Hiroshi Kagawa, dari Pilot Perang menjadi Jurnalis Piala Dunia

Cerita

by redaksi

Hiroshi Kagawa, dari Pilot Perang menjadi Jurnalis Piala Dunia

Untuk sebagian orang, Piala Dunia sering memiliki kisah tersendiri. Piala Dunia bisa membuat seseorang bernostalgia dengan kisahnya masing-masing. Seperti kisah seorang jurnalis asal Jepang yang memiliki banyak momen tentang Piala Dunia yang pernah ia liput.

"Saya telah melakukan perjalanan yang sangat jauh,"? ingat Hiroshi Kagawa, seorang pria tua keriput yang selalu bersemangat ketika berbicara tentang sepakbola. "Berawal dari Olympiastadion di Munich, final Piala Dunia 1974. Masih teringat jelas dalam ingatan saya: Johan Cruyff mengenakan kaos oranye dan Franz Beckenbauer mengenakan kaus putih. Saya merasa sangat beruntung."

Piala Dunia 1974 adalah tugas pertama Kagawa sebagai seorang jurnalis Piala Dunia. Kemudian ia berkeliling dunia meninggalkan kampung halamannya di Kobe, Jepang, untuk meliput 9 Piala Dunia berikutnya. Ia tak bertugas kala Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Afrika Selatan dengan alasan kesehatan. Kagawa meliput Piala Dunia ke-10 nya di Brasil pada usia 89 tahun.

Di tengah kesibukan ruangan media di stadion Arena Pernambucano, Kagawa duduk dengan tenang sambil mengerjakan tugasnya. Berbeda dengan reporter muda di sampingnya yang terlihat tak tenang karena dikejar deadline.

Ketika diwawancarai oleh FIFA.com, anggota media Jepang lainnya terlihat sangat menghormati Kagawa. Mereka membawakan air minum sambil memberi hormat, memberikan senyuman pada Kagawa, memperlakukan Kagawa layaknya kakek mereka.

Lahir di Kobe pada tahun 1924, Kagawa sangat terpesona oleh keindahan negara-negara yang pernah ia kunjungi. "Kadang saya masih sering merasakannya meski saya berada di Kobe," ujar Kagawa melalui penerjemahnya. "Saya bertemu orang-orang dari tempat yang berbeda, dari seluruh dunia. Di situ saya berpikir bahwa dunia ini ternyata lebih besar dari yang saya kira."?

Kagawa yang sejak muda menyukai sepakbola terlibat dalam militer pada 1944, menjelang akhir Perang Dunia II. Pria yang terkenal kreatif dan ramah ini diposisikan sebagai pilot pesawat Kamikaze yang dalam kokpitnya membawa banyak bahan peledak. "Saya sangat beruntung bisa selamat (dari perang) dan melanjutkan hidup,"? ujar Kagawa berkisah.

Setelah peristiwa bom atom yang melanda Hiroshima dan Nagasaki, Kagawa kembali menekuni sepakbola. "Sepakbola adalah hal yang positif bagi seluruh dunia, dan lewat sepakbola saya berharap bisa membantu Jepang,"? Kagawa menceritakan awal mula kariernya terjun ke dunia jurnalisme. Tugas pertamanya kala itu adalah menulis untuk surat kabar di Kyoto; menceritakan tentang klub Swedia, Helsingborg, yang mengunjungi Jepang pada 1951.

Namun perjalanannya untuk memajukan sepakbola Jepang menemui kendala. Setelah perang berakhir, olahraga Jepang lebih didominasi oleh baseball. "Sepakbola sangat tidak terkenal saat itu. Tak seperti baseball ataupun rugby. Orang-orang Jepang ragu bisa berbuat banyak di sepakbola karena kami terlalu pendek untuk bermain sepakbola. Ada kepesimisan kala itu."?

Dengan Jepang yang telah berubah menjadi sebuah negara dengan kekuatan sepakbola yang cukup menjanjikan, Kagawa cukup bahagia. Ia pun kemudian tak ragu untuk menyampaikan mimpinya, "Saya ingin Jepang menjadi sebuah tim top dunia dan menjadi bagian dunia sepakbola yang lebih besar," ujarnya.


sumber cerita dan foto: fifa.com

[ar]

Komentar