J-League dengan Format Baru yang Mungkin Diidamkan Liverpool

Cerita

by Redaksi 47

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

J-League dengan Format Baru yang Mungkin Diidamkan Liverpool

Liga sepakbola Jepang atau yang biasa disebut J-League akan memulai musim kompetisi 2015 pada akhir pekan ini. 18 tim terbaik di Jepang akan bertanding pada kompetisi yang sudah memasuki seri ke 21 ini. Namun ternyata, akan ada yang berbeda dari kompetisi di negeri Sakura ini pada 2015.

Pada musim ini, J-Leagua akan dibagi ke dalam dua tahap, tahap awal dan tahap akhir. Dari masing-masing tahap ini akan menghasilkan satu juara yang kemudian akan bertanding pada babak final yang dilangsungkan pada akhir musim.

Orang mungkin lebih mengenal sistem semacam ini dengan sebutan Apertura dan Clausura. Apertura dan clausura berasal dari bahasa Spanyol yang berarti pembukaan dan penutupan. Pada intinya, sistem ini akan membagi satu musim kompetisi menjadi dua tahapan. Hal ini berarti, saat tahap pertama berakhir, klasemen liga akan kembali dari nol.

Beberapa negara di Amerika Latin menerapkan sistem yang membagi musim dalam dua tahapan ini. Hanya saja, masing-masing negara akan memiliki caranya masing-masing untuk menentukan siapa yang juara dan siapa yang akan terdegradasi.

Misalnya pada liga Apertura dan Clausura yang diterapkan Argentina, cara perhitungan juara dan degradasi adalah dengan menghitung rata-rata poin 3 musim terakhir (Ralat: hanya degradasi yang ditentukan dengan menghitung rataan poin 3 musim). Berbeda dengan Jepang yang penentuan juara akan ditentukan pada laga final yang dilakukan kandang dan tandang. Sedangkan penentuan degradasi akan dihitung dari total poin yang dikumpulkan dari kedua tahap.

Bagi Jepang sendiri sebenarnya sistem ini bukan merupakan hal yang baru bagi mereka. Saat pertama kali digelar tahun 1993, J-League menerapkan sistem pembagian tahap awal dan akhir dalam satu musim ini. Sistem ini kemudian bertahan hingga tahun 2004 hingga mereka mengubahnya menjadi sistem kompetisi penuh yang diterapkan hingga tahun 2014 lalu.

Lalu sebenarnya, apa yang menguntungkan dari sistem pembagian dua wilayah ini?

Sistem ini dinilai akan lebih bersahabat bagi klub-klub yang baru saja merombak susunan pemain atau pelatihnya. Pelatih baru biasanya akan mencoba membongkar pasang skuat untuk mencari ramuan yang paling tepat bagi kesebelasannya. Di saat mencari ramuan yang terbaik ini tentu saja performa tim akan tidak stabil.

Sistem ini akan membuat klub-klub yang tengah mengalami tahap awal perkembangan tetap memiliki kesempatan bersaing di tahap kedua. Lain ceritanya jika kompetisi penuh. Ketika sebuah klub terpuruk di tahap awal, sulit sepertinya bagi mereka untuk memiliki peluang juara. Mungkin mereka hanya mampu untuk memperbaiki posisi ke papan atas, namun tidak untuk juara.

Dan hal ini memang terjadi beberapa kali saat J-League masih menerapkan sistem ini. Seperti saat musim 2001. Meski merupakan juara bertahan, Kashima justru memulai musim dengan kurang memuaskan. Mereka terpuruk di peringkat ke-11 pada tahap pertama J-League. Namun mereka berhasil bangkit pada tahap kedua hingga berhasil menjadi juara pada tahap kedua tersebut. Akhirnya, klub yang berasal dari Prefektur Ibaraki ini berhasil menjadi juara setelah pada babak final mengalahkan Jubilo Iwata.

Di balik keuntungan, tentu saja sistem ini juga akan memiliki kerugian. Salah satu kerugiannya adalah jadwal pertandingan yang mungkin harus lebih ketat. Apalagi untuk jadwal pertandingan tahap pertama.

Adanya kompetisi Asia serta Emperor’s Cup (FA Cup-nya Jepang) akan memungkinkan terjadinya bentrok jadwal pertandingan J-League. Beberapa jadwal biasanya harus dicari waktu pengganti yang mungkin saja baru bisa dilangsungkan beberapa bulan setelahnya.

Hal ini tentu saja tidak bisa terjadi pada sistem kompetisi dua tahap ini. Tahap pertama harus sudah berakhir sebelum tahap kedua dimulai. Maka jika sampai ada pertandingan yang harus ditunda dengan alasan apapun, pertandingan tunda harus sudah digelar sebelum kompetisi tahap kedua dimulai.

Beruntungnya, Jepang adalah negara yang sangat mahir mengatur jadwal. Orang-orang Jepang dikenal dengan ketepatannya dalam soal waktu. Jadi sepertinya kendala seperti ini tidak akan menjadi masalah bagi mereka.

Baca juga:

5 Hal yang Layak Dipelajari dari J-League

Melihat Bagaimana Samurai Muda Diasah


Sekilas memang terdengar sedikit ribet membagi-bagi kompetisi menjadi dua tahapan seperti ini. Meski memiliki keuntungan tersendiri namun sepertinya tidak begitu signifikan hingga harus membagi kompetisi hingga menjadi dua wilayah. Namun, jika kita cermati lebih dalam, mungkin sistem kompetisi ini yang sangat diidamidamkan oleh pendukung klub-klub besar di Eropa, salah satunya pendukung Liverpool.

Beberapa musim terakhir ini Liverpool dikenal menjadi tim yang terseok-seok di awal namun bangkit setelah melewati paruh musim. Musim ini saja Liverpool masih belum terkalahkan pada setiap pertandingan Liga Inggris di tahun 2015. Dari Januari hingga Maret 2015 ini mereka sudah memainkan 8 pertandingan dengan 6 kali kemenangan dan 2 kali hasil imbang. Hanya saja, buruknya performa mereka pada awal kompetisi membuat mereka hanya berada di posisi kelima klasemen sementara saat ini. Peluang bagi anak asuh Brendan Rodgers untuk meraih gelar juara pun sangat tipis melihat jarak poin yang terlalu jauh dengan pemuncak klasemen.

Kondisi ini serupa dengan apa yang mereka catatkan musim lalu. Liverpool berhasil meraih 11 kali kemenangan beruntun dari pekan ke 25 hingga pekan ke 35. Namun, performa yang masih kurang stabil pada awal kompetisi membuat mereka harus disalip Manchester City pada akhir musim.

Coba saja jika Liga Inggris menerapkan sistem Apertura dan Clausura. Liverpool seharusnya berada di puncak klasemen Liga Inggris tahap kedua saat ini. Sehingga, peluang dan impian Liverpool untuk bisa meraih gelar Premier League untuk pertama kalinya akan jauh lebih terbuka.

Komentar