Leicester City Enggan Bernasib Sama Seperti Mereka

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Leicester City Enggan Bernasib Sama Seperti Mereka

Sudah 20 musim lebih Liga Inggris digelar. Sejak dipertandingkan pertama kali pada tahun 1992. Terhitung hanya ada lima klub yang berhasil mengakhiri musim dengan status juara, yaitu Arsenal, Blackburn Rovers, Chelsea, Manchester City, lalu kemudian Manchester United sebagai pemilik titel terbanyak dengan 13 gelar.

Mulai dari dominasi Big Four pada awal tahun 2000-an hingga masuknya Tottenham Hotspur dan Manchester City sebagai resistensi terhadap superioritas mereka. Sedikit sekali klub yang berhasil menrangsek masuk dan menganggu dominasi klub-klub tersebut.

Musim ini klub asal East Midlands, Inggris yang dimiliki oleh Vichai Srivaddhanaprabha, Leicester City, menjadi tim yang secara mengejutkan berhasil menyalip kekuatan-kekuatan tradisional dan bertengger di empat besar klasemen. Bahkan Leicester sempat menjadi pimpinan liga, andai tidak disalip oleh Manchester City pada pekan kemarin.

Bagi sebagian besar penikmat sepakbola Inggris, fenomena The Foxes dengan Jamie Vardy-nya sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Bermusim-musim sebelumnya sudah banyak klub-klub yang menjadi pengganggu dominasi bagi kekuatan tradisional Liga Primer Inggris. Kebanyakan dari mereka bermain luar biasa pada paruh musim pertama, namun turun drastis pasca tahun baru.

Berikut daftar tim-tim yang tampil mengejutkan pada paruh musim pertama dan mengganggu dominasi tim-tim kuat namun justru langsung merosot penampilannya pada paruh kedua :

Sunderland (Liga Primer 1999-2000)

Posisi Pada Bulan Desember: Peringkat Tiga

Posisi Akhir Musim: Peringkat Tujuh

Sebuah lonjakan yang luar biasa, bukan saja karena Sunderland kala itu baru saja promosi semusim sebelumnya, tim yang pada musim tersebut ditangani oleh Peter Reid ini mengawali musim dengan catatan yang mengesankan.

Pada pertandingan pertama, Sunderland dihajar habis Chelsea dengan skor 4-0. Lebih mengenaskan lagi, The Black Cats hanya mampu memenangkan satu dari empat pertandingan pertama mereka. Setelah mengalahkan Newcastle United dengan skor tipis 1-2 pada 25 Agustus 1999, mereka melaju kencang dan berhasil mengakhiri tahun 1999 di peringkat ketiga dengan 37 poin.

Di paruh kedua penurunan terjadi bahkan dalam tahap yang mengerikan. Sunderland hanya berhasil meraih 20 poin dari 21 laga sisa, atau dengan kata lain hanya berhasil meraup 0,95 poin dalam setiap pertandingan. Performa mengecewakan ini membuat mereka tersungkur ke peringkat tujuh pada akhir musim.

Padahal musim itu penyerang Kevin Philips berhasil meraih gelar pencetak gol terbanyak liga dengan total 30 gol, sekaligus membuat dirinya mendapatkan sepatu emas Eropa yang mana hingga saat ini tidak ada satupun pemain asal Inggris yang berhasil menyamai pencapaian dari Philips.

Everton (Liga Primer 2004-05)

Posisi Pada Bulan Desember: Peringkat Dua

Posisi Akhir Musim: Peringkat Empat

Musim tersebut merupakan salah satu musim terbaik yang pernah dijalani oleh Everton. Mereka mengawali musim dengan pesimis, hal ini dikarenakan musim sebelumnya klub yang bermarkas di Goodison Park ini berada di peringkat ke 17.

Setelah mengakhiri tahun 2004 dengan 40 poin dari 19 pertandingan, pada paruh kedua tim yang kala itu diasuh oleh David Moyes hanya mampu meraih 21 poin. Salah satu penyebabnya adalah kepergian gelandang Thomas Gravesen ke Real Madrid pada bursa transfer musim dingin. Gravesen saat itu menjadi pemain yang vital bagi Everton.

Everton hingga saat ini menjadi satu-satunya tim yang berhasil menggebrak dominasi dan mengakhiri musim di posisi empat besar, selain langganan papan atas klasemen yaitu Arsenal, Chelsea, Liverpool, Tottenham, dan duo Manchester.

Portsmouth (Liga Primer 2006-07)

Posisi pada bulan Desember: Peringkat Tiga

Posisi Akhir Musim: Peringkat Sembilan

Seperti Leicester City pada musim ini, Portsmouth adalah tim yang hampir terdegradasi pada musim sebelumnya. Kesamaan lain adalah baik Leicester ataupun Portsmouth adalah bagaimana kedua tim tersebut melanjutkan tren positif pada akhir musim sebelumnya dan membawa momentum tersebut ke awal musim baru.

