Luapan Emosi Emir Spahic Pasca Kalah Adu Penalti (Lagi)

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Luapan Emosi Emir Spahic Pasca Kalah Adu Penalti (Lagi)

Kekalahan karena eksekusi penalti baik itu dalam 90 menit atau penentuan setelah deadlock selama 120 menit memang menyesakan. Bahkan beberapa waktu lalu, walau tidak sampai kalah sekalipun, kegagalan eksekusi penalti bisa memancing keributan pertandingan lanjutan Grup G Kualifikasi Euro 2016 antara Montenegro dengan Rusia. Kali ini sebuah insiden kembali terjadi sebagai 'buah' dari tendangan penalti.

Kejadian ini bermula ketika harapan Leverkusen lolos ke semifinal DFB Pokal harus kandas karena kalah adu penalti dari Bayern Munich di hadapan pendukungnya sendiri, di Stadion Bay Arena Leverkusen, Kamis (9/4/2015) dini hari. Dan bek Leverkusen, Emir Spahic, seolah tak bisa menerima kekalahan tersebut.

Pada laga ini, Spahic tak bisa bermain hingga akhir pertandingan karena ditarik keluar dan digantikan Kyriakos Papadopoulos pada menit ke-90 setelah mengalami cedera pergelangan kaki. Ketika bek asal Bosnia Herzegovina tersebut menyaksikan tendangan adu penalti, rupanya Spahic cukup geregetan. Apalagi setelah Josip Drmic, penendang penalti pertama Leverkusen, gagal mengeksekusinya dengan baik, sementara Thomas Mueller, penendang pertama Bayern Munich, sudah memastikan keunggulan karena berhasil mengeksekusi tendangan titik putih.

Kendati sisa empat tendangan penalti berhasil dieksekusi dengan baik oleh pemain skuat Werkself Neverkusen -julukan Leverkusen- lainnya, namun tetap saja langkah Leverkusen lolos ke fase empat besar DFB Pokal tetap kandas karena seluruh algojo Munich mengeksekusinya dengan sempurna sehingga Munich menang 5-4.

Kegagalan melangkah ke semifinal turnamen Jerman karena adu penalti ini tentunya membuat kecewa skuat asuhan Roger Schmidt tersebut. Tak terkecuali bagi Spahic. Pemain bernomor punggung lima tersebut melampiaskan emosi kekalahannya kepada pengawas pertandingan (Match Steward) di pinggir lapangan Stadion Bay Arena.

Pada awalnya pengawas pertandingan cuma sekedar cekcok ketika mencegah ulah entah suporter Leverkusen atau Munich yang berusaha masuk ke lapangan. Akan tetapi Spahic yang masih kesal karena kekalahan via adu penalti melampiaskannya dengan masuk ke kerumunan pengawas pertandingan dengan suporter yang memakai baju bebas itu.

Spahic mencoba menyerang suporter tersebut dengan melompat dan menimpa suporter itu di papan iklan Bay Arena hingga dipisahkan oleh beberapa pengawas pertandingan. Setelah dilerai dan ditenangkan, emosi pemain asal Bosnia dan Herzegovina tersebut memucak kepada salah seorang Stewards yang entah berbicara apa kepadanya. Lantas Spahic mendekati lalu menyundul kepala salah satu pengawas pertandingan tersebut sampai tersungkur.



"Saya tidak akan menghakiminya," singkat Rudi Voeller Direktur Olahraga Leverkusen kepada Bild ketika ditanya insiden penyerangan Spahic.

Akibat pelampiasan emosionalnya ini, tampaknya Spahic tidak perlu menunggu hukuman dari Federasi Sepakbola Jerman (DFB), di mana kabarnya ia akan diskorsing selama sisa musim Bundesliga 2014/2015. Hal ini tentu sungguh disayangkan mengingat tenaga pemain 34 tahun tersebut tengah dibutuhkan Leverkusen menghadapi tuan rumah Mainz 05 pada Sabtu (11/4) pekan ini.

Hukuman kepada dirinya juga bisa lebih berat karena ia terancam masuk ke dalam penjara setelah insiden penyerangan kepada salah satu pengawas pertandingan tersebut dinaikan ke pengadilan. "Kasus ini telah terlaporkan. Kita sekarang menyelidiki dari semua sisi," terang Stefanie Becker, Juru Bicara Polisi Leverkusen seperti yang dikutip Metro.co.uk.

Pemain sepakbola harus pintar-pintar ketika melampiaskan kekesalannya. Pasalnya pelampiasan kekesalan yang buruk bakal berujung kepada karir yang meredup. Selain di dalam lapangan, arena tribun juga menjadi pelampiasan kekesalan atas nama kepentingan pribadi atau keyakinan urban kepada sub-urban maupun sebaliknya.

Barangkali dari kejadian penyerangan Spahic itu merupakan titik didihnya tentang kekalahan dari adu penalti. Sebelumnya, ia pernah menyebut Atletico Madrid sebagai kesebelasan yang bermain secara curang. Pandangan tersebut diutarakan karena ia jengkel Leverkusen harus gugur di babak 16 besar Liga Champions gara-gara kalah aduh penalti melawan Rojiblancos, julukan Atletico.

Saat itu, Leverkusen memang tersingkir secara menyedihkan oleh Atletico karena pada leg pertama, skuat asuhan Schmidt berhasil menang lebih dahulu 1-0. Tetapi pertandingan kedua di Vicente Calderon kandang Atletico, Leverkusen harus kalah 1-0 yang membuat perpanjangan waktu dan kalah adu penalti dengan skor 3-2.

Usai kekalahan adu penalti tersebut Spahic menuding Rojiblancos bermain curang karena lawannya itu hanya mengandalkan bola-bola diagonal dan permainan yang keras untuk menang. "Mereka (Atletico) hanya mengirim umpan panjang untuk Mario (Mandzukic), lalu ia bertarung habis-habisan dengan bek lawan atau memaksimalkan situasi bola mati," imbuh Spahic kepada HINA.

Spahic sepertinya lupa, sepakbola memang seperti itu adanya. Terkadang hasil akhir benar-benar menjadi jawaban dibanding permainan cantik.

Pada akhirnya, Spahic hanya tinggal menunggu waktu untuk pengumuman hukuman yang akan diterimanya atas insiden luapan emosi yang berlebihan atas kekalahan dari Bayern Munich. Tapi setidaknya, dari hukuman yang nanti akan diterimanya ini, ia bisa memakai masa hukumannya tersebut dengan berlibur untuk mendinginkan kepala.

Komentar