Bisakah Zidane Ikuti Langkah Sacchi?

Berita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bisakah Zidane Ikuti Langkah Sacchi?

Arrigo Sacchi adalah manajer yang tercatat sebagai salah satu yang mampu membawa trofi European Cup (cikal bakal dari Liga Champions) selama dua musim berturut-turut bersama AC Milan. Zinedine Zidane, manajer Real Madrid, sekarang sedang berusaha mengikuti raihan Sacchi tersebut, sekaligus memecahkan kutukan Liga Champions yang sudah bertahan lama.

Sebuah polling yang dilakukan oleh Corriere dello Sport beberapa waktu silam menyebut bahwa AC Milan di bawah asuhannya adalah salah satu kesebelasan terbaik di Italia dan Eropa. Di Italia, Milan asuhan Sacchi ini bahkan didapuk sebagai kesebelasan kedua terbaik di Italia setelah Il Grande Torino yang tersapu oleh tragedi Superga pada kisaran 1940an silam.

Corriere dello Sport menyebut tim Milan asuhan Sacchi ini adalah "tim yang mendominasi Eropa dan Italia dan jenis sepakbola yang baru, yang termanifestasi dalam bentuk pressing, kekuatan, kecepatan, dan ide permainan". Apa yang Sacchi terapkan di Milan pun menjadi model tersendiri bagi manajer-manajer muda yang muncul sesudahnya.

Apa yang Sacchi raih di Milan ini tak lepas dari gaya-gaya unik ketika melatih dan juga bantuan dari para pemain-pemainnya yang mampu memahami dan menerapkan taktiknya di lapangan dengan benar. Masa ketika Sacchi melatih, Milan berisikan pemain-pemain hebat macam Franco Baresi, Paolo Maldini, Carlo Ancelotti, Roberto Donadoni, serta trio Belanda yang termasyhur: Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten.

Namun terlepas dari adanya pemain-pemain bintang, gaya melatih Sacchi pun menjadi sesuatu yang menarik untuk ditelisik. Kedisplinan, etos kerja, serta rezim latihan yang berat luar biasa membuatnya mampu menciptakan skuat Milan yang begitu tangguh dan kuat, baik itu di Italia maupun di Eropa. Sacchi dikenal kerap membawa pengeras suara ke tempat latihan supaya instruksinya bisa didengar dengan jelas oleh para pemain.

Dengan gaya melatih yang menarik, serta kumpulan pemain bintang di dalam tim, Sacchi yang mulai dikenal oleh publik kala sukses membawa Parma mengalahkan Milan dalam ajang Coppa Italia berhasil membawa Milan berjaya di Eropa dan Italia. Salah satu pencapaiannya yang sampai sekarang belum bisa diikuti manajer lain adalah meraih trofi European Cup, cikal bakal dari Liga Champions, dua kali berturut-turut pada 1989 dan 1990.

Peluang Zidane Mengikuti Langkah Sacchi

Setelah Sir Alex Ferguson gagal melakukannya bersama Manchester United pada 2008 dan 2009 silam, sekarang Zinedine Zidane bersama Real Madrid memiliki peluang yang cukup besar untuk mengulangi apa yang dilakukan oleh Arrigo Sacchi yang meraih trofi European Cup pada 1989 dan 1990 dan memutus kutukan Liga Champions yang sudah bertahan lama.

Secara bekal, skuat Madrid dilimpahi oleh pemain-pemain yang berkualitas cukup baik dan dapat saling melengkapi satu sama lain. Selain trio Bale-Benzema-Cristiano (BBC), pemain-pemain muda macam Marco Asensio, Alvaro Morata, serta Lucas Vazquez pun dapat tampil menawan menggantikan BBC.

Di lini tengah, ada Luka Modric, Toni Kroos, James Rodriguez, serta Isco Alarcon yang menjadi motor serangan. Keseimbangan lini tengah dijaga oleh Casemiro, tukang jagal dari Brasil. Di belakang, Sergio Ramos, Raphael Varane, Pepe, Dani Carvajal, Nacho, serta Marcelo menjaga gawang Keylor Navas dari kebobolan. Terkhusus untuk Carvajal dan Marcelo, mereka juga kuat dalam membantu serangan.

Bekal pemain yang melimpah ini juga diiringi oleh pendekatan strategi Zidane yang membuat para pemain merasa menjadi bagian dari tim. Hal inilah yang membuat tim bersatu dan dapat bermain sebagai sebuah unit. Zidane menekankan pada kuatnya pertahanan dan lini tengah, sesuatu yang ia pelajari semasa bermain sebagai pemain di Italia dan Spanyol.

Dengan segala bekal ini, Zidane pun memiliki peluang besar untuk menjadi seperti Sacchi yang memenangkan trofi kompetisi bergengsi Eropa selama dua kali berturut-turut, sekaligus memecahkan kutukan Liga Champions yang sudah bertahan lama. Apalagi, ia memiliki nilai plus yang tidak dimiliki Sacchi: pernah merasakan jadi pemain yang juga meraih trofi Liga Champions.

Lagi pula, bukankah menarik bisa memecahkan kutukan Liga Champions dan tercatat dalam buku sejarah?

Komentar