Portsmouth memenangkan enam dari 10 pertandingan terakhir mereka di musim 2005-06 kemudian delapan dari 17 partai perdana mereka pada musim selanjutnya. Bahkan pada permulaan musim mereka sempat mencatatkan clean sheet dalam lima pertandingan beruntun.

Musim tersebut mereka mendatangkan beberapa pemain yang membuat skuat lebih kompetitif di liga, pada transfer musim panas mereka mendatangkan antara lain Glen Johnson, Sol Campbell, Nwankwo Kanu, Etame Lauren, dan Niko Kranjcar. Sayangnya skuat tersebut bermain tidak konsisten pada paruh kedua sehingga membuat The Pompeys kebobolan 31 gol dalam 21 pertandingan dan terdampar di peringkat sembilan pada akhir musim.

Hull City (Liga Primer 2008-09)

Posisi Pada Bulan Desember: Peringkat Lima

Posisi Akhir Musim: Peringkat 17

Dibandingkan seluruh tim lain yang merangsek masuk ke papan atas Liga Inggris kemudian merosot penampilannya pada paruh kedua, Hull City jelas menjadi yang paling mengenaskan.

Hull yang kala itu dimanajeri oleh Phil Brown, berhasil memenangkan enam dari sembilan pertandingan perdana mereka. Mereka sempat mendapatkan 20 poin dari sembilan pertandingan dan mengakhiri tahun 2008 di peringkat lima klasemen.

Namun ketika pergantian tahun, mereka bermain sangat buruk. Bahkan hanya berhasil memproduksi delapan poin dari 21 pertandingan, atau dengan kata lain 0,38 poin per pertandingan.

Hal unik terjadi kepada tim yang bermarkas di Circle Arena pada musim itu. Gelandang serang Geovanni yang didapatkan secara gratis dari Manchester City bermain lebih cemerlang dibandingkan Jimmy Bullard yang didaratkan dari Fulham yang dimana transfer gelandang campuran Jerman-Inggris tersebut menjadi rekor transfer Hull hingga saat ini dengan lima juta poundsterling.

Southampton (Liga Primer 2014-15)

Posisi Pada Bulan Desember: Peringkat Tiga

Posisi Akhir Musim: Peringkat Tujuh

Hal ini terjadi tepat pada musim lalu. Mereka berhasil mementahkan prediksi banyak orang yang menyebutkan bahwa The Saints akan melemah setelah banyak personel terbaik mereka dilucuti oleh klub lain dan menghasilkan keuntungan transfer sebesar 96 juta poundsterling.

Di bawah arahan manajer baru asal Belanda, Ronald Koeman, Jose Fonte dan kawan-kawan berhasil memenangkan 10 dari 12 partai perdana mereka di Liga Primer. Ditambah rekor pertahanan mereka dimana dalam 11 pertandingan awal mereka hanya kemasukan empat gol.

Mendatangkan banyak pemain untuk menambal kepergian pemain yang lain, tidak berhasil mengangkat permaianan tim yang pada musim sebelumnya bermain luar biasa di bawah asuhan Mauricio Pochettino.

Hasil negatif pada tujuh pertandingan terakhir membuat mereka terdampar di peringkat tujuh pada akhir musim.

***

Fenomena yang dialami oleh Leicester City pada musim ini memang sangat luar biasa. Namun dengan melihat yang terjadi pada Liga Primer di musim-musim sebelumnya, tentu menjadi peringatan bagi Leicester untuk terus tampil konsisten hingga liga berakhir dan tidak mengalami apa yang dirasakan oleh Hull City yang terjun bebas dari peringkat atas klasemen menuju jurang degradasi dalam satu musim.

Leicester sendiri akan menghadapi ujian berat sampai Tahun Baru nanti, berturut-turut pertandingan mereka adalah: tandang ke Swansea City (05/12/2015), menjamu Chelsea (14/12/2015), tandang ke Everton (19/12/2015), tandang ke Liverpool (26/12/2015), menjamu Manchester City (29/12/2015), dan sebelum sehari setelah Tahun Baru mereka akan menjamu AFC Bournemouth (02/01/2015).

Dari sederet pertandingan di atas, banyak yang memprediksi kalau Leicester akan terpeleset bahkan sebelum akhir Desember. Tapi, itu semua hanya prediksi. Pada kenyataannya, kita memang benar-benar harus menunggu akhir Desember untuk menghakimi Leicester City.

Sumber Foto : liverpoolecho.co.uk

Komentar