Montpellier, Terbang Tinggi Lalu Tenggelam

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Montpellier, Terbang Tinggi Lalu Tenggelam

Musim 2011-2012 bisa dibilang menjadi musim yang luar biasa bagi beberapa pendukung tim top. Para pendukung Manchester City menjadi pihak yang tertawa paling akhir setelah gol Sergio Aguero pada injury time memastikan gelar Premier League. Di Italia, si Nyonya Tua Juventus merengkuh scudetto pertamanya setelah terjerumus ke Serie B pada 2006/2007. Sementara Real Madrid, mencatatkan rekor 100 poin bersama Jose Mourinho sebagai rekor poin terbanyak La Liga sepanjang masa.

Hal itu pun dirasakan oleh Montpellier Herault, klub Ligue 1, Prancis. Di tahun yang sama, mereka berhasil menjadi juara Ligue 1 untuk pertama kalinya sejak berdiri pada tahun 1974. Tentunya itu merupakan prestasi terbaik mereka sepanjang sejarah.

Montpellier tak serta merta bisa berbicara banyak di kompetisi teratas liga Prancis tersebut. Pada musim pertamanya kembali ke Ligue 1 (2009/2010), Montpellier berhasil finish diurutan ke-5. Kala itu, Montpellier menjadi pembicaraan khalayak Prancis karena berhasil mengalahkan dua raksasa Prancis, Olympique Lyon dan Paris Saint-German.

Namun keperkasaan Montpellier hanya bertahan selama semusim. Musim berikutnya, tim berjuluk La Palliade ini hanya tercecer di posisi ke-14 meski berhasil menjadi runner-up Piala Prancis. Publik Prancis pun menilai bahwa kegemilangan Montpellier musim lalu itu hanya kebetulan belaka.

Nyatanya Montpellier berhasil membungkam publik Prancis pada akhir musim 2011-2012. Pada akhir bulan Mei, pemilik klub, Louis Nicollin, dengan rambut eksentriknya (Mohawk berwarna oranye-biru) tersenyum lebar menyaksikan para pemain dan stafnya merayakan gelar juara Ligue 1 pertama. Di laga terakhirnya itu, skuat asuhan Rene Girard berhasil menekuk Auxerre dengan skor 2-1. Kemenangan itu membuat Montpellier unggul tiga poin dari Paris Saint-German pada klasemen akhir.

Dengan pembuktian itu, publik Prancis mulai percaya bahwa Montpellier bukan tim sembarangan. Mereka mulai percaya bahwa Montpellier telah menjelma menjadi klub besar Prancis dan mampu menyaingi klub-klub seperti Lyon, PSG, dan Bordeaux.

Sebagai tim raksasa baru, Montpellier nyatanya masih terlalu silau dengan 12 juta poundsterling yang ditawarkan Arsenal pada penyerang andalannya, Olivier Giroud. Tanpa pikir panjang, kesepakatan pun terjadi, Giroud pun resmi meninggalkan Montpellier.

Kehilangan Giroud yang telah menyumbang 33 gol dan 17 assists dalam 85 pertandingannya sangat berdampak buruk bagi Montpellier. Ketika untuk pertama kalinya berlaga di kompetisi Eropa, mereka tak sekalipun meraih kemenangan sepanjang kompetisi, di mana saat itu mereka pun tergabung satu grup bersama Arsenal dengan Giroud-nya.

Di liga domestik, Montpellier hanya mampu finish di urutan ke-9 klasemen. Bahkan mereka tak mampu mengalahkan tim papan bawah seperti Evian dan Ajaccio. Mapou Yanga-Mbiwa yang menjadi andalan klub pun kecewa pada prestasi Montpellier sehingga memutuskan untuk menerima tawaran dari Newcastle United pada akhir musim.

Karena prestasi buruk ini, satu per satu pemain andalan Montpellier pun mulai angkat kaki. John Utaka, penyerang asal Nigeria yang mencetak dua gol saat melawan Auxerre pada 2012, hengkang menuju Sivasspor. Youner Belhanda pun hijrah ke Dynamo Kiev dengan nilai transfer 10 juta poundsterling.

Rene Girard yang gagal memberikan prestasi pun dipecat dan digantikan Jean Fernandez. Namun nasib Fernandez pun setali tiga uang, bahkan ia hanya mampu bertahan hingga Desember 2013 karena performa Montpellier yang tak kunjung membaik.

Rolland Courbis yang menangani Montpellier sebelum era Rene Girard, kembali ditunjuk untuk menyelamatkan muka Montpellier. Courbis yang sempat mendekam ditahanan karena kasus pencucian uang itu hanya mampu ‘memberikan’ peringkat ke-15 pada akhir musim lalu, dua poin di atas Sochaux yang terdegradasi.

Pemain bintang mereka pun kembali meninggalkan Stade la Mosson, kandang Montpellier. Pada bursa transfer musim panas ini, Remy Cabella hijrah ke Inggris menyusul Yanga-Mbiwa untuk bergabung bersama Newcastle United. Sementara Benjamin Stambouli direkrut oleh Tottenham Hotspurs.

Kini masa depan Montpellier pun menjadi semakin tak menentu setelah para pemain bintangnya satu per satu pergi meninggalkan klub. Kesuksesan nyatanya telah membawa Montpellier kembali menemui keterpurukan. Karena mereka berhasil membumbung tinggi, para klub top Eropa mulai melirik para pemainnya dan mereka pun terlalu tergiur dengan sodoran poundsterling yang tim peminat tawarkan.

Montpellier adalah salah satu contoh klub yang terlalu gegabah dalam melakukan penjualan pemain. Mereka terlalu berani untuk menjual para pemain bintangnya padahal mereka tak memiliki fondasi yang kuat untuk tetap bisa bersaing meski tanpa pemain andalannya itu. Mereka pun akhirnya kembali terpuruk oleh ulahnya sendiri.

foto: topmercato.com

Komentar