daerah setempat.

Masalah perut juga kadang menjadi kendala, beruntung apabila makanan pokok negara baru tersebut sama seperti di Indonesia yaitu nasi. Bagaimana apabila disana yang menjadi makanan utama adalah roti? Di mana roti hanya dianggap sebagai penganan ketimbang makanan pokok di Indonesia.

Dengan bermain di iklim kompetisi yang berbeda bahkan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada di kompetisi lokal, maka ini akan sangat baik bagi level permainan sepakbola Indonesia. Seperti dalam peribahasa, agar nantinya sepakbola Indonesia tidak seperti katak dalam tempurung, hanya berkutat di rumah sendiri, tanpa tahu apa yang terjadi di luar sana.

Selain pembuktian kualitas, fenomena ini pun akan sangat bagus untuk pengembangan bakat sepakbola Indonesia. Ini bisa terlihat di kompetisi Piala Jenderal Sudirman yang menerapkan aturan pemain muda. Namun, dari penampilan tetap saja terlihat para pemain muda tersebut jarang mendapatkan kesempatan bertanding.

Gian Zola, Dio Permana, kemudian Christopher Sibi adalah sebagian dari para pemain muda yang hanya dimainkan sebentar saja padahal terlihat jelas bahwa kualitas mereka tidak kalah dari seniornya. Dengan eksodus para pemain senior ke luar negeri, maka klub-klub nantinya mau tidak mau akan 'dipaksa' untuk menggunakan pemain muda mereka sebagai poros kekuatan tim.

Dengan pengunaan pemain muda ini, bukan mustahil kedepannya tim nasional Indonesia diisi oleh pemain-pemain yang berusia muda. Hal ini disebabkan oleh kematangan bermain yang dimiliki oleh pemain muda karena memilki baik secara fisik maupun mental, sudah terlatih di kompetisi. Tentunya, hal ini bisa meminimalisasi bakat muda yang layu karena jarang mendapatkan menit bermain. Buat pemain muda yang berkarier di luar negeri malah lebih bagus lagi. Mereka akan memiliki pengalaman internasional yang bisa dibagi dan ditularkan kepada pemain-pemain yang lain.

Apa yang dikemukakan di atas adalah sudut pandang ideal untuk menyikapi fenomena kepergian para pesepakbola Indonesia ke luar negeri. Secara sederhana, daripada melihat mereka mereka nasibnya terkatung-katung karena situasi sepakbola domestik yang tidak menentu lebih baik bermain saja di negeri orang.

Meskipun demikian, menjadi sebuah pertanyaan besar. Apakah publik sepakbola Indonesia siap menerima keadaan seperti demikian, terutama para suporter yang biasanya 'dekat' untuk melihat para pemain pujaan mereka. Dengan bermain di luar negeri, maka tentunya tidak mudah untuk mencari siaran langsung pertandingan yang akan dijalani oleh para pemain tersebut.

Terkait memaksimalkan pemain usia muda sebagai fondasi baru sepakbola Indonesia juga tergantung pada kehendak dan upaya pihak yang berkepentingan di Indonesia agar para pemain muda bisa berkembang.

Foto : NST Malaysia

Komentar